Utang Evergrande Rp 5.144 T, Pengadilan Putuskan untuk Dilikuidasi

123rf.com
Gedung Evergrande
29/1/2024, 11.47 WIB

Pengadilan Hong Kong memutuskan untuk melakukan likuidasi perusahaan asal Cina, Evergrande. Karena, raksasa properti ini tidak mampu membayarkan utang atau kewajibannya yang mencapai lebih dari $325 miliar atau setara Rp 5.144,60 triliun (kurs Rp 15.829/US$).

Likuidasi merupakan suatu proses penyitaan dan penjualan aset suatu perusahaan. Hasilnya kemudian dapat digunakan untuk membayar hutang yang belum dibayar.

Dilansir dari BBC pada Senin (29/1) Hakim Linda Chan menyatakan, waktu yang diberikan sudah cukup. Karena, Evergrande telah gagal mengajukan proposal restrukturisasi.

Keputusan ini kemungkinan akan menimbulkan dampak besar bagi pasar keuangan Cina ketika pihak berwenang sedang berusaha mengekang aksi jual saham Evergrande di bursa efek.

Saham Evergrande tercatat turun lebih dari 20% di Hong Kong setelah keluarnya keputusan tersebut. Perdagangan saham kini telah dihentikan. Diketahui, sektor properti Cina menyumbang sekitar seperempat perekonomian terbesar ke-2 di dunia ini.

Likuidasi Evergrande

Namun muncul pertanyaan apakah proses likuidasi ini akan berjalan mulus. Sebab, hal ini bergantung dari keputusan pemerintah Cina serta perintah likuidasi dari pengadilan Hong Kong. 

Kasus Evergrande diajukan oleh salah satu investor yaitu Top Shine Global yang berbasis di Hong Kong, pada Juni 2022 lalu. Mereka menyebut, Evergrande tidak dapat menepati janjinya untuk buyback atau pembelian kembali saham.

Namun utang Top Shine hanyalah sebagian kecil dari total utang Evergrande. Sebagian besar utangnya berasal dari pemberi pinjaman di Cina daratan yang memiliki jalur hukum terbatas untuk meminta dana mereka bisa kembali.

Sebaliknya, kreditor asing bebas mengajukan kasus ke pengadilan di luar Cina. Namun beberapa telah memilih Hong Kong, tempat Evergrande dan pengembang lainnya terdaftar, untuk mengajukan tuntutan hukum.

Setelah dikeluarkannya perintah penutupan, direksi perusahaan tersebut tidak lagi mempunyai kendali. Global insolvency leader di Deloitte Derek Lai memperkirakan, pengadilan akan menunjuk pegawai pemerintah atau mitra dari perusahaan profesional sebagai tim likuidasi.

Setelah pertemuan dengan kreditor, tim likuidasi secara resmi akan ditunjuk dalam beberapa bulan. Namun sebagian besar aset Evergrande berada di Cina daratan, sehingga terdapat masalah yurisdiksi yang pelik.

Terdapat kesepakatan antara pengadilan Cina dan Hong Kong untuk mengakui penunjukan tim likuidasi tersebut. Lai mengatakan, sejauh yang dia ketahui, hanya dua dari enam permohonan yang telah diakui oleh pengadilan di tiga wilayah percontohan di Cina daratan.

PKT Akan Pertahankan Evergrande

Partai Komunis Tiongkok (PKT) tampaknya ingin tetap mempertahankan Evergrande untuk memastikan bahwa masyarakat biasa tetap bisa membeli properti bahkan sebelum pengerjaan pembangunan dimulai dan mendapatkan uang yang mereka bayarkan. Itu berarti Beijing dapat memilih untuk mengabaikan perintah pengadilan Hong Kong.

“Bahkan jika tim likuidasi yang ditunjuk diakui bersama di Hong Kong dan Cina daratan, dia harus mengikuti hukum Cina ketika melakukan likuidasi yang disetujui di sana,” kata Lai.

Tak berbeda, Direktur pelaksana restrukturisasi di Grant Thornton Nigel Trayers menyebut, perintah likuidasi terhadap perusahaan induk juga tidak berarti penghentian langsung terhadap pekerjaan konstruksi Evergrande.

“Hal ini tidak berarti seluruh anak perusahaan harus dilikuidasi. Tim likuidasi mungkin berusaha mengambil alih anak perusahaan tertentu setelah melakukan penyelidikan," kata dia.

“Tetapi mereka perlu melakukan ini dengan cara melikuidasi anak perusahaan tersebut atau dengan menunjuk diri mereka sendiri sebagai direktur anak perusahaan tersebut,” ujarnya.

Dalam melakukan hal ini, Trayers menilai, pengadilan perlu melewati struktur perusahaan lapis demi lapis dan mungkin ada tantangan tertentu dalam melakukan proses ini.

Lai memperkirakan, jika sebuah perusahaan bangkrut, kecil kemungkinannya kreditor tanpa jaminan akan mendapatkan kembali seluruh uangnya. Kreditor asing juga kemungkinan besar tidak akan mendapat kembali uangnya sebelum kreditor asal Cina.

Jika perintah Hakim Chan tidak dilaksanakan di Cina, maka akan memberi pesan yang kuat dan memberi petunjuk tentang apa yang mungkin dihadapi oleh pengembang dan kreditor lain.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari