Menkeu: Perbaikan Rasio Pajak Dapat Dorong Peringkat Kredit RI Jadi A

Fauza Syahputra|Katadata
Menteri Keuangan, Sri Mulyani (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024). Rapat kerja tersebut membahas mengenai asumsi dasar dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025.
Penulis: Sorta Tobing
7/6/2024, 11.56 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut perbaikan rasio pajak dapat mendorong peringkat kredit Indonesia menjadi single A. 

"Ini harus usaha yang keras dan pendalaman dari market kita," ujar Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (6/6). 

Meskipun belum mencapai single A, namun Sri Mulyani mengatakan pencapaian peringkat kredit Indonesia saat ini relatif positif dan stabil. Kondisinya berbeda dengan negara lain yang mengalami penurunan peringkat karena terhantam pandemi Covid-19 dan ketidakpastian ekonomi global.

?Artinya, begitu banyak turbulensi shock, Indonesia masih dianggap pengelolaan fiskalnya prudent (hati-hati), baik, dan itu dikonfirmasi dengan peringkat kreditnya dan outlook-nya,” kata dia.

Soal perbaikan rasio pajak pernah ia singgung sebelumnya saat Mandiri Investment Forum pada Maret lalu. Sri Mulyani ketika itu mengatakan Indonesia kesulitan mengerek rasionya karena lebih dari 47% perekonomian nasional tidak termasuk dalam basis pemungutan pajak.

Saat ini baru sekitar 53% perekonomian negara yang mengandalkan pajak. Di sisi lain, penerimaan pajak pun rendah. Banyak kebijakan pemerintah yang membebaskan kegiatan perekonomian dari perpajakan alias pemberian insentif.

Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) kepada para pekerja informal. Padahal, para pekerja informal mendominasi lebih dari separuh pasar tenaga kerja Indonesia.

"Jadi, bukan hanya karena informalitas perekonomian, tapi juga banyaknya pembebasan pajak atas kegiatan ekonomi," ujar Sri Mulyani kala itu. 

Peringkat Kredit Indonesia

Sebagai informasi, peringkat kredit merupakan ukuran kemampuan pemerintah suatu negara untuk membayar utang. Lembaga pemeringkat Fitch dan Moody's belum lama ini mempertahankan peringkat kredit Indonesia, masing-masing di level BBB dan Baa2, dengan outlook stabil. 

Pada Maret lalu, Japan Credit Rating Agency (JCR) juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level BBB+ dengan outlook stabil. Kemudian pada 2023, Standard & Poor’s (S&P) mempertahankan peringkat kredit Indonesia di level BBB dengan outlook stabil.

Berdasarkan pemaparan Sri Mulyani, rasio total utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada April 2024 sebesar 36,5%. Artinya, masih jauh di bawah ketentuan maksimal 60% dari PDB.

Rasio surat berharga negara (SBN) terhadap PDB pada April 2024 berada di posisi 32,1%, sedangkan rasio pinjaman terhadap PDB sebesar 4,4% pada periode yang sama.

Secara nominal, total utang pemerintah pusat pada April 2024 mencapai Rp 8.338 triliun, terdiri dari pinjaman sebesar Rp 1.005 triliun dengan porsi 12,1% dan SBN sebesar Rp 7.333 triliun dengan porsi 87,9%.

“Masih banyak orang yang khawatir terhadap utang Indonesia karena melihat magnitude-nya. Tapi kalau dibanding banyak negara lain, Malaysia dalam hal ini bahkan 60% (rasio total utang pemerintah terhadap PDB di tahun 2022),” kata Sri Mulyani.

Reporter: Antara