Dewas BPJS Kesehatan Khawatir KRIS Dapat Kurangi Tempat Tidur RS

Fauza Syahputra|Katadata
Petugas melayani warga yang mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Penulis: Sorta Tobing
7/6/2024, 15.26 WIB

Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir khawatir penerapan kelas rawat inap standar atau KRIS dapat mengurangi banyak tempat tidur di rumah sakit. Sebab, salah satu kriterianya adalah satu ruang rawat inap diisi maksimal empat tempat tidur.

"Sebagaimana kita ketahui masih banyak rumah sakit yang satu ruangan terdiri dari enam sampai delapan tempat tidur," ucap Abdul dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Kamis (6/6). "Tentunya (dengan penerapan KRIS) dapat mengurangi tempat tidur."

Menanggapi hal tersebut Wakil Menteri Kesehatan Danten Saksono Harbuwono memastikan penerapan kriteria tersebut tidak akan berdampak signifikan dalam mengurangi tempat tidur di rumah sakit. 

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan terdapat 609 rumah sakit yang tidak kehilangan tempat tidur. Lalu, terdapat 292 rumah sakit yang kehilangan satu hingga 10 tempat tidur.

Dengan kondisi tersebut kekhawatiran rumah sakit akan kehilangan banyak tempat tidur tidak akan terjadi. "Kami identifikasi, estimasi kehilangan tempat tidur itu sedikit sekali," ucapnya. 

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyebut sejak keluarnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, polemik KRIS terus mencuat. Aturan ini memerintahkan rumah sakit swasta paling sedikit menyediakan 40% tempat tidurnya untuk pasien BPJS Kesehatan dan rumah sakit pemerintah minimal 60%. 

Dalam praktiknya, rata-rata rumah sakit non-pemerintah memberikan 60% tempat tidurnya untuk pasien BPJS Kesehatan. "Saya khawatir ini akan berpotensi menghambat akses peserta pada ruang perawatan," ujar Edy. 

Masalah lainnya, rumah sakit swasta milik organisasi keagamaan merasa kesulitan mencari dana untukmemperbaiki ruang perawatan agar sesuai kriteria KRIS. "Mereka dari iuran masyarakat sehingga bingung mencari uang dari mana," katanya. 

Data Kemenkes yang mengungkap banyak rumah sakit siap menerapkan KRIS, menurut dia, tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan. "Saya minta pemerintah mematangkan lagi konsep kelas rawat inap," ujarnya. 

12 Kriteria Ruang Rawat Inap KRIS

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan terdapat 12 kriteria standar bagi layanan rawat inap KRIS, yaitu:

  1. Komponen bangunan yang kokoh tanpa memiliki tingkat porositas yang tinggi.
  2. Terdapat ventilasi udara untuk memenuhi perturakaran udara pada ruang perawatan.
  3. Tedapat pencahayaan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur. 
  4. Kelengkapan tempat tidur berupa penyediaan minimal dua stop kontak dan  alat untuk memanggil perawat pada setiap tempat tidur.
  5. Terdapat nakas per tempat tidur. 
  6. Suhu ruangan 20 sampai 26 derajat Celsius.
  7. Pembagian ruang rawat berdasarkan jenis kelamin pasien, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.
  8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal empat tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
  9. Tersedia tirai di antara tempat tidur dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung.
  10. Terdapat fasilitas kamar mandi di dalam ruang rawat.
  11. Kamar mandi harus sesuai dengan standar aksesibilitas untuk disabilitas.
  12. Terdapat outlet oksigen yang memenuhi syarat untuk jaminan keselamatan pasien.

Sebagai informasi, pelaksanaan KRIS merupakan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuannya, untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang setara bagi peserta BPJS Kesehatan.

 
Reporter: Antara