Pelemahan Ekonomi Cina dan The Fed Bayangi Pergerakan Rupiah Hari Ini

Fauza Syahputra|Katadata
Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahan pada posisi Rp.16.450 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu pagi (26/6/2024).
Penulis: Rahayu Subekti
16/7/2024, 10.03 WIB

Rupiah Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini tertekan setelah rilis pertumbuhan China kuartal II-2024. Pada awal perdagangan rupiah melemah 40 poin atau 0,24 % menjadi Rp16.210 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.170 per dolar AS.  

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan saat ini perhatian pelaku pasar bisa kembali kepada proyeksi pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS) tahun ini. Ketua The Fed Jerome Powell Kembali mengatakan tidak akan menunggu inflasi AS turun ke 2 % untuk memangkas suku bunga acuannya.

"Pasar mempersepsikan The Fed bakal memangkas suku bunganya tahun ini. Ini bisa mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya termasuk rupiah hari ini," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (16/7).  

Ariston menuturkan data indeks manufaktur di wilayah New York AS pada Juli 2024 juga menunjukkan kontraksi. Data tersebut menunjukan perlambatan yang lebih dalam dari bulan sebelumnya.

Dari dalam negeri, Ariston menyebut hasil trade balance Juni 2024 masih surplus. "Ini bisa membantu meningkatkan keyakinan pasar terhadap rupiah,” ujar Ariston.

Ariston memproyeksikan peluang penguatan rupiah hari ini berada pada kisaran Rp 16.120 hingga Rp 16.100 per dolar AS. Proyeksi tersebut dengan potensi resisten pada kisaran Rp 16.200 per dolar AS.

Dikutip dari CNBC Internasional, Powell mengindikasikan bank sentral tidak akan menunggu hingga inflasi mencapai 2 % untuk memangkas suku bunga. "Implikasinya adalah jika menunggu hingga inflasi benar-benar turun ke 2 %, mungkin sudah terlambat karena pengetatan yang dilakukan atau tingkat pengetatan yang ada masih memiliki efek yang mungkin akan mendorong inflasi di bawah 2 %," jelas Powell.  

Imbas Pelemahan Ekonomi Cina

Berbeda dengan Ariston, analis pasar mata uang Lukman Leong mengatakan rupiah hari ini diperkirakan akan tertekan terhadap dolar AS. Hal tersebut setelah data pertumbuhan ekonomi Cina serta data perdagangan Indonesia yg lebih lemah dari perkiraan yang dirilis kemarin.

"Pergerakan nilai tukar rupiah hari ini berkisar pada Rp 16.125 hingga Rp 16.225 per dolar AS," ucap Lukman.

Pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II-2024 tercatat sebesar 4,7 %, di bawah perkiraan yang sebesar 5,1 %. Nilai ini lebih kecil dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2024 yang sebesar 5,3 %.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia terus mengalami surplus hingga 50 bulan beruntun sejak Mei 2020, dengan nilai keuntungan di periode Juni 2024 sebesar 2,39 miliar dolar AS. Namun, capaian tersebut lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar sebesar 2,98 miliar dolar AS.

Lukman juga memperkirakan Bank Indonesia masih akan mempertahankan kebijakan dan memberikan statement yang sama pada hasil rapat dewan gubernur besok (17/7). Namun, kata Lukman, seiring perkembangan data ekonomi AS belakangan ini, Bank Indonesia juga berpotensi lebih lunak.

Senada dengan Lukman, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana mengatakan hari ini ada kemungkinan rupiah masih akan terdepresiasi. "Rupiah akan terdepresiasi ke level Rp 16.130 hingga Rp 16.260 per dolar AS," ujar Fikri.

Fikri mengungkapkan, aktor pendorong pergerakan nilai tukar rupiah hari ini karena adanya kenaikan elektabilitas Donald Trump. Fikri menilai hal tersebut memberikan kekuatiran inflasi A akan berada pada level tinggi setelah Trump menjabat.

Selain itu, rilis neraca perdagangan Indonesia yang surplus pada Juni 2024 juga akan mempengaruhi karena merupakan nilai terendah di tahun ini. Selain itu, pasar juga masih wait and see menjelang hasil rapat Dewan Gubernur BI. 

Reporter: Rahayu Subekti