Pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat di tengah banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja atau PHK pada tahun ini. Salah satu upayanya adalah mengevaluasi nilai jaminan kehilangan pekerjaan alias JKP.
"Yang kami monitor, JKP yang teregister melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan mengakses BPJS Ketenagakerjaan jumlahnya terlalu rendah," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/10).
Pemerintah akan memperbaiki dan mengoptimalkan program JKP agar lebih banyak yang mengaksesnya. Khususnya bagi masyarakat atau pekerja yang terdampak PHK.
Dia khawatir anggaran untuk JKP tidak terserap dengan maksimal dan pada akhirnya menggerus daya beli masyarakat. “Kalau jumlahnya rendah, anggaran yang sudah disiapkan sebesar Rp 1,2 triliun untuk menjadi bantalan mereka yang terkena PHK atau switching jobs tidak mereka nikmati,” ujar Airlangga.
Untuk itu, pemerintah memastikan saat ini tengah mengevaluasi dan merevisi nilai insentif dari program JKP. Jika insentif JKP naik, ia yakin bantalan terhadap kelas menengah akan semakin kuat.
Program lainnya juga akan dimaksimalkan, khususnya dalam bentuk bantuan sosial. “Daya beli masyarakat tentu kami jaga dengan beberapa program bantuan ekonomi, program keluarga harapan (PKH), kemudian bantuan pangan beras masih berjalan setiap dua bulan,” kata Airlangga.
Pentingnya Kelas Menengah untuk Ekonomi RI
Airlangga menyoroti pentingnya menjaga daya beli kelas menengah. Sebab, kelompok tersebut merupakan motor penggerak utama ekonomi Indonesia. “Jumlah kelas menengah itu sekitar 63% atau sekitar 185 juta orang,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kelompok kelas menengah dan menuju kelas menengah jumlahnya mencapai 66,35% dari total penduduk. Lalu nilai konsumsi pengeluarannya mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat.
Kondisi saat ini diperparah karena jumlah dan persentase penduduk kelas menengah mulai menurun pascapandemi. Kelas menengah pada 2019 mencapai 57,33 juta orang dengan persentase 21,45% dari total jumlah penduduk Indonesia. Lalu, angkanya per Maret 2024 merosot jadi 47,85 juta orang dan proporsinya tinggal 17,13%.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut penguatan daya beli perlu dilakukan agar pengeluaran kelompok kelas menengah dapat menopang perekonomian nasional. “Tidak hanya untuk kelompok miskin tapi juga kelas menengah dan menuju kelas menengah karena jika keduanya kuat, maka daya beli masyarakat secara keseluruhan akan menjadi kuat,” ujarnya.