Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Negara, Ekonom: Saatnya Kemenkeu Di-Spin Off

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing
15/10/2024, 19.07 WIB

Presiden Prabowo Subianto berencana membuat badan khusus untuk mengelola penerimaan negara. Badan Penerimaan Negara ini dikabarkan akan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah kabar tersebut. “Pak Prabowo bicara tentang Kementerian Keuangan sebagai satu kementerian,” kata Sri Mulyani setelah selesai bertemu dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Senin (14/10).

Ia juga mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Prabowo kemarin tidak membahas mengenai pembentukan BPN. “Enggak ada, enggak ada,” ucapnya.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin berpendapat kehadiran BPN dapat meringankan tugas Kementerian Keuangan. "Kemenkeu mempunyai tugas terlalu banyak. Penerimaan, perencanaan, pembiayaan, bahkan ada badan layanan umum penting di bawahnya. Sudah saatnya Kemenkeu di-spin off," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (15/10). 

Harapannya, pendirian badan tersebut tidak mendadak. "Akan efektif jika prosesnya dilakukan secara gradual dan sistematis," kata Wijayanto. Lalu, pemimpin BPN sebaiknya berintegritas dan tegas. 

Perencanaan Matang Menentukan Hasil

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pembentukan BPN harus dilakukan secara matang karena akan menentukan hasil yang efektif atau tidak. 

“Memang ada negara yang berhasil terutama dalam meningkatkan rasio pajaknya ketika memisahkan badan otonomi khusus yang mengelola penerimaan negara dan kementerian keuangan,” kata Yusuf.

Negara yang sudah menerapkan otoritas pajak dengan model seperti semiotonom yaitu Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, hingga Australia. Meskipun begitu, potensi kegagalan juga tetap ada.

“Kegagalan ini termasuk di dalamnya tidak adanya batas yang jelas dari sifat otonom badan penerimaan negara dengan Kementerian Keuangan,” ujar Yusuf.

Untuk itu, perencanaan matang termasuk di dalamnya dukungan komitmen politik dalam jangka panjang juga tidak kalah penting diperhatikan untuk menjawab tantangan dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN.

“Apakah BPN akan memberikan dampak positif untuk penerimaan negara terutama pajak dalam jangka menengah hingga panjang?” kata Yusuf.

Butuh Revisi Aturan

Untuk memisahkan Ditjen Bea Cukai dan Pajak dibutuhkan revisi Undang-undang Keuangan Negara. Yusuf mengatakan perlu penyesuaian undang-undang yang secara khusus diperuntukkan untuk tupoksi dari kerja BPN.

“Undang-undang akan menjadi semacam komitmen politik terutama dalam jangka menengah hingga panjang agar pembentukan badan ini tidak hanya berhenti pada satu pemerintahan saja namun tetap bisa berlanjut ke pemerintahan berikutnya,” ujar Yusuf.

Revisi tersebut tidak perlu dilakukan secara drastis, misalnya soal batasan defisit anggaran atau rasio utang. “Saya kira hal-hal ini tetap dipertahankan tanpa harus diubah meskipun nanti akan ada badan penerimaan negara tersendiri,” kata Yusuf.

Di sisi lain, Wijayanto menambahkan revisi undang-undang juga perlu dilakukan. “Ini perlu waktu. Secara paralel persiapan organisasi dilakukan bersamaan dengan persiapan payung hukum,” ujar Yusuf.

Rencana BPN Dongkrak Penerimaan Negara

Prabowo berencana menggejot penerimaan negara dalam pemerintahannya. Salah satunya melalui pembentukan BPN, yang sudah disampaikannya saat kampanye Pilpres 2024. 

Berkaitan hal tersebut, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Anggawira optimistis upaya tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara. "Kan ada badan penerimaan, kami tambal yang bocor-bocor," kata Anggawira pada akhir Juli lalu.

Pembentukan badan tersebut belum dapat dipastikan apakah akan dibentuk pada periode pertama pemerintahan Prabowo.  "Disiapkan, tapi kan apakah di tengah periode ini ada badan atau tidak, karena sumber dayanya dari Kementerian Keuangan," ujarnya.

Pembentukan BPN bertujuan untuk memusatkan pendapatan negara dari sektor pajak, nonpajak, dan bea cukai lewat satu pintu. Rencana ini masuk dalam program prioritas Prabowo-Gibran untuk mendongkrak rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 10% menjadi 23%.

Reporter: Rahayu Subekti