Sri Mulyani Janji Penarikan Utang pada 2025 Dilakukan dengan Hati-hati

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024).
Penulis: Rahayu Subekti
10/12/2024, 20.42 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji akan berhati-hati dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025, termasuk penarikan utang.

“Dalam kondisi global yang terus dinamis, pembiayaan, defisit akan dilakukan secara hati-hati dengan terus meningkatkan kredibilitas, sustainabilitas, dan kesehatan APBN. Dengan begitu, biaya dari defisit dapat terus ditekan,” kata Sri Mulyani di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (10/12).

Bendahara negara itu memastikan APBN 2025 dirancang dengan defisit Rp 616,2 triliun atau maksimal 2,53% dari Produk Domestik Bruto alias PDB.

Perempuan yang kerap disapa Ani itu mengatakan akan terus menggunakan pembiayaan, termasuk memperkuat Sovereign Wealth Fund atau SWF.

Prabowo Akan Tarik Utang Rp 775,9 Triliun pada 2025

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 201 Tahun 2024 tentang rincian APBN 2025. Dalam beleid ini, Presiden Prabowo Subianto menetapkan penarikan utang baru pada 2025 untuk menutup defisit Rp 616,18 triliun.

“Pergeseran rincian pembiayaan anggaran dan penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,” tulis Pasal 7 Perpres Nomor 201 Tahun 2024.

Berdasarkan Lampiran VII Perpres Nomor 201 Tahun 2024, pemerintah berencana menarik utang baru Rp 775,86 triliun tahun depan. Penarikan utang ini naik 19,71% jika dibandingkan target 2024 Rp 648,1 triliun.

Penarikan utang baru itu terdiri dari Surat Berharga Negara atau SBN neto Rp 642,56 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan target penerbitan SBN pada 2024 Rp 666,4 triliun.

Pembiayaan utang juga akan dilakukan melalui pinjaman. Pemerintah menargetkan pinjaman dalam negeri secara neto mencapai Rp 133,3 triliun pada 2025 atau naik dibandingkan tahun ini Rp 18,4 triliun.

Sementara itu, pinjaman luar negeri secara neto Rp 128,13 triliun, yang terdiri dari:

  • Pinjaman tunai Rp 80 triliun
  • Pinjaman kegiatan Rp 125,52 triliun untuk kementerian/lembaga pusat
  • Hibah Rp 1,59 triliun untuk kegiatan yang diteruskan
  • Pinjaman kepada BUMN atau pemerintah daerah Rp 9,3 triliun
  • Dikurangi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 88,36 triliun

Lampiran tersebut juga memerinci total pembiayaan utang yang akan dikurangi untuk keperluan pembiayaan investasi Rp 154,5 triliun. Begitu juga untuk pemberian pinjaman Rp 5,44 triliun dan tambahan dari pembiayaan lain berupa hasil pengelolaan aset Rp 262 miliar.

Reporter: Rahayu Subekti