The spicy island adalah julukan Maluku yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di Indonesia. Sebelum masa penjajahan, Maluku menjadi poros perdagangan rempah dunia dengan cengkeh dan pala sebagai barang dagangan utama.
Awalnya, cengkeh hanya tumbuh di lima pulau kecil di Kepulauan Maluku, yaitu Bacan, Makian, Moti, Ternate dan Tidore. Kemudian, tanaman ini menyebar ke beberapa wilayah di Kepulauan Maluku. Pohon cengkeh atau syzygium aromaticum adalah kuncup bunga kering beraroma.
Bagi masyarakat Indonesia, cengkeh biasanya digunakan sebagai bumbu masakan dan bahan utama rokok kretek. La Yapi (52), pria asal Buton, Sulawesi Tenggara, melihat cengkeh lebih dari itu, bisa digunakan sebagai bahan dasar minyak atsiri atau minyak esensial.
Manfaat dari minyak atsiri berbahan cengkeh ini antara lain sebagai obat gosok serta mampu meredakan nyeri akibat rematik dan sakit gigi. Selain itu, limbah cengkeh sisa penyulingan masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pestisida organik.
Melimpahnya cengkeh menjadi berkah bagi La Yapi ketika pandemi Covid-19 melanda dunia. Di saat sejumlah sektor usaha terganggu, usahanya malah semakin menanjak, terutama ketika gelombang kedua Covid-19 pada Juli lalu. Konsumen banyak didominasi dari usaha spa karena wangi aromanya.
La Yapi ingin mengembangkan produknya dan menjualnya dengan merek sendiri serta bisa memasok ke pertokoan di Ambon. Selama ini, ia mensuplai ke perorangan dan lebih banyak menjual secara curah karena mereknya belum mendapat izin dari Kemenkumham serta pengujian di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) daerah.
Foto dan teks : Galih Pradipta
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
Foto udara perkebunan cengkeh di Kawasan Maluku Tengah, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Melimpahnya cengkeh menjadi berkah bagi La Yapi ketika pandemi COVID-19 melanda dunia. Disaat sejumlah sektor usaha terganggu, justru tak berdampak pada usaha La Yapi. Permintaan minyak atsiri semakin tinggi, terutama ketika gelombang kedua COVID-19 pada Juli lalu.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
La Yapi (52) berbincang dengan petani cengkeh di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku. The spicy island adalah julukan Maluku yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di Indonesia. Sebelum masa penjajahan, Maluku menjadi poros perdagangan rempah dunia dengan cengkeh dan pala sebagai barang dagangan utama.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
La Yapi (52) menunjukkan cengkeh kering yang siap diolah menjadi minyak atsiri cengkeh di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
La Yapi (52) memasukkan cengkeh kering ke dalam ketel di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
Ketel tradisional yang terbuat daru kayu sudah tidak digunakan lagi di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
La Yapi (52) memasang alat pendingin ketel di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
La Yapi (52) memasang alat pendingin ketel di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
Petani menunjukkan minyak cengkeh yang telah dipisahkan dengan air di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
Botol kemasan minyak atsiri disiapkan di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
ANTARAFOTO/Galih Pradipta
Pekerja menyelesaikan proses pengemasan minyak atsiri cengkeh yang siap dipasarkan di Dusun Kranjang, Desa Wayame, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.