Dalam kurun waktu enam bulan terakhir ratusan nelayan di Kampung Nelayan, Kalibaru, Cilincing, Jakarta, mengalami penurunan pendapatan. Hasil tangkapannya tak menentu dan harga jualnya merosot.
Kini tekanan untuk para nelayang semakin besar. Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter per 3 September lalu.
Jono dan Bagong, dua nelayan asal Cirebon, mengaku kondisi ekonominya sedang sulit selama lima bulan terakhir ini. "Harga solar naik di saat harga rajungan turun. Kami mau kirim apa ke kampung?" kata Bagong, Jumat (9/9).
Kenaikkan harga BBM menyulitkan dirinya dan rekan seprofesi untuk berlayar. Mereka mengalami penurunan pendapatan hingga 50% bahkan lebih. "Biasanya kami jual per-kilogram bisa Rp 60 ribu. Tapi sekarang hanya Rp. 20 ribu, kadang Rp 14 ribu," ucap Jono.
Ia sering sering mengutang untuk membeli bahan bakar Solar agar tetap bisa berlayar, "Nanti hasil tangkapannya kita jual lagi. Paling sisa buat makan dan rokok kita berdua saja," katanya.
Di sudut jalan nampak antrean becak-becak membawa belasan jerigen yang hendak mengisi Solar untuk kebutuhan para nelayan setempat. Sejak harga BBM naik permintaan sewa becak meningkat.
Pasalnya, para nelayan tidak sanggup apabila harus mengisi langsung menggunakan perahu. "Bisa tekor, mending sewa becak," kata Bagong.
Hingga saat ini para nelayan masih bertahan di tengah kesulitan. Tidak sedikit di antara mereka memilih untuk pulang ke kampung halaman karena tidak menentunya hasil tangkapan.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan beristirahat diatas perahu di Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan beristirahat diatas perahu di Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Jono (kiri) dan Bagong (kanan) salah satu nelayan beristirahat diatas perahu usai menghitung hasil tangkapannya di Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan antre saat mengisi bahan bakar di SPBU Kampung Nelayan Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Sejak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, permintaan nelayan menyewa becak untuk mengisi bahan bakar solar meningkat, lantaran biaya operasional membengkak apabila menggunakan perahu.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Suasana antrean pengisian bahan bakar di SPBU Kampung Nelayan Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Sejak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, permintaan nelayan menyewa becak untuk mengisi bahan bakar solar meningkat, lantaran biaya operasional membengkak apabila menggunakan perahu.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan beristirahat diatas perahu di Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan beraktivitas diatas perahu di Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Perahu-perahu milik nelayan bersandar di Kampung Nelayan Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan menyandarkan perahu di Kampung Nelayan Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Nelayan menyandarkan perahu di Kampung Nelayan Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah nelayan beristirahat diatas perahu di Kalibaru, Cilincing, Jakarta, Jumat (9/9). Para nelayan asal Cirebon yang mayoritas merupakan pencari, rajungan, ikan dan cumi-cumi tersebut keluhkan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, lantaran biaya operasional untuk melaut membengkak, sementara hasil tangkapan tidak pasti dan harga jual saat ini sedang menurun.