Tiga Persiapan untuk Beralih ke Bensin Rendah Emisi Euro IV

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
SPBU di kawasan Jakarta Pusat (09/08). PT Pertamina membuat peraturan baru dimana melarang untuk para konsumen membeli bahan bakar minyak di SPBU untuk dijual kembali demi mendapatkan keuntungan. Larangan masyarakat tidak boleh membeli BBM jenis apa pun untuk dijual kembali sudah diatur oleh UU No. 22/2001 tentang Migas.
Penulis: Alloysius Joko Purwanto
17/3/2021, 16.09 WIB

Green fuels ini dapat dicampur langsung dengan bahan bakar diesel maupun bensin. Selain itu, produksi serta distribusi bahan bakar ini bisa dengan menggunakan infrastruktur bahan bakar yang ada.

Berbeda dengan BBN tradisional, seperti biodiesel dan bioethanol, penggunaan green fuels sama sekali tidak memerlukan adaptasi mesin kendaraan sehingga mudah untuk diimplementasikan, bahkan untuk campuran dengan kadar sulfur sangat tinggi.

Penelitian dari European Commission Joint Research Centre terbit tahun 2019 menunjukkan kecocokan secara emisi dalam penggunaan green fuels pada BBM berkadar sulfur rendah, yaitu Euro VI. Ini artinya penggunaan green fuels tidak akan menimbulkan masalah saat dicampur dengan BBM Euro IV.

Namun, pilihan green diesel harus benar-benar serius diperhitungkan saat Indonesia sepenuhnya beralih ke BBM berstandar Euro IV, karena harga BBN ini diperkirakan cukup tinggi. Awal 2019, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu, Ignatius Jonan, dalam suatu forum diskusi, mengungkapkan bahwa harga green diesel bisa Rp 14.000 per liter, sekitar dua kali dari rata-rata harga diesel sekarang.

Untuk mencapai skala ekonomis produksi sekaligus menciptakan pasar, maka ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah.

Pertama, memberlakukan program wajib pencampuran green fuel dengan BBM konvensional dengan persentase yang sangat rendah agar harga jual tidak terlalu mahal dan sesuai dengan kapasitas produksi green fuel yang masih terbatas.

Kedua, menjual BBM berkadar green fuel tinggi sebagai bahan bakar alternatif atau tidak wajib di SPBU yang akan menciptakan permintaan, terutama dari konsumen yang memiliki daya beli yang tinggi.

3) Memperhatikan Keberlangsungan Industri Biodiesel

Kebijakan pencampuran wajib biodiesel dengan BBM diesel seperti program B30 telah menciptakan industri biodiesel. Pemerintah selayaknya mempertahankan industri ini terutama dengan peralihan ke BBM diesel Euro IV yang tidak cocok dicampurkan dengan biodiesel.

Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjalin kerja sama dengan industri otomotif untuk mempersiapkan produksi kendaraan flexy engine berbasis diesel, yaitu kendaraan yang dapat menggunakan biodiesel baik campuran rendah maupun sangat tinggi, untuk terus menciptakan permintaan atas biodiesel.

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang pajak penjualan atas barang mewah sudah mengatur tentang kendaraan jenis ini sebagai kategori kendaraan ramah lingkungan yang dikenai tarif pajak rendah. Dengan beredarnya jenis kendaraan tersebut di pasaran, biodiesel berbasis sawit berkadar tinggi dapat dijual di SPBU, sehingga industri biodiesel tidak kehilangan pasar.

Pada akhirnya, harga yang tinggi bukanlah satu-satunya kendala bagi Indonesia untuk beralih ke BBM berstandar Euro IV. Keinginan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati juga harus menjadi faktor yang diperhitungkan.

Ketiga langkah yang diajukan dalam tulisan ini akan mendukung sinkronisasi antara kedua tujuan tersebut.

Halaman:
Alloysius Joko Purwanto
Transport & Energy Economist, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.