Ragam Pangan Lokal Nusantara

Ilustrator/Joshua
Direktur Program Yayasan KEHATI Rony Megawanto
Penulis: Rony Megawanto
Editor: Yuliawati
15/4/2021, 10.29 WIB

Akademisi telah lebih dahulu memberikan dukungan dengan penelitian-penelitian yang menunjukan bahwa kandungan gizi ragam pangan lokal nusantara tidak jauh berbeda dengan nasi. Sorgum, misalnya, memiliki kandungan nutrisi yang lengkap sehingga dijuluki super food.

Salah satu bukti nyata betapa sehatnya konsumsi ragam pangan lokal adalah masyarakat adat Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.  Menurut Arif (2019), masyarakat adat Boti mempraktekkan pola pertanian dan pola konsumsi ragam pangan lokal seperti jewawut, sorgum, jagung lokal, pisang, padi lokal, dan sebagainya. 

Hasilnya, tidak ada kasus stunting di desa adat Boti, sementara Kabupaten Timor Tengah Selatan menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat stunting tertinggi di Indonesia.

Sebenarnya beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan konsumsi beras per kapita, tapi sayangnya pangan penggantinya adalah gandum yang tidak bisa di tanam di lahan-lahan pertanian Indonesia.  Gandum harus diimpor dari negara-negara penghasil gandum, seperti Australia, Ukraina, Kanada, Amerika, dan lainnya.  

Keragaman pangan yang dimaksud tentu bukan dari komoditas impor, tapi dari komoditas pertanian dalam negeri. Sebagai negara mega-biodiversitas yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setidaknya terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan yang dimiliki Indonesia.

PEKARANGAN PANGAN LESTARI UNTUK KETAHANAN PANGAN (ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/hp.)

Dari sisi penawaran, pertanian perlu kembali ke konsep awal bercocok-tanam yaitu menanam tanaman yang cocok secara budaya dan cocok secara ekologi.  Kecocokan antara budaya lokal dengan komoditas tanaman akan menjamin keberlanjutan usaha pertanian.  Dengan kecocokan budaya, masyarakat lokal akan memuliakan lahan pertanian mereka dengan sepenuh hati.  Karena itu pertanian dalam bahasa Inggris adalah agri-culture di mana culture dalam hal ini adalah budaya.  

Pemilihan komoditas pertanian juga perlu mempertimbangan kecocokannya dengan kondisi ekologi dan klimatologi.  Padi dapat tumbuh optimal di lahan subur dengan sumber air yang memadai, sorgum cocok di lahan kering nan gersang, sagu bisa tumbuh dengan baik di lahan gambut, dan kecocokan komoditas pertanian lainnya. 

Ketidakcocokkan antara jenis komoditas pertanian dengan kondisi ekologinya akan menyebabkan pertumbuhan dan hasil panen yang tidak optimal.  Kalau terpaksa dilakukan, membutuhkan biaya input yang sangat besar.

Input pertanian dapat berupa pembangunan infrastruktur irigasi, penyediaan pupuk kimia, pestisida, insektisida, dan sebagainya.  Sebagai catatan, input pertanian dari bahan kimia memunculkan masalah kesehatan ekologi yang berdampak pada hasil panen itu sendiri dalam jangka panjang. 

Penggunaan bahan kimia dalam usaha pertanian juga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Karena itu pertanian organik perlu digalakkan sedemikian rupa sehingga para petani terbiasa mengolah lahan pertanian tanpa input bahan kimia.  Perlu waktu, tapi bisa dilakukan secara bertahap.

Di antara sisi permintaan dan penawaran, terdapat elemen yang tidak kalah penting dalam sistem pangan, yaitu distribusi.  Jarak antara pusat produksi dan konsumen perlu dibuat sependek mungkin agar biaya distribusi bisa rendah dan kualitas pangan tetap terjaga. 

Jarak tempuh yang jauh menghasilkan jejak karbon (carbon footprint) besar yang berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim.  Jarak yang jauh juga meningkatkan buangan makanan yang tercecer selama dalam perjalanan. Dengan demikian, solusi terbaik adalah pengembangan pangan lokal di mana hasil panen suatu daerah sebagian besar dikonsumsi oleh daerah tersebut.  Kelebihan produksi baru dikirim ke daerah lain.

Transformasi sistem pangan berbasis ragam pangan lokal nusantara sudah saatnya menjadi perhatian bersama.  Karena bagaimanapun, kata bung Karno, pangan adalah soal hidup matinya sebuah bangsa.

Halaman:
Rony Megawanto
Direktur Program Yayasan KEHATI

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.