Pembenahan Layanan BPJS Kesehatan yang Membuat Resah

Jakub Jirsak/123rf
Penulis: Safrezi Fitra
11/1/2019, 09.21 WIB

Kepala bidang advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar memperkirakan lebih dari 1 juta peserta JKN terancam tidak bisa mendapatkan layanan BPJS Kesehatan secara maksimal. Ini akibat dari langkah tegas BPJS Kesehatan dalam membenahi kontrak kerja sama dengan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.

Dari 92 rumah sakit yang diputus kontrak oleh BPJS Kesehatan, sebanyak 65 diantaranya karena gagal akreditasi. Timboel mengasumsikan satu rumah sakit memiliki 50 kamar perawatan, sehingga total dari 65 rumah sakit mencapai 3.250 kamar. Jika satu kamar berisi tiga orang, kemungkinan akan ada 9.750 orang peserta BPJS Kesehatan yang bisa terdampak.

Dengan asumsi masa perawatan satu orang sekitar tiga hari dan kamar-kamar hanya terisi 80%, maka dalam satu tahun sebanyak 949 ribu orang akan terdampak kebijakan tegas ini. "Kalau saya sih menghitung secara kasar satu jutaan pasien bisa (terdampak) satu tahun," ujarnya seperti dikutip BBC News Indonesia, Senin (7/1). Angka ini belum termasuk jumlah rumah sakit yang tidak memenuhi syarat kredensialing lain di luar akreditasi.

Akibat permasalahan ini, Komisi IX DPR pun memanggil Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu (9/1). Ketua Komisi IX Dede Yusuf menyatakan pada dasarnya komisi kesehatan mendukung peningkatan mutu pelayanan melalui akredensial ini. Namun, dia meminta proses ini dilakukan dengan cepat, sehingga dampaknya tidak terlalu lama pada pelayanan BPJS Kesehatan.

(Baca: Proses Akreditasi, Rumah Sakit Tetap Harus Layani Pasien JKN-KIS)

Akhirnya, kekhawatiran masyarakat terjawab. BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan sepakat memperpanjang kerja sama dengan rumah sakit yang belum memenuhi persyaratan kredensial, terutama akreditasi. Dengan begitu, rumah sakit tersebut tetap dapat memberikan pelayanan bagi peserta JKN-KIS.

Namun, ada syaratnya. Rumah sakit yang belum melaksanakan akreditasi wajib melakukan pembenahan dan perbaikan terkait kredensialing ini sebelum Juni 2019. Memang prosesnya tidak mudah dan perlu biaya. Untuk mendapatkan sertifikat akreditasi saja, rumah sakit harus mengeluarkan dana sekitar Rp 80 juta.

"Kami berharap rumah sakit bisa memanfaatkan toleransi yang diberikan pemerintah tersebut untuk segera menyelesaikan akreditasinya," ujar Fachmi.

Dengan adanya pelonggaran waktu ini, Fachmi meminta masyarakat tidak perlu khawatir lagi dengan pelayanan BPJS Kesehatan di rumah sakit. Dia menegaskan bahwa pasien JKN tetap bisa berkunjung ke rumah sakit dan memperoleh pelayanan kesehatan dengan normal seperti biasanya.

(Baca juga: Resep Baru Pemerintah Mengobati Defisit BPJS Kesehatan)

(BPJS Kesehatan)
Halaman: