Polemik Kotak Kardus Pemilu 2019

ra2studio/123rf
Penulis: Safrezi Fitra
19/12/2018, 09.26 WIB

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan kotak suara berbahan kardus dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 menuai perdebatan. Kotak suara itu dinilai tidak kuat dan membuka potensi terjadinya kecurangan dalam Pemilu. Padahal, kotak suara jenis ini sudah digunakan sejak lima tahun lalu dan sudah disetujui oleh pemerintah dan parlemen.

Polemik ini bermula dari adanya masalah kotak suara yang dikirimkan ke beberapa wilayah.  Sebanyak 70 kotak suara yang diterima KPU Bantul, Jawa Tengah, rusak terkena basah saat pengiriman beberapa hari lalu. Sebelumnya, 11 Desember 2018, sebanyak 2.065 unit kotak suara dan 110 bilik suara juga rusak karena terkena banjir di Badung, Bali.

Pihak pendukung pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mempermasalahkannya. Saat Rapat Pleno Rekapitulasi DPTHP-2, Sabtu (15/12), Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mempertanyakan langkah KPU yang akan menggunakan kotak suara berbahan kardus. Ia meragukan kekuatan material kotak suara tersebut yang mudah hancur terkena air dan menyebabkan kerusakan surat suara.

(Baca: BPPT: Indonesia Bisa Jalankan Pemilu Elektronik pada 2024)

Bahkan, Sandiaga Uno menyebut dengan menggunakan kotak suara kardus, potensi kecurangan menjadi terbuka. "Ada potensi-potensi kecurangan, potensi kesulitan yang dihadapi karena perangkat yang mendukung Pemilu 2019 ini atau kotak suaranya kemungkinan dalam keadaan tidak prima atau optimal," kata Sandi di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Senin (17/12).

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritisi kebijakan KPU yang akan menggunakan kotak suara berbahan kardus di Pemilu 2019. Kredibilitas pelaksanaan pemilu pun diragukan. Hal ini semakin menambah keraguan masyarakat mengenai kredibilitas pemilu mendatang. “Saat ini kan marak ancaman Pemilu 2019 berlangsung tidak adil. Mulai dari tercecernya KTP elektronik hingga daftar pemilih yang juga masih bermasalah," kata anggota BPN Prabowo-Sandi, Chusni Mubarok dikutip Antara, Sabtu (15/12).

Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik (kiri) dan Pramono Ubaid Tanthowi (kanan) menunjukan kotak suara bermaterial kardus dan transparan di Kantor KPU Pusat, di Jakarta, Jumat (14/12/2018). Pengadaan kotak suara bermaterial kardus itu mampu menghemat setengah anggaran dari pembelian kotak suara transparan bermaterial plastik yang akan digunakan dalam Pemilu serentak pada tahun 2019. (ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd)

KPU pun menjawab kritikan tersebut. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan seharusnya kritikan ini disampaikan lima tahun lalu, bukan sekarang. “Kok masih tidak percaya. Ini sudah 4 kali pemilu dipakai. Kotak seperti itu digunakan di banyak penyelenggaraan pemilu oleh negara yang saya datangi.”

Kotak suara berbahan kardus sudah digunakan sebagian pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014. Selanjutnya, digunakan pada pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015, 2016, 2017, dan 2018. Saat itu kotak suara kardus digunakan untuk mengganti kotak suara kaleng atau aluminium yang hilang dan rusak.

Arief menjamin kualitas kotak suara kardus tak kalah bagus dengan yang berbahan aluminium. Ini dibuktikannya dengan menyemprotkan air ke kotak suara tersebut, tapi tak ada sedikit pun yang rusak. Dalam hal kekuatan, dia menduduki kotak suara tersebut dan terbukti tidak patah. Kotak suara berbahan kardus mampu menahan beban hingga 80 kilogram. Sementara beban dokumen surat suara yang ditampung di setiap kotak suara maksimal hanya 3-4 kilogram.

(Baca: Gunakan Kotak Karton, KPU Ingin Hemat Biaya Pemilu)

Selain itu, kotak suara berbahan kardus bisa menghemat anggaran penyelenggaraan Pemilu. Kebutuhan kotak suara untuk Pemilu 2019 mencapai 4,06 juta unit dan bilik suaranya sebanyak 2,12 unit. Harga satuan kotak suara senilai Rp 57.500 hingga Rp 62.500 per buah, sudah termasuk biaya pengiriman ke seluruh daerah di Pulau Jawa. Dengan harga yang cukup murah ini, KPU hanya membelanjakan 29,97% anggaran untuk penyediaan kotak suara dan 30,5% untuk bilik suara.

(Katadata)

Penggantian kotak suara merupakan amanat dari Undang-Undang Pemilihan Umum Tahun 2017. Dalam pasal 341 disebutkan perlengkapan kotak suara harus bersifat transparan. Artinya surat suara yang masuk harus bisa terlihat dari luar. KPU berpendapat kotak suara berbahan aluminium tidak sesuai dengan aturan tersebut, karena tertutup di semua sisinya.

Makanya, KPU mengajukan dua bahan alternatif, yakni plastik dan kardus. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR, pemerintah dan Bawaslu, KPU mengusulkan kotak suara dengan bahan karton duplex (kardus) yang kedap air. Usulan ini dituangkan dalam draft Peraturan KPU. Saat itu tidak ada satu pun fraksi yang menyatakan keberatan atau protes. Begitu pula dengan pemerintah.

Menurut Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi, penggunaan bahan tersebut sudah disetujui semua fraksi di Komisi II. "Komposisi pimpinan Komisi II DPR terdiri dari Golkar, PKB, Gerindra, PKS dan Demokrat," ujarnya. (Baca: DPR Setujui Penggunaan Kotak Suara Pemilu dari Kardus)

Draf PKPU yang telah disetujui di rapat tersebut kemudian diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan. Di Kemenkumham juga tidak ada koreksi, sehingga kemudian disahkan PKPU Nomor 15/2018 pada 24 Maret 2018. Pasal 7 PKPU tersebut mengatur kotak suara menggunakan bahan karton kedap air yang transparan pada salah satu sisinya.

Polemik kotak suara kardus ini sampai memicu komentar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia tidak mempermasalahkan dan memastikan kotak suara dari kardus masih aman digunakan. Menurutnya, kotak suara kaleng atau aluminium lebih sulit dan membutuhkan ruang yang besar dalam hal penyimpanan. Berbeda dengan kardus yang bisa dilipat lebih ramping.

Makanya, saat ini kotak suara berbahan kardus sudah banyak digunakan di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Argentina. "Itu jangan lupa, (keputusan kotak suara kardus) telah disetujui masing-masing pihak di DPR, partai-partai kan setuju," ujarnya di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (18/12).

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun tidak mempermasalahkan kotak suara kardus KPU. Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin meminta polemik ini tidak perlu diperpanjang. "Ini adalah diskursus lama yang juga ada dalam pilkada dan pemilu sebelumnya. Jadi, mari kita sama-sama menempatkan diskusi pada porsi masing-masing," ujar Afif di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/12).

Sementara, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai perdebatan soal logistik pemilu ini sengaja dimainkan oleh para politisi. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini meminta masyarakat tidak terpancing dengan polemik ini. Sebab, hal ini sudah disepakati oleh seluruh partai di DPR, termasuk partai oposisi.

Seharusnya KPU bisa menjelaskan hal ini kepada publik secara sistematis. "Sehingga publik tak dibawa ke spekulasi dan juga informasi yang sifatnya menyesatkan,” ujarnya. Menurutnya yang perlu diperhatikan saat ini bagaimana sistem pengawasan dan pengamanan yang dilakukan oleh KPU.

(Baca: Distribusi Alat Peraga Pemilu Belum Menyeluruh, Bawaslu Tegur KPU)