Mewaspadai Ancaman Krisis Ekonomi Panjang Imbas Pandemi Corona

123RF.com/alphaspirit
Penulis: Agustiyanti
22/4/2020, 06.00 WIB

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menjelaskan kondisi saat ini masih menunjukkan awal atau tanda-tanda menuju krisis. Dampak paling signifikan pandemi virus corona diperkirakan terlihat pada kondisi ekonomi kuartal kedua.

“Ini masa yang sulit dan kita belum tahu akan sesulit apa pada akhirnya. Kami harapkan kuartal dua ini menjadi kondisi terburuk dan ekonomi membaik mulai kuartal ketiga,” ujar Febrio.

Kendati demikian, pemulihan ekonomi akan sangat bergantung pada penyelesaian pandemi corona. Di Indonesia, kasus positif Covid-19 pada Senin (20/4) bertambah 375 orang menjadi total 7.135 Jumlah kematian bertambah 26 orang menjadi 616 orang, sementara pasien sembuh bertambah 95 menjadi 842 orang.

“Kita belum tahu bagaimana ke depan. Penekanan jumlah kasus juga akan bergantung pada hasil penerapan pembatasan sosial berskala besar,” katanya. Pertambahan kasus Covid-19 di Indonesia secara perinci dapat dilihat dalam Databoks di bawah ini. 

Pemerintah saat ini menggunakan skenario berat dampak pandemi corona dalam memproyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 yakni 2,3 %. Proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi ini turun drastis dari target dalam APBN 2020 mencapai 5,3 %. Meski demikian, menurut Febrio, masih terdapat risiko pertumbuhan ekonomi turun ke angka yang lebih rendah.

“Kita melihat padaa 2021 akan rebound, tetapi juga belum tahu akan rebound seperti apa karena sangat tergantung pada apa yang terjadi tahun ini. Apakah bisa menahan di 2,3 % atau lebih rendah dari itu,” kata Febrio.

Lebih Siap Hadapi Krisis

Febrio menjelaskan, pemerintah hampir tak pernah siap saat harus menghadapi krisis ekonomi sebelumnya. Namun saat ini, sejumlah langkah dan stimulus telah disiapkan untuk menghadapi krisis yang sudah tampak di depan mata. “Kita sudah melihat krisis di depan mata, dengan tingkat kepastian sangat tinggi dan tahu dampak sebesar apa,” ujar Febrio.

Salah satu langkah utama pemerintah adalah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini memberikan keleluasan pemerintah dalam mengambil langkah cepat untuk menangani Covid-19 dan dampaknya.

Hal yang diatur mencakup kebijakan keuangan negara dan sektor keuangan. Kebijakan keuangan negara terkait pelonggaran defisit APBN hingga keleluasaan realokasi anggaran.

Sementara kebijakan sektor keuangan mencakup perluasan kewenangan komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) dan upaya memperkuat OJK dan LPS dalam mencegah risiko stabilitas sistem keuangan. “Kami belajar dari pengalaman 1998 dan 2008 sehingga pemerintah lebih siap mengantisipasi dampak ekonomi. Harapannya tidak ada krisis di sektor keuangan,” kata dia.

(Baca: Pernyataan Lengkap Jokowi soal Perppu Penyelamatan Ekonomi dari Corona)

Pemerintah juga telah menggelontorkan stimulus dalam tiga tahap. Total stimulus tahap pertama mencapai Rp 8,5 triliun, tahap kedua Rp 22,5 triliun, dan tahap ketiga Rp 405,1 triliun. Stimulus ini diharapkan dapat menghindarkan Indonesia dari resesi ekonomi yang terlalu dalam.

“Namun terus terang kami juga ragu itu cukup. Pemerintah akan siap-siap kalau tidak cukup, apa yang harus dilakukan. Tanda-tanda yang kami lihat agak mengkhawatirkan,” katanya.

Seiring kebutuhan anggaran stimulus yang lebih besar, pemerintah masih mempelajari anggaran yang masih berpotensi untuk dipangkas. Sebelumnya pemerintah melakukan perubahan APBN melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020.

(Baca: Tantangan Berat Atasi Gelombang Pengangguran Akibat Corona)

Dalam Perpres tersebut, belanja negara dihemat sebesar Rp 190 triliun dan merealokasi belanja Rp 54,6 triliun. Selain itu, pemerintah juga menambah belanja untuk penanganan Covid-19.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyarankan pemerintah dapat memangkas kembali anggaran perjalanan dinas PNS. “Anggaran perjalanan dinas bisa dipangkas lagi, setelah dipotong dari Rp 43 triliun menjadi Rp 25 triliun,” kata Chatib dalam konferensi video, Selasa (21/4).

Selain dari perjalanan dinas, pemerintah dapat memotong lebih besar anggaran belanja modal fisik. Ini terutama dilakukan pada pos belanja pembangunan infrastruktur yang aktivitasnya dapat dilakukan tahun depan. Dengan begitu, pemerintah bisa memfokuskan belanja kepada tiga hal utama: kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan untuk dunia usaha guna mencegah pemutusan hubungan kerja.

Halaman: