Ancang-ancang Menghadapi Bank Gagal Akibat Pandemi Corona

123rf/ Andriy Popov
Ilustrasi. Perbankan terkena imbas pandemi corona.
Penulis: Agustiyanti
17/5/2020, 06.00 WIB

Ada yang berbeda dari konferensi pers komite stabilitas sistem keuangan yang digelar pada pekan ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga menjabat sebagai Koordinator KSSK tak langsung mengumumkan bahwa stabilitas sistem keuangan aman dan terjaga seperti konferensi pers lazimnya setiap kuartal.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia baru memberikan jawaban kondisi stabilitas sistem keuangan pada kuartal pertama 2020 setelah memperoleh pertanyaan dari wartawan. “Sampai dengan akhir Maret lalu memang kondisi sangat waspada. Dari hampir seluruh indikator yang ada di dalam masing-masing anggota KSSK,” ujar Sri Mulyani awal pekan ini.

Kondisi ini, menurut Sri Mulyani, dibahas dalam rapat kabinet dan kemudian menjadi landasan pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 terkait kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona.

Perppu tersebut antara lain menambah kewenangan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk memastikan stabilitas sistem keuangan. “Karena memang ada tantangan yang besar di seluruh dunia, tetapi setiap negara melakukan respons masing-masing,” ujarnya.

(Baca: KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan dalam Status Waspada akibat Covid-19)

Menurut Sri Mulyani, sempat terjadi kegentingan yang tinggi pada pasar keuangan di Maret. Arus modal asing yang keluar pada Januari-Maret mencapai Rp 145,28 triliun. Ini lebih besar dibandingkan dengan periode krisis keuangan global 2008 dan taper tantrum 2013 yang masih mencatatkan modal asing masuk Rp 69,9 triliun dan Rp 36 triliun.

Indeks harga saham gabungan sempat jatuh hingga di bawah level 4.000. Nilai tukar rupiah juga merosot tajam bahkan menyentuh 16.575 per dolar Amerika Serikat, nyaris melewati level terendah rupiah pada krisis 1998 senilai 16.650 meski dengan volatilitas yang berbeda.

Walaupun tekanan di pasar keuangan sudah mulai mereda sejak April lalu, Sri Mulyani memastikan pihaknya tetap waspada dalam melihat kondisi stabilitas sistem keuangan. “Dampak Covid-19 terhadap perlambatan ekonomi dan kedalaman dari kontraksi ekonomi yang terjadi belum bisa diestimasi secara akurat,” kata dia.

Sementara itu, stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga. Rasio kecukupan modal atau CAR perbankan masih kuat, meski turun dari 23,31 % per Desember 2019 menjadi 21,72 % per Maret 2020. Sementara risiko kredit bermasalah secara gross meningkat dari 2,53 % menjadi 2,77 %.

Kredit perbankan per Maret pun tercatat tumbuh 7,95 % dibanding periode yang sama 2019, lebih tinggi dibandingkan posisi akhir tahun lalu 6,08 %. Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh 9,54 %, lebih tinggi dibandingkan akhir tahun lalu 6,54 %.

Indikator kecukupan likuiditas juga menunjukkan kondisi yang cukup baik. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga pada 22 April 2020 terjaga di 22,36 persen, naik dibandingkan akhir tahun lalu 20,86 persen. Namun laporan kajian stabilitas keuangan BI periode Maret 2020 menyebutkan terjadi perlambatan intermediasi antar bank yang menjadi perhatian.

Buntut Restrukturisasi Kredit

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Sunarso menjelaskan, dampak pandemi corona belum sepenuhnya terefleksi dalam kinerja perbankan pada kuartal pertama 2020. Hal ini lantaran situasi berat baru mulai dialami pada pengujung Maret.

“Januari dan Februari masih normal. Dampak pandemi corona baru mulai terasa ke perbankan sejak minggu kedua Maret, di mana pergerakan-pergerakan orang mulai dibatasi dan interaksi dalam ekonomi menurun,” ujar Sunarso dalam diskusi virtual Menjaga Perbankan di Tengah Pandemi Covid-19, Jumat (16/5). “Jadi kuartal I kinerja perbankan masih stabil.”

Sepanjang kuartal pertama tahun ini, kredit BRI mampu tumbuh 9,38 % dibandingkan periode yang sama 2019 menjadi Rp 884,27 triliun. Simpanan juga tumbuh 9,8 % menjadi Rp 978,33 triliun, sedangkan laba masih naik 3,3 % menjadi Rp 8,31 triliun.

 (Baca: OJK Catat Total Restrukturisasi Kredit Terdampak Corona Rp 1.114 T)

Kinerja bank BUMN pada tiga bulan pertama tahun ini, menurut pria yang juga menjabat Ketua Himbara ini, masih cukup mumpuni. Penyaluran kredit Bank BUMN tercatat tumbuh 11,03 % menjadi Rp 2.469,32 triliun, sedangkan simpanan tumbuh 10,03 % menjadi Rp 2.611,45 triliun.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo dan OJK yang dikeluarkan pada Maret, perbankan diminta untuk memberikan keringanan kredit terhadap masyarakat terdampak pandemi corona, terutama UMKM. Namun, bank dapat memiliki kriteria dan pedoman dalam memberikan restrukturisasi kredit tersebut.

Hingga 30 April, Bank BUMN telah memberikan restrukturisasi kepada 1,7 juta debitur dengan nilai outstanding kredit mencapai Rp 223,16 triliun. Sementara data OJK hingga 10 Mei menunjukkan bahwa 88 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit dengan jumlah debitur mencapai 3,88 juta dan outstanding kredit Rp 339,67 triliun.

Halaman selanjutnya: Tak ada pembebasan bunga pada restrukturisasi kredit.

Halaman: