Pilihan Jokowi Tarik Rem saat Darurat Covid-19 di Jawa-Bali

123RF.com/Artit Aungpraphapornchai
Pemerintah menetapkan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali untuk menurunkan angka penularan Covid-19.
7/1/2021, 20.00 WIB
  • Pemerintah menetapkan pembatasan aktivitas di Jawa-Bali untuk menekan Covid-19
  • Pemda akan membuat turunan dari PPKM yang dimulai 11 Januari
  • Epidemiolog meminta regulator konsisten dalam mengambil kebijakan

Peningkatan kasus Covid-19 belakangan ini membuat Presiden Joko Widodo menarik rem darurat. Pemerintah telah menetapkan pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali mulai 11 hingga 25 Januari demi memutus rantai penularan corona.

Bukan tanpa sebab, kasus positif Covid-19 terus melonjak tajam sejak akhir November. Bahkan kasus corona mencetak rekor tambahan 9.321 orang pada Kamis (7/1).

Ada empat alasan dan kriteria pembatasan, yaitu beberapa wilayah menunjukkan tingkat kematian lebih besar dari rata-rata nasional, tingkat kesembuhan lebih kecil dari nasional, kasus aktif lebih besar dari nasional, dan tingkat keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) di atas 70%.

"Kalu tidak direm, maka masyarakat tak bisa mendapatkan layanan di rumah sakit," kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers, Kamis (7/1).

Dari kriteria tersebut, beberapa wilayah di delapan provinsi dapat dikatakan memiliki posisi genting. Daerah tersebut terdiri dari Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang Raya, Solo Raya, Banyumas Raya, Surabaya Raya dan Malang Raya. Selain itu ada Kota Denpasar dan Kabupaten Badung di Bali serta Kabupaten Sleman, Kulonprogo dan Gunung Kidul di Yogyakarta.

Nuansa darurat ini juga langsung terlihat ketika pemerintah menggelar konferensi pers pada Kamis (7/1). Penjelasan berlangsung dalam 120 menit dan dibagi ke dalam tiga sesi.

Awalnya Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo dan Menteri Koordinator Bidang perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan tujuan PPKM diambil selama dua pekan. Doni mencontohkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II yang berlaku pada pertengahan September 2020.

Saat itu, kasus aktif virus corona menurun 20% dari 67 ribu kasus menjadi 54 ribu kasus selama 1,5 bulan. "Artinya pengalaman yang lalu sekarang kita ulangi lewat pembatasan dan kami harapkan persentase bisa lebih besar dibandingkan September-November awal," kata Doni di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (7/1).

Usai Doni, gantian Airlangga yang memaparkan teknis pembatasan yang ditetapkan. Beberapa yang disampaikan adalah pemberlakukan sekolah daring, work from home hingga 75% kapasitas kantor, jam pusat perbelanjaan hanya sampai 19.00. “Sedangkan 11 usaha esensial tetap bisa beroperasi 100%,” kata Airlangga.

Berikutnya, sejumlah perwakilan daerah bergantian menyampaikan langkah teknis pembatasan. Beberapa yang berbicara dalam forum 120 menit tersebut adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, dan Sekretaris Daerah Banten Al-Muktabar.

Ganjar Pranowo meminta pengusaha berkorban sejenak untuk investasi kesehatan yang bisa berdampak jangka panjang. Adapun Riza mengatakan Pemprov DKI akan menambah operasi yustisi dalam pelaksanaan PPKM. “Akan ditingkatkan dari yang telah kami lakukan saat ini dengan Kepolisian dan TNI," kata Riza.

Harus Konsisten

Sedangkan pakar menyambut baik pembatasan terbaru yang diambil pemerintah. Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menganggap langkah ini bisa efektif menurunkan kasus lantaran pembatasan dilakukan serentak dan menyeluruh.

 Sebagai contoh, pembatasan kegiatan di Surabaya perlu diikuti oleh kota penyangga lainnya, seperti Sidoarjo dan Gresik.  "Ini dilihat secara komprehensif. Satu kesatuan Jawa dan Bali sehingga intervensi tidak parsial," kata Dicky saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (7/1).

Namun Dicky juga menyarankan pembatasan perlu dilakukan dalam durasi minimal satu bulan. Di sisi lain, pembatasan kegiatan bisa berjalan efektif bila diikuti dengan peningkatan pengetesan, penelusuran, dan perawatan (3T). Selain itu, pemerintah perlu memastikan penerapan menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan (3M) berjalan dengan baik.

Apalagi masih banyak kasus aktif Covid-19 yang belum terdeteksi di Indonesia. Akibatnya, kasus aktif tidak bisa mencerminkan performa pandemi. "Jadi kalau mau dalam dua minggu, perkuat 3T supaya positivity rate mencapai 10% misalnya," ujar dia.

Mantan Penasihat Kebijakan Kementerian Kesehatan itu juga meminta pemerintah menerapkan kebijakan secara konsisten. Ia mengkritik regulator yang kerap menerapkan kebijakan libur panjang atau memberikan diskon perjalanan.

Sebaliknya, pengendalian pandemi secara tepat bisa membantu pemulihan ekonomi dengan cepat. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat merespons kebijakan secara konsisten.

"Respons pemerintah dan masyarakat dalam tiga bulan pertama di 2021 ini akan menentukan arah dan pola pandemi Indonesia," ujarnya.

Adapun pengusaha menganggap pembatasan aktivitas kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi. Namun mereka memahami opsi ini harus diambil demi menurunkan angka positif corona.

Oleh sebab itu mereka berharap pemerintah bisa meminimalkan dampak dari pembatasan terhadap kegiatan ekonomi dan bisnis. "Apalagi pemerintah ingin meningkatkan kinerja sektor usaha, ekspor dan investasi karena pasar global mulai pulih," kata Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Shinta W. Kamdani

Sedangkan Airlangga tetap meyakini bahwa menyeimbangkan aspek kesehatan dan ekonomi tetap menjadi sasaran yang akan dicapai pemerintah. Pemerintah juga tengah menyiapkan vaksinasi kepada masyarakat yang rencananya dimulai pada pertengahan Januari 2021.

"Pemerintah memperhatikan kebutuhan masyarakat yang utama adalah kesehatan, kemudian kedua pemerintah hadir untuk menjaga kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat," katanya.

Reporter: Rizky Alika, Annisa Rizky Fadila, Antara