- Banyak tenaga kesehatan yang bertugas sebagai vaksinator vaksin Covid-19 hanya mendapatkan makan siang saja.
- Para penyelenggara vaksinasi massal membutuhkan dana besar untuk melakukan kegiatannya.
- Epidemiolog menyebutkan distribusi vaksin belum merata, terutama untuk kelompok prioritas.
Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia telah tembus 100 juta dosis. Pemerintah terus menggenjot angka tersebut. Presiden Joko Widodo bahkan memerintahkan agar jumlah vaksin virus corona yang diberikan dapat mencapai dua juta dosis per hari.
Melansir dari data Kementerian Kesehatan per Jumat (3/9), jumlah penerima vaksin dosis pertama mencapai 64,7 juta orang. Sedangkan dosis kedua tembus 36,8 juta orang.
Sekitar 80 juta dosis vaksin akan tiba pada bulan ini. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan pasokannya untuk memacu target tersebut. “Kalau sehari 2,3 juta, sebulan perlu sekitar 60 jutaan (dosis),” kata Budi dalam konferensi pers ada Senin lalu.
Dari jumlah tersebut, 25 juta dosis vaksin yang akan tersedia merupakan produk jadi dari Sinovac bernama CoronaVac. Sebanyak 7,14 juta dosis vaksin bikinan Pfizer. Lalu, 5,38 juta dosis vaksin produksi AstraZeneca, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Keberhasilan vaksinasi tentu tak semata ditopang oleh pasokan yang cukup. Ada peran para tenaga kesehatan atau nakes yang bekerja keras sejak program itu berlangsung di Tanah Air pada 13 Januari 2021.
Dokter Dita Ayu, yang bertugas menjadi vaksinator di salah satu puskesma Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, telah beberapa kali diminta membantu program vaksinasi massal. Misalnya di sekolah atau kantor polres.
Ia tidak mendapatkan honor dalam melakukan kerja tersebut. “Sejauh ini hanya makan siang,” katanya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu. Dalam sekali kunjungan, ia menangani 100 sampai 300 peserta.
Dita mengaku sering keteteran. Jumlah sebaran vaksinator di daerahnya sebenarnya cukup. Hanya saja, pembagian waktunya kurang merata. “Mungkin karena ketersediaan vaksin juga,” ujar Dita.
Cerita serupa dari Dokter Wahyu Pravita Ulfa. Ia menjadi vaksinator di Puskesmas Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Per hari, ia menyuntik 100 peserta vaksinasi. Apabila ramai, jumlah dapat meningkat hingga 700 orang.
Wahyu juga mendapat tugas di sentra vaksinasi massal di Jakarta Islamic Center, tapi tidak sering. Terkait honor sebagai vaksinator, hingga kini ia belum menerimanya.
Hal tersebut terkait surat pertanggungjawaban atau SPJ. Biasanya surat ini keluar beberapa bulan setelah pelaksanaan tugas. “Besarannya saya belum tahu. Kami bekerja di bawah dinas kesehatan jadi harus siap ditugaskan saja,” katanya.
Dokter Nuni Ratna Utami yang bekerja sebagai nakes di Puskesmas Legonkulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengatakan selama menjadi vaksinator kesibukannya cukup padat. Ia juga sering diminta datang ke vaksinasi massal di luar puskesmas.
Acara seperti itu biasanya dilakukan selama seminggu. “Vaksinatornya digilir dari puskesmas terdekat,” ucapnya.
Tugas vaksinator ia jalani mulai pukul 08.00 sampai 15.00 WIB. Per hari ia menyuntik 100 hingga 300 peserta. Angkanya juga terkadang lebih dari itu.
Terkait jumlah vaksinator, Nuni mengatakan, tim nakes dari puskesmas 30 hingga 120 orang. Sedangkan jumlah peserta biasanya 25 ribu hingga 200 ribu orang di tiap wilayah kerja. “Jauh sekali perbandingannya,” ujar Nuni.
Sejauh ini pelaksanaan vaksin, menurut dia, dapat terlaksana dengan baik. Dalam menjalankan tugas ini, ia menerima honor dari pihak peyelenggara. Besarannya berbeda-beda, tergantung sponsor.
Pernah ada koleganya mendapat Rp 150 ribu per kedatangan plus merchandise. “Tapi saat saya jadi vaksinator tidak sebanyak itu,” ucap Nuni. Biasanya honor diterima kolektif. Cukup untuk seluruh anggota tim nakes makan, di luar konsumsi dari penyelenggara.
Salah satu vaksinator dari klinik Gadjah Mada Medical Center (GMC) Dokter Yayuk menyampaikan vaksinator di tempatnya bekerja juga membantu vaksinasi massal lain di berbagai tempat. Salah satu yang sempat menyelenggarakannya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
UGM memberikan apresiasi untuk para vaksinator dengan memberikan insentif berupa uang transport. Besarannya adalah Rp 150 ribu per orang per shift.
Dalam program vaksin Covid-19, tak hanya nakes, pemerintah melibatkan pula para mahasiswa dan mahasiswi fakultas kedokteran dari berbagai universitas. Salah salah yang terlibat adalah Robin Rivaldi.
Ia menjadi vaksinator atau juru suntik pada program Vaksin Merdeka di Jakarta. Lokasi kerjanya di Gerai 521 Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Robin bertugas sejak pukul 08.30 sampai 15.00 WIB.
Pekerjaan tersebut ia lakukan seorang diri. Per hari, ia menyuntik sekitar 100 hingga 150 peserta vaksinasi. Lalu, soal honor, ia merasa angkanya cukup, meskipun enggan menyebutkan jumlahnya. “Antara relawan mahasiswa dengan nakes lain, besaran honornya sama,” ujarnya.
Para Penyelenggara Vaksinasi Massal
Jakarta menjadi provinsi dengan realisasi vaksin Covid-19 tertinggi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut angkanya telah mencapai lebih 100%.
Melansir dari situs resmi Pemprov Ibu Kota, persentase penerima dosis pertama vaksin virus corona mencapai 109,3%. Untuk dosis kedua 65,9%.
Warga Jakarta memang antusias dalam mengikuti program vaksin. Ketua Program Vaksinasi Tunasmuda Care Reby Bagja melihat hal tersebut sekitar dua bulan lalu. Ketika itu, jumlah warga pendaftar melebihi kuota.
Peserta vaksinasi dosis pertama dan kedua sangat membludak. “Bahkan sampai ada 100 nama masuk waiting list (daftar tunggu) untuk gelombang kedua,” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (25/8).
Yayasan Tunasmuda Care yang berbasis di Jakarta merupakan lembaga filantropi sosial. Fokusnya pada bidang pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pada pertengahan Juli, yayasan ini membuka sentra vaksin Covid-19 dosis pertama di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 30, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Layanan vaksin ini melayani sekitar 500 orang.
Sebulan kemudian, tepatnya 15 Agustus 2021, dosis kedua diberikan dengan kuota yang sama. Pelaksanaan vaksinasi massal ini, menurut Reby, merupakan permintaan pihak kecamatan setempat.
Pihak kecamatan juga memberikan sejumlah fasilitas pendukung program tersebut. “Mereka melimpahkan tugas ke puskesmas untuk mendukung vaksin Covid-19, termasuk pasokan vaksinnya,” kata Reby.
Di lapangan, para relawan Tunasmuda Care mengurus jalannya vaksinasi. Mulai dari perizinan tempat hingga mencari vaksinator..
Yayasan tersebut sudah memiliki jaringan ke para tenaga medis. Petugas vaksinasi dibedakan menjadi dua. Pertama, relawan tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, dan bidan. Kedua, relawan non-nakes yang berasal dari anggota Tunasmuda Care.
Relawan nakes bertugas menyuntikkan vaksin. Sedangkan relawan non-nakes mengurus administrasi, seperti pendaftaran dan pencatatan peserta vaksinasi.
Satu masalah yang ia hadapi dalam pelaksanaan vaksinasi massal ini adalah biaya. Yayasan ini terus mencari dan membuka donasi untuk mitra yang mau bekerja sama.
Untuk pengadaan vaksinasi dosis pertama dan kedua selama dua hari, total biayanya mencapai Rp 20 juta hingga Rp 25 juta. “Satu hari, saat dosis pertama biayanya Rp 10 juta sampai Rp 15 juta untuk kuota 500 orang,” ujarnya.
Biaya tersebut juga termasuk honor relawan vaksinator. Antara relawan nakes dan non-nakes honornya berbeda. Untuk non-nakes mendapat Rp 100 ribu sekali bertugas.
Namun, Reby tak menyebut gamblang besaran honor untuk para nakes. Besarannya berbeda-beda antara dokter, perawat, dan bidan. “Sebelum vaksinasi digelar, kami tanya dulu ke pihak nakes,” kata Reby. “Kami mengikuti saja biasanya berapa yang mereka terima.”
Di Yogyakarta, berbagai pihak turut membantu program percepatan vaksin. Salah satunya adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah menyalurkan 12 ribu dosis vaksin untuk dosen, karyawan, juga keluarga UGM, serta sebagian kecil mahasiswa.
Ketua Satgas Covid-19 UGM Dokter Rustamadji mengatakan, pelaksanaan vaksinasi tersebut melibatkan berbagai pihak. Salah satunya, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Sardjito sebagai penyalur vaksinator.
Sedangkan vaksinnya diperoleh melalui kerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Yogyakarta. UGM akan mendapatkan tambahan 20 ribu vaksin.
Dosis tambahan tersebut hendak difokuskan untuk para mahasiswa. “Untuk mahasiswa, kami bisa mendapat 10 ribu dosis, saya kira bisa,” ujarnya pada 24 Agustus 2021.
Program Vaksin Belum Merata
Angka 100 juta dosis vaksin mungkin menggembirakan. Namun, masih ada target 170 juta hingga 180 juta orang yang harus menerima vaksin lengkap di negara ini.
Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman menyoroti masih ada masalah terkait distribusi vaksin. Target kelompok prioritas, yaitu lanjut usia (lansia), orang dengan penyakit bawaan (komorbid), dan masyarakat rentan, masih jauh dari realiasasi.
Capaian vaksinasi bagi kelompok rentan di beberapa daerah belum tercapai. Sejauh ini, programnya masih bertumpu pada kerja Dinas Kesehatan (dinkes) saja sehingga target vaksinasi belum terealisasi dengan baik.
Kolaborator penyelenggara vaksinasi swasta, kata Dicky, belum sepenuhnya taat pada target prioritas penerima vaksin. “Ini bukan masalah semua segera divaksin, bukan itu saja. Tetapi perlu perhatikan prioritas,” lanjutnya.
Penyelenggara vaksinasi massal swasta, menurut Dicky, harus taat pada target prioritas. Hal ini juga perlu menjadi evaluasi dinkes. “Itu yang jadi permasalahan dan harus paling utama diselesaikan,” katanya pada Katadata.co.id, pada awal pekan ini.
Lalu, terkait kebutuhan vaksinator sendiri, Dicky melihat tidak ada masalah. Begitu pun dari segi insentif yang diterima para vaksinator. Pemerintah pusat dan daerah melakukan pemantauan pada pemberian insentif vaksinator. “Insentif bagi vaksinator tentu perlu diberikan, bukan soal materi, tapi sebagai penghargaan atas kontribusi mereka,” ujarnya.
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan, percepatan vaksinasi perlu melibatkan semua pihak, termasuk dari tentara, polisi hingga swasta. “Konsep kolaborator vaksinasi masal ini baik, niatnya adalah mempercepat vaksinasi. Semua dalam naungan negara,” katanya.
Vaksinasi masal, menurut Tri, meski dilakukan oleh pihak swasta, tetap harus mengikuti standar. Pengawasannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Stok vaksin Covid-19 diberikan melalui dinkes, lalu dikirim ke penyelenggara. “Semua diawasi dinkes,” ucap Tri.
Vaksinasi tersebut hanya dapat dilakukan oleh nakes yang sebelumnya pernah menyuntik, praktik, atau punya sertifikat profesi boleh menyuntik. Bisa pula nakes yang sertifikatnya belum keluar namun sedang proses mengurus atau selama sekolah pernah menyuntik juga.
Tak hanya soal menyuntik, para nakes perlu melakukan proses penyaringan penyakit calon penerima vaksin. “Itu memang ada pelatihannya,” kata Tri.
Penyumbang bahan: Alfida Febrianna dan Dhia Al Fajr (Magang)
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan