Menilik Beda Nasib Konser Coldplay di Jakarta dengan Singapura

123rf.com/Zoran Orcik
Ilustrasi konser musik Coldplay.
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
23/6/2023, 16.25 WIB
  • Berbagai kendala membuat Indonesia sulit menyelenggarakan konser seperti Singapura.
  • Singapura bisa meraup untung triliunan rupiah dari enam hari konser Coldplay.
  • Bila dilihat lebih luas, konser Coldplay menjadi cermin iklim investasi di Indonesia.

Sedih dan kecewa yang Shelvi rasakan bulan lalu kini sirna sudah. Ia akhirnya bisa menonton idolanya dari Inggris, Coldplay, meski harus pergi ke negara tetangga.

Tiket seharga Rp 2,4 juta ia dapatkan untuk menonton Coldplay di Singapura pada Januari 2024. "Awalnya sudah mengincar (konser) di Bangkok. Ini Singapura sudah buka, jadi sikat," kata Shelvi ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (20/2). 

Berbeda dengan Shelvi, Febriany Putri memang tidak tertarik untuk menonton konser di Indonesia. Perempuan berusia 34 tahun ini berdomisili di Medan. Jadi, Singapura lebih mudah dijangkau daripada Jakarta. “Pengalaman saya nonton konser selain di Indonesia, penyelenggaraannya lebih rapi terutama dari sisi antrian,” ucapnya.

Konser Coldplay di Singapura memang istimewa dibanding tiga kota lain di Asia Tenggara yang disinggahi Coldplay, yaitu Jakarta, Kuala Lumpur, dan Bangkok. Konser di Negara Singa yang awalnya hanya empat hari, bertambah menjadi enam hari.

Coldplay (Instagram/@coldplay)

Kendala Konser di Indonesia

Penggemar Chris Martin dan kawan-kawan di Indonesia boleh jadi merasa kecewa. Sebab, sebelumnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dengan percaya diri akan menambah satu hari lagi konser tersebut di Jakarta. 

Awal pekan ini, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu angkat suara lagi. Ia masih berusaha mengajukan tambahan hari agar tidak menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Ia juga meminta agar harga tiket konser di Indonesia, agar penonton tidak memilih ke Singapura yang lebih murah.

Murahnya tiket di Singapura, menurut dia, karena jumlah hari konser yang lebih banyak dan biaya produksi rendah. Sedangkan di Indonesia, masalah utama para promotor adalah perisinan. "Makanya ini jadi bekal kami untuk meningkatkan prosese perizinan yang sekarang memakai digitalisasi," kata Sandi, Senin lalu.

Sebagai informasi, tiket konser Coldplay di Jakarta telah terjual habis seluruhnya. Antrean pembelian tiket pada 17 Mei lalu mencapai 1,5 juta pengguna. Dari jumlah itu, alamat IP pengantre 20% dari mancanegara. Reservasi hotel di sekitar are konser, Gelora Bung Karno, sudah naik lebih dari 90& untuk periode November 2023. 

Katadata.co.id mencoba mengonfirmasi pernyataan Sandi dengan salah satu pihak promotor dan penyelenggara konser, Threego Indonesia Group. Menurut CEO dan founder Threego, Miftakul Arif, belum ada kendala yang sulit di bidang perizinan. Hal ini berlaku untuk musisi luar dan dalam negeri.

“Sejauh ini, izin memang tergantung artis dan produk yang kami mau bawa. Kami tidak punya kendala untuk pengurusan karena dilakukan oleh tenaga profesional,” ujarnya dalam pesan singkat.

Takul, panggilan akbranya, bercerita kesulitan yang mereka alami justru biasanya adalah kendala teknis. Misalnya, saat mereka membawa pianis Joey Alexander untuk acara privat. Salah satu riders-nya adalah Piano Steinway yang harus ditangani dengan presisi dan diasuransikan.

Coldplay (Stevie Rae/Instagram Coldplay)

Tingginya Potensi Ekonomi dari Konser

“Sayang ya sebenarnya kalau Singapura ramai, tidak bikin di Indonesia. Promotornya rugi,” kata Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira. Pernyataan ini ia lontarkan lantaran tingginya potensi ekonomi dari konser bertaraf internasional di Indonesia. 

Ia menghitung dengan rata-rata tiket konser Coldplay di angka Rp 2,6 juta dan jumlah penonton hingga 50 ribu orang, maka perputaran uang bisa mencapai Rp 130 miliar. Ini masih belum termasuk perputaran uang dari sektor ekonomi lainnya. 

“Ini kan besar sekali. Jika dalam satu tahun ada 10 saja konser setaraf Coldplay, nilainya bisa mencapai Rp 1,3 triliun. Belum termasuk dampak tidak langsung lain,” kata Bhima dalam sambungan telepon.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat alias LPEM FEB UI mencatat, penyelenggaraan kegiatan hiburan, termasuk di dalamnya gelaran musik, berkontribusi signifikan terhadap penerimaan pemerintah pusat maupun daerah. Ini melalui pajak hiburan yang dikenakan dalam acara musik.

Laporan Trade and Industry Brief LPEM FEB UI Mei lalu menulis, pemerintah daerah di Indonesia sudah membukukan penerimaan dari pajak hiburan senilai Rp 640,8 pada pertengahan 2023. Ini meningkat 68,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 adalah salah satu beleid yang mengatur pajak hiburan. Di sana tertulis pergelaran musik internasional dikenai pajak 15% per tiket. LPEM FEB UI memperkirakan pajak ini menyumbang 1,65% dari total penerimaan pajak daerah. 

“Di DKI Jakarta, pajak hiburan dari aktivitas di Kecamatan Tanah Abang (termasuk Senayan dan Gelora Bung Karno) pada Januari 2023 sudah mencapai Rp 29 miliar,” tulis laporan itu. Kecamatan inilah yang memperoleh pajak hiburan tertinggi dibanding kecamatan lain di Jakarta.

Angka tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Satuan Pelaksana Penyuluhan Pusat Data dan Informasi Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Andri Maulidi Rijal pada Mei lalu. Tahun lalu, realisasi pajak hiburan hanya 10% dari target, alias Rp 104,73 miliar.

Hal berbeda terjadi pada awal hingga Mei 2023. Pendapatan daerah dari pajak hiburan sudah lebih dari Rp 223,1 miliar. “Dana itu lalu dikembalikan ke masyarakat melalui kebijakan yang merata dan berkeadilan. Misalnya untuk KJP, Kartu Lansia, serta perbaikan sarana dan prasarana,” kata Andri pada Harian Kompas, 19 Mei 2023.

Di kancah nasional, Sandiaga Uno bahkan merinci akan ada sekitar 3.000 acara pariwisata dan ekonomi kreatif tahun ini. Dari ribuan acara itu, potensi nilai ekonomi yang ditargetkan masuk ke kantong negara mencapai Rp 162 triliun.

Coldplay (Tim Toda/Instagram Coldplay)

Cerminan Buruknya Iklim Investasi Indonesia?

Sayangnya, angka fantastis ini dinilai sulit dicapai di Indonesia. Peneliti LPEM UI, MD Revindo merinci ada perbedaan cara pandang Singapura dan Indonesia terkait bisnis pertunjukan musik. Hal ini terlihat dari tingginya harga tiket konser di Tanah Air.

Argumen ini juga berdasarkan indeks persepsi korupsi Singapura yang duduk di peringkat 5 terbaik di dunia. Negara itu jadi memiliki lebih sedikit waktu dan dana yang dibutuhkan untuk mengurus izin konser, lebih sedikit oknum yang meminta jatah tiket, dan lebih sedikit praktik percalon tiket. 

Tak heran jika harga tiket konser Coldplay di Jakarta 1,5 sampai tiga kali lebih mahal dibandingkan Singapura. “Mahalnya harga tiket mencerminkan inefisiensi, baik karena oknum yang meminta fee atau jatah tiket, atau penyelenggara yang mencari margin yang besar,” kata Revindo kepada Katadata.co.id

Beberapa faktor yang ada dalam Singapura juga menjadi daya tarik bagi promotor. Mulai dari infrastuktur yang baik, tingkat keamanan yang tinggi, hingga politik yang cenderung stabil. Ini menjadi  jaminan bagi musisi internasional, konser mereka tidak akan terganggu.

Revindo juga menghitung Singapura bisa meraup cuan besar dari pergelaran konser ini. Bila dirinci, kapasitas Singapore National Stadium tempat pelaksanaan konser ini adalah 55 ribu orang. 

Tiket untuk enam hari yang sudah habis terjual ini, diasumsikan separuhnya datang dari luar Singapura. Peneliti LPEM ini mengasumsikan pengunjung dari luar Singapura akan tinggal di negara itu selama tiga hari dengan rata-rata pengeluaran harian SGD 210 sampai SGD 300.

Dengan perkiraan itu, maka belanja pengunjung asing di konser itu berada pada kisaran Rp 1,15 triliun hingga Rp 1,65 triliun. “Ini masih belum menghitung pesawat jika pakai Singapore Airlines dan belum pakai analisis dampak ekonomi dengan efek pengganda,” kata Revindo. 

Salah satu efek pengganda konser yang mulai terlihat adalah tiket pesawat. Dari penuturan Shelvi, harga tiket pesawat pulang-pergi Jakarta–Singapura sudah mencapai Rp 3 juta. Padahal tiga hari sebelum ia membeli konser, harga tiket pesawat pulang-pergi hanya Rp 1,3 juta.

“Akhirnya sekarang lagi cari alternatif termurah. Antara naik kereta api dari Jakarta ke Jogja kemudian ke Singapura dari sana, atau dari Jakarta naik pesawat ke Kuala Lumpur kemudian lanjut naik bus ke Singapura,” kata Shelvi, sembari tergelak. “Kalau dari Jakarta ke Batam, udah skip. Harganya sama aja, Rp 3 juta.”

Bila dilihat dari skala lebih luas, Bhima menyebut konser Coldplay menjadi cermin sulitnya investasi di Indonesia. Berbagai kebijakan yang kerap berubah bisa mengurangi keinginan investor untuk menanamkan modal di Indonesia. 

“Di sektor ekstraktif, sudah banyak realisasi investasi. Tapi di sektor industri dan jasa masih belum, Indonesia masih terlihat menutup diri dan terdapat restriksi. Jadinya, biaya investasi di Indonesia mahal, high cost investment,” kata Bhima

Reporter: Amelia Yesidora