Liputan Khusus | Inklusi Keuangan Perempuan

Jalan Panjang Perempuan Menapak Posisi Puncak Industri Keuangan

Katadata/ Bintan Insani
Jalan Panjang Perempuan Menapak Posisi Puncak Industri Keuangan
24/11/2023, 12.44 WIB
  • Langkah perempuan dalam menapak posisi kepemimpinan di industri keuangan masih menghadapi banyak hambatan.
  • Kementerian PPPA menyebut dari 543 kursi direksi sektor perbankan yang beroperasi di Indonesia, hanya 19% yang diisi oleh perempuan.
  • Di industri fintech, hanya 9,3% perusahaan yang proporsi keterwakilan perempuan di jajaran direksinya separuh dari total direksi yang ada.
  • Peran ganda perempuan dalam keluarga dan pekerjaan, stigma sosial, kepercayaan diri, hingga kebijakan perusahaan berpengaruh pada rendahnya keterwakilan pemimpin perempuan di industri keuangan Indonesia.

Kurang lebih sudah lima setengah tahun Agustina Samara bergabung dengan perusahaan fintech dompet digital DANA. Posisinya sekarang adalah Chief of People & Corporate Strategy. Dia bertanggung jawab memimpin tim human relation dan mengambil kebijakan untuk program kesejahteraan karyawan. 

Perjalanan karier Agustina tidak ujug-ujug berada di atas. Dia merintis karier dari level junior sebagai customer service di salah satu bank multinasional pada 1997. Pengalamannya mendengarkan keluhan dan protes nasabah, serta bekerja di bawah tekanan waktu dan emosi menyadarkannya bahwa dia memiliki minat di bidang pengembangan karyawan.

Setelah hampir sepuluh tahun bergelut di dunia perbankan, dia memutuskan pindah ke industri ritel. Di perusahaan baru ini dia menangani human relation selama dua tahun. Agustina kemudian melepas kariernya sebagai karyawan dan beralih merintis usaha konsultan karier selama lima tahun. Pada 2018, dia memutuskan bergabung dengan DANA yang saat itu masih menjadi perusahaan rintisan.

Sampai sekarang, Agustina masih menunjukkan kecintaannya dalam mendengarkan dan melatih karyawannya. Tahun ini, dia mendapat penghargaan Best Human Capital leader untuk kategori economic review dari Indonesia Human Capital Award 2023. 

“Peran HRD itu penting sekali dalam kepemimpinan dalam menunjang membangun sumber daya manusia itu dengan pekerja yang baik,” kata Agustina kepada Katadata.co.id, pada 13 Oktober 2023 lalu.

Agustina merefleksikan perjalanan kariernya hingga kini. Pada awal berkarier, mayoritas perusahaan di Indonesia banyak yang belum ramah untuk karyawan perempuan. “Kesenjangan gender masih sangat tinggi,” tuturnya. 

Perempuan, kata dia, susah membuktikan diri dan mendapat respek di lingkungan kerja, meskipun memiliki kinerja dan pengetahuan. Dia mengingat bagaimana reaksi orang-orang sekitarnya ketika mampu berbicara di depan ratusan orang.

“Wah Tina ternyata kamu bisa juga ya,” kata Agustina menirukan reaksi koleganya pada saat itu.

Seiring berkembangnya teknologi, keterbukaan informasi, dan gerakan feminisme, kini lebih banyak perempuan mulai masuk ke berbagai sektor industri termasuk sektor finansial. Kesetaraan gender banyak digaungkan. Perubahan ini juga terlihat pada perbedaan komposisi perempuan sebagai pemimpin perusahaan.

Di DANA proporsi karyawan perempuan sebesar 30% dari total karyawan. Sementara di komite direksi proporsi laki-laki dan perempuan seimbang. Meski begitu, Agustina menyebut masih banyak tantangan bagi perempuan bisa berkiprah di dunia finansial, termasuk untuk mengembangkan jenjang karier mereka. 

Top barriers perempuan untuk naik jenjang karier itu karena dilema antara prioritas kerja atau family responsibility?” kata Agustina. 

Ketika jenjang karier naik, seringkali muncul persoalan domestik karena kehilangan waktu untuk fokus ke anak. “Mana dulu yang mau diambil, aggressive career atau jaga anak? Sementara pria cenderung punya kebebasan lebih banyak dalam hal jenjang kariernya,” ujarnya.

Ini terlihat dari sensus kepemimpinan eksekutif perempuan di 200 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sensus tersebut menunjukkan pada 2019-2021, rata-rata representasi perempuan di level eksekutif hanya berkisar 15%.

Di industri perbankan dan fintech tanah air, Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny Rosalin menyebut, dari 543 kursi direksi seluruh bank yang beroperasi di Indonesia, hanya 19% yang diisi oleh perempuan. Di level eksekutif, dari sekitar 600 orang hanya 15% yang perempuan.

Padahal menurut Lenny, keterwakilan perempuan di jajaran direksi sering diasosiasikan dengan daya kelenturan keuangan dan stabilitas perusahaan yang tinggi.

“Beragam studi menunjukkan perusahaan dengan jumlah perempuan yang signifikan di posisi senior memiliki kinerja yang baik, bertanggung jawab secara sosial, serta menyediakan pengalaman yang lebih aman dan berkualitas bagi konsumen,” kata Lenny dalam dialog publik “Langkah dan Aksi Pemimpin Perempuan di Sektor Keuangan” di Jakarta, 9 November 2023 lalu.

Di sektor fintech, Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aries Setiadi menyebutkan, keterwakilan pemimpin perempuan bisa meningkatkan profitabilitas perusahaan dan menjawab inovasi teknologi yang dibutuhkan konsumen perempuan. 

Menurut data yang dihimpun AFTECH, hanya 9,3% perusahaan fintech di Indonesia yang proporsi perempuan di jajaran direksinya lebih dari separuh. Sedangkan untuk posisi CEO, hanya 16% fintech di Indonesia yang posisinya diduduki perempuan.

“Angka ini sejalan dengan tantangan di industri perbankan Indonesia maupun secara umum yang ada di bawah 20%,” kata Aries di acara yang sama.

Tantangan Peran Ganda Perempuan

Jika melihat tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), terdapat kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan sekitar 30% lebih rendah kemungkinan untuk bekerja dibandingkan laki-laki. Rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja terutama setelah menikah, khususnya yang sudah memiliki anak.

Lenny Rosalin menyebutkan, hambatan perempuan untuk naik jenjang karier karena peran ganda mengurus anak, keluarga, dan pekerjaan rumah tangga.

Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Wita Krisanti mengatakan, beberapa BUMN secara formal maupun informal menjadikan perpindahan tempat atau rotasi lokasi kerja sebagai prasyarat mendapatkan promosi.

“Ini memperberat perempuan karena masih harus izin ke suami dan keluarga. Belum lagi ada stigma seperti ‘mengapa ambisius padahal sudah ada keluarga?’ Keadaan ini yang membuat perempuan sulit naik ke jenjang lebih tinggi,” kata Wita Krisanti saat dihubungi Katadata.co.id, pada Kamis, 16 November lalu.

Research Lead untuk Asia Tenggara Women’s World Banking (WWB) Agnes Salyanty mengatakan, peran ganda ini berdampak terhadap kurangnya waktu informal bagi karyawan perempuan untuk bersosialisasi dengan atasan maupun rekan kerja.

Padahal, peluang untuk mendapatkan akses dan kesempatan diperoleh dari diskusi informal ini. Kesempatan untuk ikut pelatihan profesional di luar jam kerja juga menjadi berkurang. Hal ini salah satu penyebab semakin tinggi posisi jabatan di industri keuangan, semakin rendah representasi perempuan di dalamnya.

“Kalau dilihat dari datanya, representasi perempuan kalau digambarkan bentuknya seperti segitiga. Semakin ke atas ke bagian decision making, representasi perempuan itu lebih sedikit,” kata Agnes Salyanty pada dialog publik “Langkah dan Aksi Pemimpin Perempuan di Sektor Keuangan”.

Stigma dan Kepercayaan Diri

Chief of People & Corporate Strategy DANA Agustina Samara menyebut ada stigma yang melekat pada perempuan di dunia kerja, seperti dinilai lebih emosional hingga tidak punya logika. Menurutnya, masyarakat belum terbiasa dengan perempuan yang percaya diri dan bisa memimpin. 

Stigma ini turut berpengaruh terhadap kenyamanan dan tingkat kepercayaan diri perempuan. Dia mencontohkan saat perempuan harus tampil di depan umum.

“Ketika berdiri di depan ratusan orang, pasti komentar pertama untuk perempuan adalah enak dilihat atau tidak. Sudah berbicara, kemudian dinilai kelihatan cerdas atau tidak. Baru bisa mendapat respek,” kata Agustina.

Menurut Wita Krisanti, perusahaan dapat menjembatani kesenjangan gender dengan menempatkan perempuan di pucuk pimpinan. “Adanya role modeling membuat pemanfaatan kebijakan ini dapat dianggap normal,” kata dia.

Peran Perusahaan

Dalam laporan Women’s World Banking “Mempercepat Kemajuan Perempuan dalam Peran Pengambilan Keputusan di Sektor Perbankan dan Fintech Indonesia” yang dirilis April 2023, industri keuangan telah berupaya mengecilkan kesenjangan gender di semua level, termasuk eksekutif. Namun, karyawan perempuan Indonesia masih menghadapi banyak tantangan yang signifikan.

“Stigma dan budaya di masyarakat ikut terbawa dan menjadi praktik yang dianggap wajar di dunia kerja,” kata Agnes Salyanty.

Perlu upaya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ini. Perusahaan dapat menerapkan kebijakan gaji yang setara antara perempuan dan laki-laki. Selain itu mencegah pelecehan seksual fisik maupun non-fisik. Pemberian cuti melahirkan dan haid, serta tunjangan cuti hingga kepastian tidak ada pemutusan hubungan kerja sepihak setelah kehamilan juga penting dilakukan. 

Kemudian dalam proses rekrutmen karyawan menghindari pertanyaan wawancara yang secara tidak langsung membentuk stereotip dan bias. “Mungkin bisa dipikirkan untuk menanyakan motivasi dari pekerja, ketimbang menanyakan rencana menikah atau rencana punya anak misalnya,” kata Agnes.

Selanjutnya, menerapkan kebijakan jam kerja dan lokasi kerja yang fleksibel, khususnya untuk karyawan perempuan yang sekaligus pengasuh keluarga, juga harus menjadi pertimbangan.

DANA misalnya, menerapkan kebijakan flexible working arrangement untuk semua karyawannya sejak pandemi Covid-19. Menurut Agustina Samara, kebijakan ini membantu karyawan yang juga ibu rumah tangga untuk dapat bekerja dari mana saja, sekaligus mengurus keperluan anak. 

Secara tidak langsung, kebijakan ini berpengaruh terhadap kebetahan karyawan yang terlihat dari rendahnya pergantian karyawan, termasuk mereka yang baru menjadi ibu. “Karyawan DANA yang ada saat ini turnover-nya lebih rendah. Jarang yang mau resign karena ada flexible working arrangement ini,” kata Agustina.

Reporter: Reza Pahlevi