Makelar Izin Pencatatan Saham Perdana

Katadata/Bintan Insani
Cover Story Skandal Makelar IPO Mencoreng Kredibilitas BEI
26/9/2024, 10.56 WIB

Mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta Hasan Zein Mahmud turut berkomentar mengenai kasus gratifikasi IPO yang berujung pada pemecatan lima pegawai di Divisi Penilaian Perusahaan BEI. “Bagus, tapi tidak cukup,” tulis Hasan dalam keterangannya, Selasa (27/8).

Hasan Zein menilai disiplin pegawai merupakan urusan internal BEI sedangkan transparansi adalah indikator kualitas bursa yang menjadi kepentingan semua investor. Ia menekankan transparansi juga menjadi tanda kejujuran, sehingga ia mempertanyakan mengapa nama emiten yang melakukan suap tidak diumumkan. Ia juga mempertanyakan seberapa besar nilai suap dan dampaknya bagi perusahaan.

Hasan juga menyoroti apakah uang suap tersebut dibebankan sebagai biaya emisi atau operasional yang bisa mengurangi laba perusahaan. Menurutnya, tata kelola perusahaan sangat ditentukan oleh integritas pengelola dan praktik suap ini secara jelas menunjukkan kualitas integritas BEI.

Pengamat pasar modal Desmond Wira menilai hukuman berat bagi para pelaku yang terlibat dalam kasus gratifikasi IPO ini akan menimbulkan efek jera. "Yang terlibat dihukum seberat-beratnya. Kalau itu benar-benar dilakukan, yang mau menyuap akan berpikir berkali-kali," kata Desmond kepada Katadata.co.id, Senin (9/9).

Merespons hal ini, Direktur Utama BEI Iman Rachman menyatakan seluruh perusahaan yang mencatatkan sahamnya melalui proses IPO telah memenuhi ketentuan persyaratan. Iman menyebut dalam proses evaluasi pencatatan, BEI tidak hanya menilai aspek formal dari persyaratan pencatatan.

BEI telah melakukan evaluasi terhadap aspek substansial, seperti keberlanjutan usaha, reputasi pengendali, reputasi jajaran direksi dan komisaris, serta prospek pertumbuhan calon perusahaan yang akan tercatat.

“Kami memastikan perusahaan yang tercatat memang eligible, sampai dengan saat ini perusahaan IPO memenuhi persyaratan pencatatan,” kata Iman kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (6/9).

Ia mengatakan BEI terus berupaya menjaga relevansi peraturan pencatatan dengan memperhatikan kondisi terkini di pasar modal yang terus berkembang. Bursa melakukan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kualitas perusahaan yang tercatat. Karena itu, BEI akan menyesuaikan peraturan pencatatan yang bertujuan untuk menaikkan persyaratan minimum bagi perusahaan yang ingin tercatat di BEI.

IPO Kian Sepi

Kasus gratifikasi IPO ini diperkirakan akan berdampak pada minat perusahaan-perusahaan yang ingin mencatatkan sahamnya di BEI. Data BEI menunjukkan sejak Juli hingga awal September, hanya ada tujuh perusahaan baru yang mencatatkan sahamnya di Bursa. Bulan lalu, hanya ada dua perusahaan yang melakukan IPO, yaitu PT Global Sukses Digital Tbk (DOSS) yang tercatat pada 7 Agustus 2024 dan PT Esta Indonesia Tbk (ESTA) yang tercatat pada 8 Agustus 2024.

Nyoman Yetna mengatakan sepinya IPO bukan karena kasus yang tengah terjadi. Ia menilai tren IPO global tengah mengalami penurunan sebesar 16%. Kawasan Asia Pasifik menjadi salah satu wilayah dengan penurunan IPO paling signifikan tahun ini.

Ia menambahkan penurunan IPO ini juga disebabkan oleh kondisi ekonomi yang menantang, pertumbuhan yang lambat, dan tingkat inflasi yang tinggi. Era suku bunga tinggi, ketegangan geopolitik, dan dampak perubahan iklim turut memengaruhi minat IPO di bursa.

Baru-baru ini empat perusahaan memutuskan untuk menarik diri dari rencana melantai di BEI. Namun, Nyoman menyebut alasan mundurnya perusahaan-perusahaan tersebut bukan karena adanya kasus gratifikasi IPO. Menurutnya, ada perusahaan yang memutuskan menunda IPO karena kondisi internal tetapi ada juga yang batal IPO karena belum mendapatkan persetujuan dari BEI.

Nyoman menegaskan bahwa semua proses evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. “Tidak ada kaitannya dengan isu lain,” kata Nyoman kepada wartawan, Kamis (5/9).

DPR Panggil OJK, Minta Penjelasan Kasus Gratifikasi

Kasus gratifikasi IPO menyita perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Anggota Komisi XI DPR, Puteri Anetta Komarudin, mengatakan Komisi XI DPR telah menjadwalkan Rapat Kerja bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menyebut pertemuan yang akan membahas gratifikasi bernilai miliaran rupiah tersebut bakal dilaksanakan pada September ini.

“Isu mengenai kasus ini tentu akan kami suarakan,” kata Puteri ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (3/9).

Puteri juga mengatakan rapat tersebut bertujuan agar DPR mendapatkan klarifikasi langsung dari OJK. Hal itu termasuk penjelasan mengenai upaya penindakan dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan oleh OJK.

Budi Frensidy menilai OJK ikut bertanggung jawab atas kasus gratifikasi IPO yang terjadi di BEI. Jika OJK tidak mengambil tindakan terhadap kasus tersebut, hal itu bisa dianggap sebagai persetujuan terhadap keputusan BEI.

"Mungkin saja OJK berpandangan pengawasan terhadap pegawai BEI adalah tanggung jawab BEI," ujarnya. Ia berharap BEI dan OJK bisa menggali lebih lanjut mengenai keterkaitan pihak-pihak lain dalam kasus ini dari lima oknum yang telah dijatuhi sanksi.

Kasus gratifikasi ini telah mencoreng kredibilitas Bursa Efek Indonesia di mata emiten dan investor. Jika kasus ini tidak ditangani dengan serius, target BEI untuk meraih 62 emiten baru dalam IPO tahun ini kemungkinan tidak akan tercapai.

Halaman: