Chili Punya Perjanjian Dagang Bebas Terluas, Peluang bagi Indonesia

Ilustrator Katadata/Betaria Sarulina
Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chili Rodrigo Yáñez Benítez
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Sorta Tobing
15/6/2019, 20.15 WIB

Dengan penerapan IC-CEPA pada Agustus nanti, pemerintah memprediksi kenaikan ekspor ke Chili minimal mencapai 200%. Bagaimana Chili menutup defisit perdagangan dengan Indonesia?

Kami memiliki defisit perdagangan hampir US $ 20 juta, tetapi potensi perdagangan kami jauh dari itu. Tahun lalu, total transaksi dagang kita mencapai US$ 219 juta. Sementara total perdagangan Chili dengan Vietnam mencapai US$ 1 miliar.

Tentu saja ini menjadi peluang untuk mendorong pertumbuhan yang sama. Chili merupakan pintu gerbang perdagangan ke Amerika Latin. Kami merupakan negara yang memiliki jaringan perjanjian perdagangan bebas terluas. Hal itu merupakan aset bagi eksportir Indonesia. Kami juga ingin berbagi dengan Indonesia sehingga dapat mengatasi tantangan bersama dan mengambil peluang dari perang dagang.

Produk yang akan ditingkatkan Chili ke Indonesia?

Terutama produk makanan (buah) berry, daging sapi, buah segar, dan buah kering. Kami merupakan salah satu pengekspor utama salom fillet segar di dunia. Konsumen Indonesia akan mendapatkan manfaat dari kualitas dan harga yang lebih baik dari eksportir produk makanan kelas dunia seperti kami.

Di sisi lain, ekspor Indonesia juga akan meningkat ke Chili pada sektor autoparts, bahan ban, minyak dan gas, dan lainnya. Jadi, kami sangat menilai positif perjanjian ini. Kami cukup percaya diri bahwa perjanjian ini akan menunjukkan hasil dan meningkatkan perdagangan antara Chili dan Indonesia.

Setelah IC-CEPA berlaku selama 60 hari, ada kelanjutan pembicaraan dagang dengan Indonesia?

Selain peningkatan perdagangan barang, kami ingin memperluas sektor jasa dan investasi dengan Indonesia. Sebab kami belum melihat investasi dari Indonesia di negara kami dan sebaliknya. Jadi kita perlu memperbaiki hal ini.

Ada banyak peluang bagi investor Indonesia di Amerika Latin dari Chili, juga bagi investor Chili di Indonesia. Tapi investor Chili masih fokus pada kawasan di AS dan Eropa. Saya pikir Indonesia memiliki potensi sebagai ekonomi utama di ASEAN.

Ada dua investor dari Chili yang tertarik berinvestasi di Indonesia, yaitu Midesa dan Colun (Cooperativa Agricola y Lechera de La Union Ltd). Adakah yang lainnya?

Saya kurang tahu. Tapi saya pikir yang potensial ialah sektor pertambangan. Selain itu sektor jasa di Indonesia juga bisa ditelusuri lebih lanjut.  Ada pula perusahaan susu, produk makanan, industri agro, juga perusahaan-perusahaan utama di Chili lainnya. Kami harap perusahaan tersebut bisa memperluas bisnisnya ke Indonesia.

(Baca: Imbas Perang Dagang, Pemerintah Siapkan 12 Perjanjian Dagang Bilateral)

Proyeksi Anda untuk ekspor Chili ke Indonesia?

Kami selalu berhati-hati dalam memperhitungkan peluang karena kami perlu memastikan keamanan manusia, hewan, dan tumbuhan melalui tindakan sanitary and phytosanitary perspective (kesepakatan sanitari dan fitosanitasi), kami perlu melakukan hal itu. Juga dalam sertifikasi halal, kami perlu melakukannya.

Jadi, setelah kami mendapatkan kejelasan itu, kami dapat menyusun proyeksi. Tetapi ketika kami mendorong pasar ke India dengan proses tersebut, nilai ekspor dapat didorong hingga 200% per tahun.

Chili meminta dukungan Indonesia untuk bergabung dalam kerja sama perdagangan bebas ASEAN-Australia dan Selandia Baru (AANZFTA) sekaligus kerja sama regional komprehensif (RCEP). Mengapa kerja sama ini penting?

Kami tidak memiliki FTA dengan semua negara di ASEAN. AANZFTA akan memberi kami kerangka kerja untuk terlibat dalam perdagangan dengan kedua negara tersebut. Saya pikir ASEAN +2 akan mendorong dan meningkatkan hubungan perdagangan dengan ASEAN.

Kami juga berpikir bahwa ASEAN sebagai mitra kami akan memiliki pemikiran yang sama.  Saya pikir ini akan meningkatkan mitra dagang di Pasifik dan juga akan memberikan keuntungan. 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika