Cerita Indomie Sukses Menembus Pasar 80 Negara

KATADATA
Franciscus Welirang, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (KATADATA | Bernard Chaniago)
Penulis: Heri Susanto
23/9/2013, 00.00 WIB

KATADATA – Lebih dari 20 tahun, PT Indofood Sukses Makmur Tbk memperkenalkan Indomie, produk mie instant ke pasar internasional. Kini, lndomie bukan hanya dikenal di negara tetangga dekat seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong hingga Taiwan. Namun, Indomie sudah terbang jauh ribuan kilometer, menjangkau lebih dari 80 negara, baik di Eropa, Timur Tengah, Afrika hingga Amerika. Di Sudan dan Libanon, Indomie hampir ada di setiap toko retail dan super market. Bahkan, Indofood juga membangun pabrik di sejumlah negara, seperti di Malaysia, Saudi Arabia, Nigeria, Suria hingga Mesir.

Untuk mengetahui strategi Indofood membangun merek global, berikut ini petikan wawancara Katadata dengan Franciscus Welirang, Direktur PT Indofood Sukses Makmur di Jakarta beberapa waktu lalu. Wawancara ini juga dimuat di buku "Made in Indonesia: The Best Indonesian Products of Top 100 Exporters" yang diterbitkan oleh Katadata pada akhir September 2013.

Bagaimana daya saing produk makanan asal Indonesia yang diekspor?

Produk makanan Indonesia punya daya saing tinggi. Persoalannya, itu sangat bergantung pada bahan baku dan biaya operasional. Contohnya, untuk produk mie instant, biaya bahan baku mencapai 80 persen, sedangkan biaya operasional 20 persen. Jadi, bahan baku seperti gandum menjadi tantangannya karena sebagian besar diimpor.

Bukti daya saing mie instant Indonesia lebih tinggi dibandingkan produk negara lain…

Buktinya, mie instant Indonesia sudah tersebar di mana-mana, di banyak negara. Bahkan, mie instant seperti Indomie, harga ekspornya lebih mahal 30 persen dibandingkan harga dalam negeri. Tidak ada yang bisa mengalahkan.

Mengapa mie instant Indonesia cukup populer di mancanegara, padahal nilai ekspornya relatif kecil?

Nilai ekspor mie instan memang kecil. Namun, gaung Indomie sebagai brand Indonesia begitu terasa di overseas. Membangun brand itu sangat penting. Bahkan, jika brand itu sudah populer, nilainya bisa sampai 100 kali dari equity perusahaan.

Bagaimana proses membangun merek Indomie sehingga bisa populer di mancanegara?

Ini adalah hasil kerja akumulasi secara konsisten sejak Indomie pertama kali diekspor pada 1992. Awalnya, Indofood membentuk Direktorat Ekspor dengan tugas fokus mengembangkan ekspor Indomie ke berbagai negara. Tim ini aktif mempelajari semua izin impor di setiap negara. Lantas, menetapkan target negara. Saat itu, sasaran utamanya, negara dengan jumlah tenaga kerja Indonesia paling banyak sehingga Indomie populer di Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi dan lainnya. Bahkan, di Arab Saudi konsumen Indomie sudah masuk generasi kedua. Saat pertama kali Indomie masuk pada 1990-an, mereka masih anak-anak, sekarang mereka sudah dewasa dan berkeluarga. Selain TKI, Indomie juga dibawa oleh para pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri, sehingga Indomie juga populer di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia, negara yang menjadi tujuan pelajar Indonesia melanjutkan pendidikannya.

Lantas, bagaimana tindakan selanjutnya sehingga pemasaran Indomie berkembang ke lebih dari 80 negara?

Setelah menetapkan negara tujuan ekspor, Indofood membentuk regional office di masing-masing negara. Bahkan, kami melangkah lebih jauh dengan membangun pabrik di beberapa negara lain yang menjadi target pasar utama Indomie, seperti Nigeria. Dengan pabrik di negara-negara tersebut, Indofood tetap bisa mengekspor produk lainnya, seperti bumbu, saos atau kecapnya. Sebab, bumbu-bumbu itu hanya bisa dibuat di Indonesia. Perkembangan di pasar ekspor tersebut juga didukung oleh keberadaan toko-toko Indonesia di beberapa negara, seperti di Thailand, Hong Kong, Taiwan hingga Arab Saudi. Bahkan, di Arab Saudi ada 1200 toko yang khusus menjual makanan Indonesia.

Berkaca dari pengalaman Indomie, apa yang harus diperhatikan eksportir dalam melakukan ekspor makanan?

Pertama, soal keamanan bagi pembeli. Ini bukan sekedar soal aman produknya, namun lebih dari itu, yakni proses produksi harus sesuai standar internasional. Kedua, bahan baku diperoleh dari kebun atau pertanian yang sudah memenuhi standar good coming practice. Ke depan, soal security juga harus dijaga secara berkesinambungan karena itu sudah menjadi tuntutan dunia. Tuntutan itu berupa pemenuhan persyaratan standar bagi eksportir untuk masuk negara tertentu dalam bentuk sertifikasi ISO 9001: 2000 dan HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Points). Jadi, kalau tidak ada jaminan keamanan, retail shop tidak mau menjual karena ditolak oleh konsumen.

Beberapa tahun lalu, Indomie pernah ditarik di Hong Kong, apakah ini karena persoalan tidak memenuhi standar keamanan?

Itu dulu karena persoalan standard kecap manis. Padahal, standar keamanan kecap manis yang berlaku di Indonesia jauh lebih tinggi daripada standard di Hong Kong. Menurut saya, isu ini dulu lebih dipicu oleh faktor persaingan dagang mie instant. Sebab, Mie Goreng asal Indonesia populer di sana, di 7Eleven bisa dimasak, lalu makan sambil jalan. Di sekolah-sekolah, juga menjual Mie Goreng Indomie.

Reporter: Heri Susanto