Kishore Mahbubani: ASEAN Organisasi Regional Paling Sukses di Dunia

Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo
Distinguished Fellow Asia Research dari National University of Singapore Profesor Kishore Mahbubani.
Penulis: Sorta Tobing
13/9/2023, 08.00 WIB

Dunia kini memasuki era baru. Dominasi negara Barat, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, akan bergeser ke Asia. 

Dalam bukunya, The Asian 21st Century, Distinguished Fellow Asia Research dari National University of Singapore Profesor Kishore Mahbubani menyebut Cina, India, dan negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN, akan menjadi kekuatan utama dunia.

Pendapat ini bukan tanpa sebab. Ia menemukan hal yang mengejutkan selama 200 tahun pencapaian Barat. Negara-negara ini justru gagal melakukan adaptasi kecerdasan. Kondisi tersebut membuat masyarakatnya menjadi sangat tersesat dan pesimistis terhadap masa depan. 

Contoh nyata adalah AS yang gagal dalam memberikan kesempatan yang setara. Mayoritas masyarakatnya kini bekerja untuk kelompok minoritas yang jauh lebih makmur. Belum lagi soal keterbukaan dan demokrasi yang ternyata tak berjalan lancar di negara tersebut. 

“Menurut saya, Barat gagal menyadari bahwa dominasi mereka terhadap dunia telah berakhir,” kata mantan Duta Besar Singapura untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa itu di Hotel The Westin, Jakarta, Rabu (6/9). “Kini Asia ingin menentukan pilihan mereka sendiri.” 

Usai memberikan kuliah umum dalam acara Golkar Institute, Profesor Kishore memberikan waktunya untuk berbincang-bincang dengan reporter Katadata.co.id, Amelia Yesidora. Berikut petikan hasil wawancaranya. 

Distinguished Fellow Asia Research dari National University of Singapore Profesor Kishore Mahbubani (Katadata/Ezra Damara)

Bagaimana Anda melihat kondisi dunia saat ini di tengah perang Rusia dengan Ukraina, ketegangan Amerika Serikat dan Cina?

Saya pikir, hal pertama, kita perlu sangat berhati-hati. Perang Ukraina bukanlah perang yang menyangkut negara-negara ASEAN dan Asia. Tentu saja invasi Rusia ke Ukraina adalah ilegal dan kita semua mengutuknya. Tapi kita tidak akan terlibat dalam perang. Kita harus mendorong semua pihak di Eropa untuk bekerja demi perdamaian, bukan untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. 

Persaingan AS dan Cina lebih mirip persaingan di Asia. Orang-orang Asia pasti akan terpengaruh dengan itu, seperti yang saya tulis dalam buku Has China Won? Jadi, sangat penting bagi negara Asia untuk mengambil tindakan proaktif. 

Caranya?

Sampaikan kepada AS dan Cina bahwa Asia tidak ingin memihak siapa pun. Orang-orang Asia ingin berteman, baik dengan AS dan Cina. Dan saya pikir, kita harus memberitahu mereka sekarang, sebelum persaingan semakin cepat. Jika tidak, mereka akan mencoba mendorong kita untuk memihak. Itu akan sangat buruk bagi Asia. 

Dalam buku terbaru Anda, The Asian 21st Century, tertulis negara Barat gagal melihat Asia yang semakin kuat. Apa masalahnya?

Saya senang Anda menyebut buku saya. Prediksi awal, buku The Asian 21st Century hanya diunduh 20 ribu pengguna saja. Tapi ternyata sudah lebih 3,24 juta pengunduh. Jadi ada ledakan minat dalam buku itu.

Alasan saya menyebut soal negara Barat karena dunia secara psikologis sedang mempersiapkan diri menghadapi era Asia. Menurut saya, Barat gagal menyadari dominasi mereka terhadap dunia telah berakhir. Kini Asia ingin menentukan pilihan mereka sendiri. 

Untungnya kita, di Asia, dapat menunjukkan kepada dunia bagaimana melakukan pekerjaan lebih baik dalam menjaga perdamaian dan kemakmuran kawasan. Saya menegaskan bahwa ASEAN adalah organisasi regional paling sukses di dunia.

Alasannya?

ASEAN mampu menjaga perdamaian dan kesejahteraan, meskipun tidak sempurna. Memang kita masih memiliki masalah, misalnya di Myanmar. Namun, terlepas dari itu, kita tidak menghadapi perang besar. Berbeda dengan Uni Eropa, yang kini terjadi di Ukraina. 

Jadi, menurut saya, penting bagi dunia untuk mencoba dan memahami mengapa ASEAN begitu sukses dan pelajaran apa yang bisa diambil. 

Perekonomian Jepang pernah delapan kali lebih besar dibandingkan ASEAN pada 2000. Kini menyusut menjadi sekitar 1,5 kali lipat. Apa kunci keberhasilan ASEAN?  

Saya melihat ASEAN akan menjadi lebih besar dari Jepang. Jadi jelas, Jepang menjadi negara matahari terbenam dan ASEAN adalah organisasi matahari terbit. Ada banyak alasan dan tertulis dalam buku saya, The ASEAN Miracle

Yang pertama F, yaitu fear atau ketakutan negara-negara Asia Tenggara pada masa Perang Dingin. Mereka bersatu dan menciptakan solidaritas yang menjadi landasan bagi ASEAN untuk bersatu. 

Dan ada L, yaitu luck atau keberuntungan. Pada tahun-tahun awal, AS dan Cina sangat mendukung ASEAN. Begitu juga negara maju lainnya.

Yang paling penting adalah G alias golf. Para menteri dan diplomat ASEAN bermain golf satu sama lain, seperti yang saya lakukan saat menjabat di organisasi ini. Kami mengembangkan rasa persahabatan satu sama lain yang terbukti sangat, sangat membantu. 

Jadi rahasianya 3 hal tersebut?

Betul. Fear, luck, dan golf. Negara-negara yang tergabung di ASEAN adalah paling beragam di planet bumi. Faktanya, kita bisa menyatukan semua orang dalam satu kelompok, sebuah organisasi regional yang kuat. ASEAN dapat menjadi pelajaran kepada dunia tentang menciptakan organisasi regional yang sukses. 

Anda juga menyebut dalam The Asian 21st Century, ASEAN berhasil secara ekonomi karena perjanjian RCEP (Regional Comprehensive Economic Partner). Ada pula budaya Indonesia, yaitu musyawarah mufakat. Apa ini semua cukup membuatnya tetap kuat di kancah global?

Sangat penting bagi 11 negara ASEAN untuk tetap bersatu menghadapi kondisi geopolitik terbaru. Lalu, budaya musyawarah mufakat dari Indonesia telah disuntikkan ke dalam gen ASEAN dan itu sangat baik. Kita belajar untuk berkompromi. Banyak organisasi komite regional bangkrut karena tidak dapat berkompromi. 

Seperti India dan Pakistan, keduanya bahkan tidak bisa melakukan perdagangan normal satu sama lain. Ini sangat menyedihkan. Berbeda dengan ASEAN yang sudah terbuka dan total perdagangannya telah meningkat secara dramatis sebagai akibat dari perekonomian yang lebih terbuka. 

Kishore Mahbubani (Katadata/Ezra Damara)

Anda pernah menulis artikel berjudul The Genius of Jokowi pada 2021. Apakah Anda masih melihatnya sebagai seorang jenius?

Menurut saya, Presiden Jokowi adalah pemimpin yang sangat baik, dalam standar apa pun. Karena ia telah memberi Indonesia sepuluh tahun kedamaian dan kemakmuran. Jadi, Indonesia beruntung sekali mempunyai stabilitas politik yang begitu lama. 

Ketika saya menulis artikel tentang kejeniusan Jokowi, orang salah mengartikan judulnya. Jenius dalam hal ini adalah keistimewaan Presiden Jokowi, terutama kehebatannya. Dia seseorang yang memiliki kekuatan yang tidak biasa. Salah satunya mampu menyatukan dan menciptakan kesatuan dari berbagai partai politik dalam pemerintahannya.

Itu sesuatu yang tidak terjadi di banyak negara. Di AS, misalnya, mustahil bagi Presiden Donald Trump mendapatkan satu anggota Partai Demokrat untuk bekerja dengannya. Bahkan Presiden Joe Biden belum memiliki anggota Partai Republik yang mau bekerja untuknya. 

Berbeda dengan Jokowi. Ia adalah sosok pemersatu dan berhasil mendapatkan banyak perwakilan dari partai politik untuk bergabung dalam pemerintahannya. 

Bagaimana Anda melihat proyek terbesar Jokowi, yaitu memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur?

Pertama, ini adalah proyek yang sangat berani. Tidak mudah memindahkan ibu kota. Saya tidak heran kalau banyak penolakan terhadapan rencana ini karena masyarakat tidak mau pindah. Namun, seiring berjalannya waktu, saya pikir sudah jelas, kapasitas Jakarta untuk menampung lebih banyak penduduk sudah sangat terbatas.

Jadi, dalam beberapa hal, rencana tersebut menunjukkan Presiden Jokowi memandang ke depan dan memikirkan situasi Indonesia dalam 20 sampai 30 tahun ke depan. Ia bertanggung jawab dalam mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi di masa depan. 

Terkait politik, Indonesia akan memilih presiden yang baru. Bagaimana Anda melihat situasi politik yang terjadi sekarang?

Menurut saya, menyelenggarakan pemilu secara rutin merupakan perkembangan demokrasi yang sangat positif. Ini menunjukkan pemimpin negara ini akan mendapat dukungan dari rakyat. 

Selama pemilu berlangsung adil dan diselenggarakan secara netral, saya pikir siapa pun yang menang mempunyai legitimasi. Saya yakin masyarakat Indonesia akan bijak memilih presiden berikutnya. 

Dari tiga bakal calon presiden yang muncul saat ini, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, Anda melihat ada yang paling potensial?

Salah satu aturan hubungan internasional adalah orang asing tidak boleh mengomentari politik dalam negeri negara lain. Karena saya warga negara Singapura, maka saya tidak boleh mengambil posisi apa pun dalam politik Indonesia. Jadi salah jika saya menyampaikan pendapat soal itu.

Oke, tapi menurut Anda, pemenang pemilu, dialah yang memiliki legitimasi?

Tentu saja. Pemilu itu adil. Saya yakin pemilu di Indonesia akan adil. Pemimpin akan meraih legitimasinya. Siapa pun itu.