Aset PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk secara konsolidasi pada 2023 tercatat tumbuh 5,3 persen menjadi Rp1.965,0 triliun secara year on year. BRI pun membukukan laba Rp60,4 triliun atau tumbuh 17,5 persen.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, berbekal strategic response yang tepat maka perseroan menjadi semakin tangguh, kuat dan hebat. Meskipun 2023 diliputi banyak tantangan eksternal tetapi BRI terus tumbuh.

“Tantangan tahun lalu, mulai dari era suku bunga dan inflasi tinggi, kondisi geopolitik yang penuh dengan ketidakpastian, serta beberapa bank di Amerika Serikat yang kolaps. Tapi BRI dapat melewati itu semua dengan catatan impresif,” ujarnya dikutip dari siaran pers, Rabu (31/1).

Sunarso juga mengemukakan, laba BRI menjadi hak pemegang saham. Melalui pembayaran pajak dan dividen, mayoritas dari laba senilai Rp60,4 triliun akhirnya akan kembali ke negara sebagai pemegang saham mayoritas. Dana ini selanjutnya digunakan untuk kepentingan rakyat melalui berbagai program pemerintah.

“Ini adalah bukti nyata bahwa perusahaan BUMN yang memiliki fungsi agent of development dan value creator dapat secara simultan menjalankan peran economic dan social value secara bersamaan,” imbuh Sunarso.

Penopang utama kinerja impresif BRI hingga pengujung 2023 di antaranya penyaluran kredit yang tumbuh double digit dan di atas industri perbankan nasional, kualitas kredit yang terjaga, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang memadai dengan fokus pada dana murah (CASA), serta efisiensi yang terus meningkat, hasil dari transformasi digital yang dilakukan BRI.

Dari sisi fungsi intermediasi, per Desember 2023, BRI berhasil mendorong penyaluran kredit tumbuh 11,2 persen yoy menjadi Rp1.266,4 triliun. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran kredit industri perbankan nasional yang sebesar 10,4 persen yoy sepanjang tahun lalu.

Secara keseluruhan terpantau semua segmen pinjaman BRI tumbuh positif. Perinciannya a.l. segmen mikro tercatat tumbuh 10,9 persen yoy menjadi Rp611,2 triliun, segmen konsumer tumbuh 13,4 persen yoy menjadi Rp190,0 triliun, segmen kecil dan menengah tumbuh 8,6 persen yoy menjadi Rp267,5 triliun dan segmen korporasi tumbuh 13,8 persen yoy menjadi Rp197,7 triliun. Totalnya, portofolio kredit UMKM BRI mencapai 84,4 persen dari total penyaluran kredit BRI atau setara Rp1.068,7 triliun.

Keberhasilan BRI dalam meningkatkan portofolio kredit UMKM tak terlepas dari akselerasi sumber pertumbuhan baru melalui integrasi ekosistem ultra mikro. Per Desember 2023, jumlah nasabah holding ultra mikro tercatat mencapai 37,3 juta peminjam.

Keberhasilan BRI Group mengintegrasikan nasabah di segmen ultra mikro tersebut berdampak terhadap penurunan jumlah nasabah yang belum mendapatkan akses keuangan formal. Pemberdayaan pelaku usaha wanita di segmen ultra mikro oleh PNM, misalnya, tercatat mampu menyalurkan Rp41,6 triliun kepada 15 juta pelaku usaha wanita melalui PNM Mekaar.

Apabila dibandingkan dengan Grameen Bank, lembaga pembiayaan di Bangladesh penerima hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006, yakni Grameen Bank secara akumulasi menyalurkan pinjaman kepada 10,5 juta orang. Sama seperti PNM, mayoritas nasabah lembaga tersebut adalah kalangan perempuan yang mencapai 97 persen.

Sunarso menjelaskan, PNM yang tergabung dalam holding ultra mikro kini pantas mengklaim dirinya sebagai group lending terbesar di dunia. “Hal ini merupakan wujud BRI Group dalam melakukan pemberdayaan kepada wanita prasejahtera dan mendukung pencapaian SDGs khususnya yang terkait dengan kesetaraan gender,” ujarnya.

Tak hanya berhasil mengakselerasi penyaluran kredit hingga di atas pencapaian industri perbankan nasional, BRI juga mampu menjaga kualitas kredit yang disalurkan. Tercatat NPL BRI hingga akhir Desember 2023 terkendali di level 2,95 persen dengan NPL Coverage sebesar 229,09 persen.

Sementara itu, loan at risk (LAR) BRI tercatat 13,8 persen pada akhir Desember 2023. Angka ini menurun signifikan dibandingkan dengan LAR BRI pada posisi tertinggi saat puncak pandemi Covid-19 pada September 2020 sebesar 29,8 persen.

“Kemampuan BRI dalam mengelola NPL dibawah 3 perse tersebut membuktikan prinsip risk management telah dijalankan dengan baik oleh BRI mengingat mayoritas portofolio BRI ada di segmen UMKM,” imbuh Sunarso.

Dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), hingga akhir Desember 2023, BRI berhasil menghimpun DPK sebesar Rp1.358,3 triliun atau tumbuh 3,9 persen yoy. Pencapaian ini juga lebih baik dibandingkan dengan DPK industri perbankan nasional yang tumbuh 3,8 persen secara yoy pada akhir Desember 2023. Penghimpunan DPK BRI masih didominasi dana murah (CASA) dengan presentase mencapai 64,4 persen atau setara dengan Rp874,1 triliun.

Di tengah ketatnya likuiditas perbankan nasional dampak dari era suku bunga yang tinggi, BRI mampu menjaga rasio likuiditas di level memadai. Tercatat LDR BRI pada akhir Desember 2023 sebesar 84,2 persen.

Selain itu, BRI juga mampu menjaga rasio kecukupan modal (CAR) di level memadai sebesar 27,3 persen. Dengan kondisi likuiditas dan permodalan yang memadai ini maka perseroan memiliki ruang untuk tumbuh lebih baik pada 2024.

Adapun, dari sisi operasional, BRI mampu untuk terus meningkatkan efisiensi operasionalnya. Hal ini tercermin dari rasio cost to income ratio (CIR) yang terus membaik dibandingkan 2023.

CIR BRI pada Desember tahun lalu tercatat 41,9 persen atau lebih baik dibandingkan dengan CIR pada akhir Desember 2022 sebesar 47,4 persen. Peningkatan efisiensi yang dilakukan perseroan tak terlepas dari transformasi digital yang terus dijalankan.

“Keberhasilan transformasi digital BRI pun terbukti dari kinerja positif BRImo. Yang mana, BRImo saat ini menjelma sebagai super apps serba bisa yang telah digunakan oleh 31,6 juta users dengan volume transaksi mencapai Rp4.158 triliun atau tumbuh 55,8 persen yoy per Desember 2023,” ucap Sunarso.

Selain itu, transformasi digital untuk memberikan dan menjangkau nasabah dengan lebih luas juga dilakukan dengan adanya AgenBRILink. Sampai dengan pengujung 2023, BRI memiliki lebih dari 740 ribu AgenBRILink dengan volume transaksi mencapai sebesar Rp1.427 triliun dan memberikan fee-based income kepada BRI senilai Rp1,5 triliun.

Selain memberikan layanan yang lebih efisien bagi BRI, AgenBRILink merupakan model bisnis economy sharing. Dimana untuk para agen, nilai pendapatan yang mereka terima bisa mencapai 2-3 kali lipat yang diterima oleh BRI. Ini adalah bukti nyata bahwa keberadaan BRI mampu memberikan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat.

Sunarso menuturkan, pihaknya menatap 2024 dengan penuh optimis. BRI pun terus berupaya untuk merespons berbagai tantangan guna mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

“Inovasi dan eksplorasi sumber pertumbuhan baru yang dilakukan BRI berimplikasi pada bisnis perseroan yang semakin kompleks, hal ini menuntut BRI agar dapat lebih dinamis dan cermat dalam mengoptimalkan peluang bisnis,” ucapnya.