Harga saham PT Lippo Cikarang Tbk sempat melejit saat proyek Meikarta mulai didengungkan pada awal 2015. Menuju 2016, harga saham Lippo Cikarang mulai merosot dan menuju titik terendahnya yaitu Rp 1.200 per saham per 18 Oktober 2018.
Pelemahan harga saham tersebut diakibatkan oleh melemahnya pasar properti dan segudang permasalahan perizinan proyek Meikarta. Pada Maret 2018 Moody’s, bahkan menurunkan peringkat instrumen investasi Real Estate Investment Trust (REIT) Lippo Grup menjadi Ba1 atau tak layak investasi.
Dengan situasi ini, beberapa upaya penguatan keuangan Lippo Cikarang dilakukan, termasuk mengenai pembiayaan proyek Meikarta. Di tengah ketatnya kondisi likuiditas dan utang jangka panjang, Lippo Cikarang mendapatkan kucuran dana baru. Dana tersebut berasal dari pembelian saham oleh OUE Limited dan OUE Lippo Healthcare Limited atas PT Bowsprit Asset Management pada September 2018. Bowsprit merupakan pengelola aset Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau REIT senilai SGD 202 juta atau sekitar Rp 2,18 triliun.
(Lihat : Karut-Marut Perizinan Meikarta, Saham Lippo Cikarang Rontok)
Tidak hanya itu, usaha pengumpulan dana untuk Meikarta juga dilakukan dengan pembelian saham oleh Hasdeen Holdings Ltd. Menurut laporan keuangan PT Lippo Cikarang Tbk pemegang saham Mahkota Sentosa Utama, bertambah satu investor yaitu PEAK Asia Investment Pte Ltd per Maret 2017. Dalam perjanjian tersebut, Hasdeen melalui PEAK akan menyuntik modal sebesar US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun secara bertahap hingga Desember 2018.
(Baca : Lippo Sudah Alihkan 49,9% Saham Meikarta ke Perusahaan Luar Negeri)
PT Bowsprit kemudian menawarkan DIRE Bowsprit Commercial and Infrastructure dengan target penghimpunan dana sebesar Rp 1,19 triliun. Selain itu, menerbitkan Dinfra Bowsprit Township Development dengan dana himpunan yang ditaksir bisa mencapai Rp 750 miliar. Meikarta juga menerbitkan Medium Term Notes (MTN) senilai Rp 4,8 miliar untuk penghimpunan dana.
(Baca : Grup Lippo yang Kian Nestapa Akibat Kasus Suap Meikarta)