Skema Kemitraan Kehutanan yang tergabung dalam program Perhutanan Sosial menjadi solusi penguraian konflik yang ada di kawasan hutan. Melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, skema Kemitraan hadir untuk menjadi solusi permasalahan antara masyarakat dengan kelompok Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) atau perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan.
Skema ini melibatkan banyak pihak yang akhirnya dapat menghasilkan dampak positif bagi para pemegang izin. Beberapa daerah seperti Desa Rempek di Nusa Tenggara Barat (NTB), Desa Bungku dan Hutan Tanaman Industri (HTI) Wanamukti Wisesa di Jambi menjadi beberapa daerah yang sudah menerapkan skema ini. Alhasil, kini masyarakat setempat sudah dapat menuai dampak positif setelah mengantongi surat keterangan (SK).
Berdasarkan publikasi Kemitraan Partnership yang bertajuk “Upaya KPH Mengurai Sengketa”, terdapat empat faktor penentu penyelesaian konflik. Pertama, pendekatan yang tepat Kepala KPH kepada masyarakat. kedua, kepemimpinan yang kuat dan sikap kolaboratif tokoh masyarakat. ketiga, stimulus tata kelola yang baik oleh Lembaga swadaya masyarakat (LSM). Keempat, tingginya intensitas konflik yang mudah tereskalasi akan mempercepat penyelesaian sengketa.