Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) telah menerbitkan keputusan No.182 K/10/MEM/2020. Regulasi ini akan mengatur Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Babati (BBN) jenis biodiesel yang dicampur ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM). HIP tersebut sudah berlaku pada 1 Oktober lalu.
Menteri ESDM mengeluarkan Kepmen No. 182 K tersebut karena pemerintah akan melanjutkan program mandatori BBN biodiesel dan menyesuaikan kembali formula Harga Indeks Pasar (HIP) BBN jenis Biodiesel yang dicampurkan ke dalam jenis BBM.
Berdasarkan latar belakang dan rencana tersebut, Pemerintah melalui Kementerian ESDM perlu mengubah dan menetapkan kembali dua regulasi lama, yaitu Kepmen ESDM No. 350 K/12/DJE/2018 yang mengatur besaran konversi CPO menjadi biodiesel, besaran maksimal ongkos angkut, dan biaya konsinyansi Floating Storage Balikpapan, dan Kepmen ESDM No. 135 K/12/MEM/2020 yang mengtur HIP Biodiesel pada masa darurat Covid-19.
Ada delapan poin penting dalam Kepmen ESDM No. 182 K. Pertama, penetapan formula baru HIP biodiesel yang memperhitungkan harga minyak kelapa sawit (CPO) di Belawan dan Dumai bulan sebelumnya yang ditambah konversi CPO ke Biodiesel sebesar US$85 per Metrik Ton (MT). Faktor konversi yang digunakan adalah 870 Kg/m3, dan ditambah lagi ongkos angkut per daerah dengan besaran maksimal.
Kedua, HIP Biodiesel tersebut berlaku untuk BBM umum dan tertentu. Ketiga, Kementerian akan menetapkan besaran HIP setiap bulan. Keempat, untuk titik serah floating storage atau shore terminal Balikpapan, formula HIP-nya harus ditambah biaya hasil rekonsialiasi besaran unit cost maksimal sesuai Kepmen ESDM No.182 K.
Kelima,besaran maksimal ongkos angkut juga berlaku untuk badan usaha biodiesel lebih dari satu titik suplai (lokasi pabrik). Keenam, badan usaha biodiesel yang menyalurkan melalui titik suplai lain juga bisa menggunakan HIP dengan syarat ongkos angkutnya berdasarkan besaran maksimal dari ongkos angkut yang nilainya terendah di antara titik suplai lain dengan lokasi pabrik.
Ketujuh, bila ongkos angkut yang titik serah dan titik suplainya tidak tercantum dalam Kepmen ESDM No. 182 K, maka besaran maksimal ongkos angkut diperhitungkan bila ada perubahan pada Kepmen tersebut. Delapan, Badan usaha yang telah menyalurkan biodiesel yang ongkos angkutnya telah tercantum pada Kepmen ESDM No. 350 K/12/DJE/2016, maka ongkos angkutnya mengacu kepada Kepmen ESDM No.148 K/10/DJE/2019. Selain itu, badan usaha yang telah menyalurkan biodiesel sejak 1 Januari 2020 yang ongkos angkutnya belum tercantum pada Kepmen ESDM No. 350 K/12/DJE/2016, maka ongkos angkutnya mengacu kepada Kepmen ESDM No.182 K.