Berdasarkan hasil penilaian Indeks Perhutanan Sosial yang dirumuskan oleh tim Katadata Insight Center (KIC), Jambi menjadi provinsi terbaik dalam implementasi skema Hutan Adat. Nilai indeks 52,5 merupakan nilai indeks tertinggi di kategori Hutan Adat, bahkan melebihi angka median nasional senilai 32,8.
Nilai indeks tersebut didapatkan dari akumulasi perhutangan indikator input, proses, dan output. Untuk rasio persetujuan izin dibandingkan pengajuan izin dan jumlah komoditas, Jambi menjadi yang tertinggi dibanding provinsi lainnya. Nilai secara berurutan yaitu 40 persen untuk rasio izin dan memiliki 38 komoditas.
Pemerintah Provinsi Jambi juga melakukan beragam upaya untuk mendorong keberhasilan implementasi Perhutanan Sosial, khususnya skema Hutan Adat. Mulai dari dukungan regulasi melalui Pergub No. 37 Tahun 2016, RPJMD yang membahas program Perhutanan Sosial, serta menyediakan anggaran untuk implementasi Hutan Adat. Pemerintah tingkat kabupaten juga mengeluarkan Perda pengakuan Hutan Adat.
Salah satu wilayah adat percontohan di Jambi adalah Desa Adat Rantau Kermas. Letaknya di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi. Masyarakat adat memanfaatkan lahan sesuai dengan pranata adat yang membagi lahan jadi empat kategori. Keempat fungsi tersebut yaitu hulu aik (wilayah lindung), tanah ngarai dan padang bebatu (wilayah tidak boleh diolah), tanah ajum (wilayah budidaya tanaman), dan tanah arah (wilayah pemukiman).
Di antara implementasi pranata adat tersebut, masyarakat adat menjaga 1000 pohon agar aliran Sungai Batang Langkup terjaga. Masyarakat kemudian mendayagunakan aliran sungai jadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro yang bisa menerangi semua rumah warga dan rumah produksi kopi. Upaya masyarakat adat menjaga lingkungan berdasarkan pranata adat kemudian diganjar penghargaan Kalpataru pada 2019 lalu.