Vaksin adalah salah satu upaya untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19. Di tanah air, program vaksinasi telah dimulai sejak 13 Januari lalu. Presiden Joko Widodo menjadi yang pertama disuntik vaksin (Baca: Mengukur Efikasi vs Efektivitas Vaksin Covid-19)
Vaksin dibutuhkan untuk memperkuat sistem imun tubuh dalam menghadapi penyakit. Terutama jenis penyakit baru yang belum dikenal sistem imun alami manusia, yakni sel darah putih. (Baca: Potensi Bahaya Penyebaran Varian Baru Corona di Indonesia)
Ketika patogen penyebab penyakit menyerang tubuh manusia, sel darah putih membentuk antibodi untuk melawan patogen tersebut. Namun pembentukan antibodi biasanya membutuhkan waktu karena belum mengenal “lawan“ yang menyerangnya. Alhasil, dalam proses tersebut orang akan jatuh sakit.
Vaksin yang berisi virus yang dilemahkan atau tidak aktif memberikan ransangan kepada sel darah putih untuk mengenal patogen yang baru tersebut. Diharapkan ketika jenis patogen tersebut menyerang tubuh, sel darah putih bisa mengenalnya dan langsung membentuk antibodi. Ini sekaligus mengurangi risiko terserang penyakit. (Baca: Indonesia Darurat Ruang Perawatan Covid-19)
Kendati demikian, Naor Bar Zeev, epidemiolog dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, mengatakan vaksinasi tidak bisa jadi satu-satunya cara untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Meski vaksin dapat melindungi dari gejala, tapi masih ada potensi mereka yang rentan tetap terinfeksi. (Baca: Sengkarut Data Penanganan Covid-19 di Indonesia)
Makanya, dia menyarankan siapa pun yang telah divaksinasi—termasuk yang lengkap dua kali dosisi—tetap menjalankan protokol kesehatan, seperti 3M: Mencuci tangan, Memakai masker, dan Menjauhi kerumunan.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan