Puasa merupakan kegiatan menahan lapar dan haus sejak adzan subuh hingga adzan maghrib. Tak hanya itu, puasa juga mengharuskan kita untuk mengendalikan nafsu dunia lainnya.
Puasa wajib yang dilakukan umat Muslim dilaksanakan pada bulan Ramadhan, tepatnya selama 30 hari dan diakhiri dengan Hari Raya Idul Fitri pada bulan Syawal.
Selain itu, juga ada puasa sunnah yang sifatnya tidak wajib, namun akan tetap mendapatkan pahala ketika dijalankan. Misalnya puasa syawal, dzulhijjah, muharram, dan lain-lain.
Puasa memiliki syarat dan rukun yang harus dijalankan agar dinyatakan sah dan dapat diterima. Selain itu, sebaiknya Anda juga mengetahui apa saja yang dapat membatalkannya. Salah satunya adalah muntah. Meski demikian, juga ada ketentuan muntah yang dapat membatalkan puasa.
Kali ini, Katadata.co.id akan membahas lebih lanjut tentang apakah muntah membatalkan puasa. Simak tulisan di bawah ini.
Apakah Muntah Membatalkan Puasa?
Muntah saat berpuasa dapat membatalkan puasa apabila dilakukan secara sengaja. Tepatnya ketika tidak ada dorongan untuk muntah yang disebabkan oleh masalah pencernaan atau yang lainnya, Anda justru memaksa untuk tetap memuntahkan makanan yang ada di dalam perut.
Penjelasan ini dibahas di dalam kitab Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah. Menurutnya, maksud dorongan untuk muntah tergolong tidak disengaja dan bersifat terpaksa. Misalnya disebabkan oleh gangguan pencernaan atau kondisi tubuh yang tidak sehat.
Perawi Tirmidzi pernah meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW , berikut bunyinya:
“Barangsiapa terdorong untuk muntah, maka tidak akan qadha baginya. Dan barangsiapa sengaja muntah, maka hendaknya mengqadha puasanya.”
Selain itu, Abu Hurairah RA bersabda:
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hal-hal Lain yang Membatalkan Puasa
1. Melakukan hubungan suami istri di siang hari saat puasa dengan sengaja
Puasa tidak hanya tentang menahan nafsu makan. Melainkan segala nafsu duniawi yang bisa membatalkannya. Salah satunya adalah berhubungan suami istri. Masih mengutip dari NU Online, diketahui bahwa hal ini mengharuskan Anda melakukan denda (kafarat) di luar bulan Ramadhan. Bisa dengan berpuasa atau memberi makan sejumlah takaran beras kepada 60 fakir miskin.
Melansir dari situs Muhammadiyah, berikut penjelasan mengenai hukum berhubungan intim pada siang hari di bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda: “Diangkat (hukum atau dosa) dari umatku karena silap (keliru), karena lupa atau karena dipaksa” (HR. Ibnu Hibban). Ada pula hadis lain yang berbunyi: “Barangsiapa berbuka puasa pada suatu hari dari hari-hari bulan Ramadhan karena lupa, maka ia tidak wajib qadha dan tidak pula wajib membayar kifarat.” (HR. Daruquthni).
Begitu pula dalam hadis ‘Umar Ibn al-Khattab diriwayatkan bahwa beliau berkata, “Pada suatu hari saya merasa birahi, lalu saya mencium [istri saya], lalu saya datang kepada Nabi SAW dan mengatakan, ‘Saya hari ini telah melakukan hal yang gawat. Saya mencium istri saya ketika sedang puasa.’ Lalu Nabi SAW balik bertanya, ‘Bagaimana kalau engkau berkumur-kumur dengan air ketika puasa?’ Aku menjawab, ‘Tidak apa-apa.’ Lalu Nabi SAW menimpali, ‘Kalau begitu kenapa bertanya’?” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Artinya berciuman tidak membatalkan puasa.
2. Keluar air mani atau sperma karena bersentuhan kulit
Berhubungan dengan poin sebelumnya, hal-hal yang membatalkan puasa ini dapat dipicu oleh bersentuhan dengan orang lain. Maka dari itu, sebaiknya menghindari hal demikian. Misalnya seperti berpelukan, melakukan ciuman, dan semacamnya.
Meski tidak secara langsung menyebabkan keluar air mani, tetapi dapat menjadi pemicu. Berikut hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Nabi SAW dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi SAW mencium ketika berpuasa dan berpelukan ketika berpuasa, namun beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan birahinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
3. Haid atau nifas di siang hari saat berpuasa
Hal-hal yang membatalkan puasa selanjutnya adalah perempuan yang mengalami haid dan nifas. Diketahui bahwa haid merupakan menstruasi yang umumnya terjadi setiap bulan. Sementara itu, nifas biasa dialami wanita setelah melahirkan. Dilansir dari Konsultasi Syariah, berikut penjelasannya.
Diharamkan berpuasa bagi wanita haid dan nifas, dan wajib bagi wanita itu meng-qadha hari-hari puasa pada hari-hari lain berdasarkan hadits dalam Ash-Shahihain, dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ia berkata, “Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”, ia mengucapkan hal itu karena ditanya oleh seorang wanita, “Kenapa wanita haid harus mengqadha puasa, tapi tidak mengqadha shalat?” Kemudian, Aisyah radhiallahu ‘anha menerangkan, bahwa hal ini adalah petunjuk yang harus diikuti berdasarkan nash.
4. Mengalami gangguan jiwa atau gila (junun)
Penyebab batalnya puasa salah satunya adalah mengalami gangguan jiwa, atau juga bisa disebut dengan junun. Hal ini dibahas di dalam surat Al -Baqarah ayat 185.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“ .. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” [Al-Baqarah/2 : 185]
Namun, mereka masih memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa di luar bulan Ramadhan. Apabila penyakit kejiwaan tersebut bersifat berkelanjutan dan kemungkinan pulih yang kecil, maka bisa dilakukan dengan memberi makan orang miskin yang disesuaikan dengan berapa hari puasa yang ditinggalkan.
5. Murtad atau keluar dari agama Islam
Murtad merupakan sebutan bagi orang yang keluar dari agama Islam. Ketika tidak lagi menjadi seorang muslim, maka bukan hal yang wajib baginya untuk berpuasa.
Tepatnya ketika pada siang hari dan saat berpuasa, orang tersebut menjadi murtad, maka puasanya tidak dianggap sah dan batal.
6. Memasukkan sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja
Pada saat puasa, tidak diperbolehkan memasukkan benda atau barang apapun ke dalam tubuh dengan sengaja. Tepatnya ke dalam lubang berpangkal pada bagian dalam tubuh (jauf). Misalnya mulut, hidung, dan telinga. Apabila dilakukan secara tidak sengaja, puasa tetap dianggap sah.
Lubang jauf juga memiliki batasan. Ketika ada benda yang melewati batas tersebut, maka puasa akan dianggap batal. Demikian apabila belum melewatinya, puasa akan tetap dianggap sah. Misalnya ketika mengupil, maka puasa tidak dianggap batal. Diketahui bahwa lubang hidung disebut sebagai muntaha khasyum atau pangkal insang.
7. Berobat dengan memasukkan obat atau benda melalui qubul dan dubur
Qubul merupakan lubang bagian depan pada tubuh. Sementara itu, dubur ialah bagian belakang. Biasanya proses pengobatan ini dilakukan oleh orang yang menderita ambeien hingga diperlukannya pemasangan kateter urin.
Melansir dari situs NU Online, hal ini terbagi menjadi lima. Lantaran, kriterianya beragam. Maka dari itu, masing-masing dibahas agar tidak terjadi kekeliruan.