Biografi Jenderal Soedirman, Panglima Pertama Republik Indonesia

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Ilustrasi, sejumlah pemuda membawa replika tandu saat mengikuti napak tilas rute perjuangan gerilya Jenderal Soedirman ke-38 di Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (16/11/2019).
Editor: Agung
18/4/2024, 19.26 WIB

Jenderal Besar Soedirman adalah salah satu dari sedikit yang diberi pangkat bintang lima, bersama dengan Soeharto dan A.H Nasution. Soedirman dilahirkan di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga pada 24 Januari 1916.

Orang tuanya adalah Karsid Kartawiuraji dan Siyem, tetapi dia dibesarkan oleh pamannya Raden Cokrosunaryo setelah diadopsi. Pada tahun 1916, saat pindah ke Cilacap, dia aktif dalam Muhammadiyah dan menjadi siswa yang rajin serta berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Kemampuannya dalam kepemimpinan, organisasi, dan ketaatan pada Islam membuatnya dihormati oleh masyarakat. Jenderal Soedirman adalah salah satu tokoh besar yang lahir dari revolusi. Pada usia 31 tahun, dia telah menjadi seorang jenderal.

Berkenaan dengan hal tersebut, menarik mengetahui sosok Jenderal Soedirman. Berikut ini biografi lengkap Jenderal Soedirman.

Biografi Jendral Besar Soedirman

Panglima TNI  meresmikan monumen Jenderal Soedirman (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/tom)

Melansir dari Perpustakaan Nasional RI, saat Jepang menduduki wilayah tersebut, Soedirman mendaftar ke tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Meskipun Soedirman hanya menyelesaikan pendidikan dasar, ia langsung diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Setelah berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dia naik menjadi Panglima Divisi V/Banyumas, dan akhirnya menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).

Soedirman terkenal sebagai Pahlawan Indonesia yang tak peduli pada dirinya sendiri demi menjaga Republik Indonesia. Dia dihormati sebagai Panglima dan Jenderal termuda di republik ini, menunjukkan dedikasi yang luar biasa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa.

Pribadinya yang teguh pada prinsip dan keyakinan menjadikannya pemimpin teladan. Dalam segala hal, ia selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat dan negara di atas kepentingan pribadinya sendiri.

Sikapnya yang gigih dan tidak pernah menyerah dapat dilihat saat Agresi Militer II Belanda. Meskipun sakit parah, dia tetap berjuang dalam gerilya, memberikan semangat pada pasukannya untuk melawan Belanda.

Soedirman lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, pada 24 Januari 1916, dan mendapatkan pendidikan dari Sekolah Taman Siswa dan HIK Muhammadiyah, meskipun tidak sampai tamat. Sebelum terjun ke dunia militer, ia terlibat aktif dalam organisasi Pramuka Hizbul Wathan dan menjadi guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap.

Pendidikan militernya dimulai di Peta di Bogor, di mana dia menunjukkan sikap tegas terhadap tindakan sewenang-wenang tentara Jepang. Setelah kemerdekaan, ia memimpin pasukan merebut senjata Jepang di Banyumas dan diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas.

Pada saat pasukan Belanda melakukan Agresi Militer II, Soedirman berada di Yogyakarta dalam kondisi sakit parah. Meskipun disarankan untuk beristirahat, dia tetap memilih untuk memimpin perlawanan karena tanggung jawabnya sebagai pemimpin tentara.

Keputusannya untuk memimpin dalam kondisi yang sulit tersebut menunjukkan kesetiaannya pada perjuangan kemerdekaan. Meskipun dalam keadaan sakit, semangatnya untuk melawan Belanda tidak pernah padam.

Organisasi yang Diikuti Jenderal Soedirman

Panglima TNI meresmikan monumen Jenderal Soedirman (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/tom)

Perjalanan hidup Jenderal Soedirman mencerminkan peran pentingnya dalam organisasi pemuda Muhammadiyah selain sebagai seorang guru. Selama penjajahan Jepang pada tahun 1942, aktivitas mengajarnya dibatasi oleh kehadiran Jepang, dan sekolah tempat dia mengajar diubah menjadi pos militer Jepang.

Meskipun demikian, Jenderal Soedirman berhasil bernegosiasi dengan pemerintah Jepang agar tetap bisa mengajar, meskipun dengan perlengkapan belajar yang terbatas. Di tengah kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang semakin memburuk akibat penjajahan Jepang, peran serta Sang Jenderal semakin aktif.

Keterlibatannya yang aktif membawa Jenderal Soedirman diangkat sebagai ketua Dewan Karesidenan yang merupakan bentukan Jepang pada tahun 1944. Sejak saat itu, Jenderal Soedirman mulai terlibat secara aktif dalam dunia militer dan bergabung dengan PETA, lalu menempuh pendidikan militer di Bogor. Setelah lulus, ia menjadi batalyon di Kroya.

Aktivitasnya di militer membawanya bertemu dengan Soekarno dan Hatta, dan ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri para tentara Jepang di Banyumas setelah mendirikan divisi lokal dari Badan Keamanan Rakyat Indonesia. Pasukannya kemudian dijadikan sebagai divisi V oleh Oerip Soemohardjo, dengan Jenderal Soedirman sebagai panglima divisi V atau daerah Banyumas, setelah terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) atau BKR.

Pada Konferensi TKR tanggal 2 November 1945, Jenderal Soedirman terpilih sebagai Panglima Besar TKR atau Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia yang pertama. Meskipun belum dilantik secara resmi, ia sudah memerintahkan pasukannya untuk menyerang pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa, yang membuat dukungan rakyat semakin kuat terhadap perjuangan Sang Jenderal.

Perannya yang besar mengantarkan Jenderal Soedirman diberi pangkat Jenderal oleh Presiden Soekarno pada 18 Desember 1945, yang juga terdokumentasi dalam buku "Jenderal Soedirman: Teladan Pemimpin yang Bersahaja".

Demikian penjelasan mengenai biografi Jenderal Soedirman yang menginspirasi hingga saat ini.