Makna Halalal Thayyiban dalam Agama Islam

Katadata
Makna Halalal Thayyiban Dalam Agama Islam
Editor: Safrezi
1/4/2024, 16.03 WIB

Sering kali kita mendengar bahwa umat Muslim harus mengonsumsi barang-barang yang halal dan baik. Beberapa orang memahaminya sebagai "halalam thayyiban".

Semakin meningkatnya kesadaran sebagian masyarakat Muslim terhadap kehalalan makanan dan minuman yang mereka konsumsi, serta transaksi yang mereka lakukan, memahami konsep halalan thayyiban menjadi penting untuk membentuk sikap keagamaan yang bijak.

Hadits Arbain keenam memberikan petunjuk dari Rasulullah SAW tentang halal dan haram. Salah satu bentuk cinta dan pengikutannya kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti apa yang beliau sampaikan dan menjauhi apa yang beliau hindari.

Salah satu bentuk kehati-hatian yang diajarkan Nabi adalah menjauhi hal-hal yang ambigu, sebagaimana dinyatakan dalam hadits keempat ini:

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «إِنَّ الحَلَالَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ.
أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى. أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ.
أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ القَلْبُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Dari Abu Abdullah al-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menjaga dirinya dari perkara syubhat, ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, ia telah terjerumus dalam hal yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan hewan-hewan di sekitar batas (tempat larangan) yang hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya.

Makanan (pixabay.com)
 

Ingatlah, sesungguhnya perbatasan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah, dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan jika rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, umat Islam harus memahami konsep halalan thayyiban, tidak hanya sekadar halal saja. Untuk memahaminya lebih lanjut, silakan perhatikan penjelasan berikut ini.

Makna Halalal Thayyiban dalam Agama Islam

Ilustrasi, makanan  (Unsplash/Dan Gold)
 

Menurut Mu'jam al Wasith, konsep halal dalam konteks makanan dan barang konsumsi lainnya mengacu pada barang yang tidak diharamkan oleh agama dan boleh dikonsumsi. Secara umum, keharaman dapat dibagi menjadi dua aspek.

Pertama, keharaman secara hakiki atau sudah diatur sebagai haram oleh syariat, seperti daging babi, bangkai, dan darah. Kedua, keharaman yang bukan dari sifatnya, tetapi bisa timbul dari cara mendapatkan, memperoleh, atau mengolah barang tersebut.

Dalam Al-Qur'an, konsep thayyib sering disebutkan dalam berbagai bentuk kata, seperti thayyiban, thayyibah, dan thayyibât. Salah satu ayat yang menyinggung tentang makanan yang halal dan baik adalah QS Al-Baqarah ayat 168:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَات الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: "Wahai manusia, makanlah dari yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; sungguh, ia adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168)

Allah berfirman dalam Surat al-A’raf ayat 157:

...يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ...

Artinya: "...Dia menyuruh mereka kepada yang ma'ruf dan melarang mereka dari yang munkar, dan Dia menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan bagi mereka yang buruk..." (QS. Al-A'raf: 157)

Thayyib adalah lawan kata dari khabits, seperti yang dirujuk pada ayat Al-A'raf ayat 157 di atas. Makna khabits, yang berasal dari akar kata khabutsa - yakhbutsu - khubtsan, dalam Mu'jam al-Wasith dijelaskan sebagai sesuatu yang rusak, buruk, atau tidak menyenangkan. Oleh karena itu, khabits menjadi relevan sebagai lawan kata dari thayyib yang memiliki makna baik atau menyenangkan.

Makanan sehat (pexels.com)
 

Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa apa yang dianggap thayyib atau baik, maka itu halal. Sebaliknya, apa yang dianggap khabits atau buruk, maka itu diharamkan. Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang kriteria apa yang baik dan buruk untuk dikonsumsi.

Thayyib dan khabits ini dapat berdampak pada status halal suatu produk pangan, minuman, atau obat. Lafal thayyibat mencakup makna halal karena makanan yang thayyib tidak akan mengandung bahaya, larangan, atau mudharat lain di dalamnya, sehingga dianggap halal. Jika yang thayyib berarti halal, maka yang buruk (khabits) dapat dianggap haram.

Sementara layak, enak, atau lezat, manusia secara umum memandang kelayakan, rasa, dan kenikmatan makanan atau minuman sebagai hal yang baik. Pandangan seperti ini mengimplikasikan bahwa penilaian tentang apakah makanan/minuman layak dikonsumsi atau tidak didasarkan pada pengetahuan manusia tentang kelayakan dan manfaat barang tersebut.