Sholat berjamaah dianjurkan dalam agama Islam. Namun, hal ini tidak serta merta dapat dilaksanakan tanpa pemahaman lebih lanjut. Setiap orang yang menjadi imam dan makmum wajib memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat tersebut beberapa diantaranya adalah memiliki pemahaman dalam agama Islam beserta mampu membaca surat Al Fatihah dengan fasih. Berkenaan dengan hal tersebut, menarik mengetahui hukum imam yang tidak fasih baca Al Fatihah. Simak penjelasannya sebagai berikut.
Hukum Imam yang Tidak Fashih Baca Al Fatihah
Pada dasarnya, jika seorang makmum mampu membaca Surat Al-Fatihah dengan baik, maka tidak disarankan dan tidak sah baginya untuk menjadi makmum kepada seorang imam yang tidak mampu membaca dengan baik. Hal ini karena seorang imam diharapkan mampu dan pantas untuk menanggung bacaan para makmum.
Namun, jika imam maupun makmum sama-sama tidak mampu membaca dengan baik dan memiliki kesalahan yang sama, maka mereka dapat menjalankan sholat berjamaah meskipun imam dianggap tidak mampu membaca dengan baik. Artinya, hukum imam yang tidak fashih baca Al Fatihah ini tergantung pada kemampuan makmumnya.
Meskipun demikian, terdapat berbagai jenis kesalahan dalam membaca Al-Fatihah yang memiliki hukum dan ketentuan yang berbeda, di antaranya:
1. Tidak Mampu Baca Huruf dengan Benar
Misalnya tidak mematuhi cara pengucapannya yang benar, mengganti huruf dengan huruf lain. Kondisi lainnya yakni seperti tidak dapat membaca tanda harakat, tasydid, atau tanda ganda pada bacaan yang seharusnya memiliki tasydid.
Keduanya tidak diperbolehkan bagi mereka yang mampu membaca Al-Fatihah dengan baik untuk menjadi makmum kepada orang tersebut. Namun, bagi mereka yang memiliki kesalahan yang sama, boleh dan sah untuk menjalankan sholat berjamaah.
2. Mengubah Makna
Jika seseorang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Fatihah yang mengubah maknanya, seperti mengubah kata "an’amta" menjadi "an’amtu" atau "an’amti", maka tidak sah menjadi imam bagi mereka yang mampu membaca dengan baik.
3. Salah Baca Tapi Tidak Ubah Makna
Sementara itu, jika seseorang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Fatihah tanpa mengubah maknanya, misalnya membaca "alhamdulillahi" menjadi "alhamdulillahu", maka berjamaah dengannya dianggap makruh namun tetap sah. Namun, jika kesalahan tersebut disengaja, maka statusnya menjadi haram.
Al-Khathib As-Syirbini secara rinci menjelaskan situasi ini dalam bukunya "Mughnil Muhtaj".
وَلَا قَارِئٍ بِأُمِّيٍّ فِي الْجَدِيدِ وَهُوَ مَنْ يُخِلُّ بِحَرْفٍ أَوْ تَشْدِيدَةٍ مِنَ الْفَاتِحَةِ وَمِنْهُ أَرَتُّ يُدْغِمُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِ وَأَلْثَغُ يُبْدِلُ حَرْفًا بِحَرْفٍ وَتَصِحُّ بِمِثْلِهِ
Artinya, “Menurut pandangan baru, orang yang mampu membaca dengan baik tidak sah menjadi makmum bagi seorang imam yang tidak mampu membaca dengan baik jika imam tersebut merusak satu huruf atau tasydid dalam membaca Al-Fatihah. Dalam kategori orang yang tidak mampu membaca termasuk mereka yang membaca idgham tidak pada tempatnya, serta mereka yang mengganti satu huruf dengan huruf lain.”
وَتُكْرَهُ بِالتَّمْتَامِ وَالْفَأْفَاءِ وَاللَّاحِنِ فَإِنْ غَيَّرَ مَعْنًى كَأَنْعَمْت بِضَمٍّ أَوْ كَسْرٍ أَبْطَلَ صَلَاةَ مَنْ أَمْكَنَهُ التَّعَلُّمُ فَإِنْ عَجَزَ لِسَانُهُ أَوْ لَمْ يَمْضِ زَمَنُ إمْكَانِ تَعَلُّمِهِ فَإِنْ كَانَ فِي الْفَاتِحَةِ فَكَأُمِّيٍّ وَإِلَّا فَتَصِحُّ صَلَاتُهُ وَالْقُدْوَةُ بِهِ
Artinya, “Berjamaah dengan seorang imam yang sering mengulang-ulang huruf seperti ta' dan fa', serta orang yang melakukan kesalahan dalam membaca, adalah makruh. Jika kesalahan itu mengubah makna, contohnya jika "an'amta" dibaca dengan ta' dengan ḍhammah atau kasrah, maka sholat akan batal bagi orang yang mampu dan memungkinkan untuk belajar.
Namun, jika seseorang tidak mampu mengubah bacaannya, atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar, jika kesalahan terjadi dalam bacaan Al-Fatihah, maka hukumnya serupa dengan ummi (orang yang tidak bisa membaca dengan baik). Namun, jika kesalahan terjadi dalam bacaan selain Al-Fatihah, maka sholatnya tetap sah dan dapat bermakmum kepadanya."
Selanjutnya, Al-Khatib menjelaskan konsep ummi atau seseorang yang tidak memiliki kemampuan membaca dengan baik sebagai berikut:
وَهُوَ مَنْ يُخِلُّ بِحَرْفٍ) ظَاهِرٍ بِأَنْ عَجَزَ عَنْ إِخْرَاجِهِ مِنْ مَخْرَجِهِ (أَوْ تَشْدِيْدَةٍ مِنْ الْفَاتِحَةِ) لِرَخَاوَةِ لِسَانِهِ وَهَذَا تَفْسِيْرُ الْأُمِّيِّ
Artinya, “Ummi adalah seseorang yang mengabaikan satu huruf yang jelas dalam bacaannya, yang disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk mengucapkannya dengan benar dari tempat asalnya atau dalam melakukan tasydid pada Al-Fatihah karena kesulitan lidah. Ini adalah penjelasan mengenai ummi. Selanjutnya, ia juga menjelaskan bahwa orang yang membaca dengan kesalahan yang dimakruhkan untuk berjamaah dengannya adalah sebagai berikut:
وَ) كَذَا (اللَّاحِنُ) بِمَا لَا يُغَيِّرُ الْمَعْنَى كَضَمِّ هَاءِ لِلَّهِ تُكْرَهُ الْقُدْوَةُ بِهِ لِأَنَّ مَدْلُولَ اللَّفْظِ بَاقٍ وَإِنْ كَانَ تَعَاطِيهِ مَعَ التَّعَمُّدِ حَرَامًا
Artinya, “Makruh berjamaah dengan seseorang yang salah membaca tanpa mengubah makna, seperti membaca dhommah ha’ dari kata "lillahi". Meskipun kesalahan tersebut disengaja, hal itu dianggap haram.”
Berdasarkan uraian tersebut, imam yang tidak mampu membaca Al-Fatihah dengan baik tidak sah menjadi imam, kecuali jika makmumnya memiliki kesalahan yang serupa. Sementara itu, orang yang salah membaca, seperti kesalahan dalam harakat, akan dianggap makruh berjamaah dengannya jika kesalahan itu tidak mengubah makna, dan tidak sah jika kesalahan tersebut mengubah makna.