Rimbunnya pepohonan menghiasi Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat. Beragam tanaman bisa dijumpai di pemukiman padat penduduk ini, seperti sayuran, buah-buahan macam jeruk dan anggur, kopi, dan bermacam-macam bunga.
Menariknya, perkebunan tersebut membentang di atas aliran sungai Cilimus sepanjang 250 meter (m). Rupanya, gerakan bercocok tanam di Pajajaran sudah berlangsung lama. Masyarakat sekitar menyebut perkebunan itu sebagai buruan sae, alias halaman indah. Buruan Sae pun kini menjadi nama sebuah program di Pajajaran.
Ketua Buruan Sae Wawasan Setiawan mengatakan, awalnya fasilitas berkebun di atas sungai hanya terbuat dari bambu dan tidak luas seperti sekarang.
“Tapi, karena ada program urban farming bernama Buruan Sae dari wali kota Bandung pada 2014, jadi warga mulai serius. Bangunannya diganti pakai yang lebih kuat dan ditambah luasnya,” kata Wawan dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (19/2).
Keseriusan warga dibuktikan dengan mengganti dasar lahan perkebunan di atas sungai menggunakan baja ringan. Namun, pagar dan atapnya masih menggunakan bambu. Beberapa bagian ada yang dilapisi plastik tebal untuk melindungi tanaman.
Berkat pembenahan tersebut, kini perkebunan di Pajajaran menjadi agrowisata urban farming. Di samping mendapatkan bibit dari Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bandung, tanaman yang dibudidayakan di sana berasal dari warga yang mencari bibit sendiri.
Daya tarik urban farming makin besar setelah warga sekitar memperbanyak aktivitas urban farming. Di antaranya, edukasi serta budi daya ikan lele dan nila di tujuh kolam berukuran 1,5 m. Fasilitas urban farming pun diperluas setelah warga mengikuti program BRI Peduli Bertani di Kota (BRInita).
Konsep bertani dalam program ini memanfaatkan lahan sempit di wilayah padat pemukiman. Wawan mengaku, sang lurah, yakni Paridin, giat mencari berbagai bantuan dan dukungan. Paridin bekerja sama dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) lewat BRInita untuk memperluas Buruan Sae agar kegiatan urban farming warga terus berkembang.
Melalui BRInita, warga dikenalkan metode tanam taman vertikal. BRI juga memberikan banyak pelatihan dan pendampingan, sehingga warga bisa inovatif dalam mengolah hasil panen Buruan Sae.
Dampaknya pun sangat terasa, sebab warga tak lagi harus membeli bumbu dapur seperti cabai, tomat, dan bawang. Mereka memanennya langsung dari kegiatan Buruan Sae. Selain itu, warga juga dapat menikmati hasil panen sayuran dan buah-buahan segar tanpa harus membeli.
Tak berhenti di situ, warga juga aktif mengolah hasil panen menjadi beragam produk seperti produk berbahan bunga telang dan kopi pot. Dari bunga telang saja, bisa dihasilkan empat jenis produk, termasuk minuman segar.
Di samping minuman segar dari bunga telang dan kopi pot, warga Pajajaran kini mempunyai produk andalan yakni wedang jahe merah. Bahan bakunya juga dipanen dari kebun urban farming.
Anggota Kelompok Wanita Pajajaran Lestari Devi Setiawati menuturkan, minuman herbal tersebut amat laku di pasaran. Dengan berjualan wedang jahe merah secara daring, pembelinya sudah cukup banyak dan konsisten.
“Dalam sekali produksi kami mampu membuat wedang jahe merah dalam kemasan 20-25 botol kemasan 250 mililiter. Mengingat bahan bakunya terbatas, kami menjualnya berdasarkan pesanan,” ujar Devi.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto menambahkan pihaknya mewujudkan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan mengadakan program-program yang mendorong perbaikan ekosistem lingkungan. BRInita salah satunya.
“Program ini tidak hanya dilakukan di satu titik saja, tetapi di 21 titik di seluruh Indonesia. Dengan bantuan infrastruktur yang kami berikan, harapannya program ini dapat terus berjalan secara kontinyu sehingga menjadi wadah positif bagi masyarakat,” tegas Catur.