Kampung Lewo, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut dikenal sebagai pusat industri rumahan endog lewo. Ini adalah jajanan tradisional khas Garut yang sering menjadi oleh-oleh khas saat berkunjung ke daerah ini.
Endog lewo terbuat dari singkong, tepung tapioka dan bahan-bahan lain yang diolah dengan cara direbus lalu digoreng hingga menjadi camilan renyah. Aktivitas produksi yang dilakukan di masing-masing rumah menjadi penopang kegiatan ekonomi masyarakat di Lewo.
Pelaku usaha yang tergabung di dalam Klaster Usaha Endog Lewo merasa proses produksinya semakin lancar. Bahkan produksi terpantau meningkat produksi, khususnya sejak mendapatkan bantuan BRI KlasterkuHidupku.
Ketua Klaster Usaha Endog Lewo Dadan Nurjaman bercerita, usaha rumahan endog lewo sendiri sudah ada dan berlangsung selama puluhan tahun. Usaha yang ia rintis sendiri juga turun-temurun dari keluarganya.
Dadan menjelaskan, sekarang ada 10 anggota yang bergabung ke dalam klaster usaha ini. Klaster ini berfungsi sebagai paguyuban untuk membantu anggota kelompok yang lain mengingat proses produksi masih secara tradisional.
“Biasanya masing-masing punya kebun atau lahan untuk menanam bahan-bahannya sendiri. Nanti kalau di daerah saya ada yang kekurangan bahan bisa dibantu anggota yang lain. Dari hasil produksi juga saling membantu,” ujarnya.
Sesuai namanya, produk yang dihasilkan oleh klaster usaha ini fokus pada endog lewo yang terdiri dari beberapa varian bentuk dan juga rasa. Varian bentuk ada yang gepeng, kecil, dan besar. Beda bentuk, beda juga bahan-bahannya.
Dadan menjelaskan, yang gepeng pakai bumbu bawang irisan yang besar-besar sedangkan endog lewo kecil itu endog lewo jadul yang populer pada era 1970-an.
“Sekarang kan trennya yang besar-besar dan renyah seperti snack ball gitu. Nah kalau varian rasanya ada yang pedas dan original,” imbuhnya.
Sampai saat ini, endog lewo yang diproduksi oleh para anggota Klaster Usaha Endog Lewo dipasarkan di sekitar wilayah Garut dan Jawa Barat sebagai makanan khas. “Pemasarannya masuk pasar-pasar tradisional dan toko oleh-oleh untuk wisatawan yang datang ke Garut,” ucap Dadan.
Produksi Meningkat Berkat KlasterkuHidupku BRI
Tahun lalu memberikan harapan baru bagi Klaster Usaha Endog Lewo karena mendapatkan bantuan dari program BRI KlasterkuHidupku. Bantuan ini berawal dari inisiatif sendiri mencari informasi untuk mendapatkan bantuan usaha lalu ada info bantuan dari BRI.
“Dari situ kami mulai mendaftarkan klaster usaha ini. Kami kirim proposal, lalu akhirnya ada panggilan dari BRI untuk mendapatkan bantuan,” kata Dadan.
Bantuan yang diterima adalah alat-alat yang membantu proses produksi, seperti kompor high pressure, wajan, mesin penggiling, tabung bakar, wadah cetak dan mesin adonan. Diakui Dadan, bantuan tersebut membuat proses produksi jadi lebih lancar sehingga ada peningkatan produksi anggota.
Dampak bantuan BRI tersebut nyata terutama dari segi produksi yang meningkat. Sekarang rata-rata bisa memproduksi sekitar 400 kg setiap bulan.
“Kalau dulu nggak sampai segitu. Harga per kilogramnya sekitar Rp35ribu, jadi tentunya menambah pemasukan anggota,” tutur Dadan.
Selain mendapatkan bantuan berupa alat-alat produksi, Klaster Usaha Endog Lewo juga beberapa kali menerima undangan bazar atau pameran di event-event BRI seperti Pesta Rakyat Simpedes. Tentunya hal ini membuat Klaster Usaha Endog Lewo semakin dikenal masyarakat.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menjelaskan, program Klaster Usaha “Klasterkuhidupku” merupakan wadah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya.
Supari menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku UMKM. Bahkan, tak hanya berupa modal usaha saja tapi juga mencakup pelatihan-pelatihan usaha dan program pemberdayaan lain.
“Sehingga UMKM dapat tumbuh dan tangguh. Semoga kisah Klaster Usaha Endog Lewo Garut ini dapat menjadi cerita inspiratif yang bisa ditiru oleh pelaku UMKM di daerah lain,” ujarnya.