Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan untuk menghentikan sementara pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) atau yang biasa disebut dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia. Penghentian pengiriman ini termasuk para pekerja yang masuk dalam sektor perkebunan dan manufaktur.
Keputusan ini diambil lantaran Malaysia melanggar kesepakatan dalam MoU untuk menerapkan sistem satu kanal (one channel system) pada 1 April 2022. Sistem ini disepakati sebagai satu-satunya cara untuk menempatkan PMI sektor domestik ke negeri jiran tersebut.
Sementara, Malaysia masih menggunakan system maid online (SMO) yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia melalui Jabatan Imigreseen Malaysia. Pemerintah Indonesia menilai penggunaan SMO membuat TKI menjadi rentan tereksploitasi karena tidak sesuai dengan UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan tidak melalui tahap pemberangkatan yang benar.
Sistem online ini juga dikaitkan dengan tuduhan perdagangan manusia dan kerja paksa. Karena membuat pemerintah Indonesia tak bisa mengetahui nama majikan, maupun besaran gaji yang diterima PMI sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Sumber Daya Manusia telah menerbitkan pernyataan media pada 13 Juli lalu bahwa akan mengadakan pembahasan dengan Kementerian Dalam Negeri mereka untuk persoalan ini.
Perlu diketahui bahwa pembekuan pengiriman PMI bisa jadi pukulan untuk Malaysia yang bergantung dengan para pekerja asing. Lebih dari 50 persen pekerja asing mereka berasal dari Indonesia, disusul Bangladesh dan Nepal yang menyumbangkan pekerja terbanyak.
Berdasarkan data BNP2TKI pada 2021, Indonesia setidaknya mengirimkan sebanyak 1,62 juta pekerja ke Malaysia. Para pekerja ini menempati posisi di pabrik dan perkebunan yang tidak diminati oleh penduduk negara tersebut.