Mengenal Long Hauler, Gejala Covid-19 Berkepanjangan
Virus Corona terus berlangsung penyebarannya dan berevolusi. Teranyar, ahli menemukan fenomena baru pada sebagian penderita Covid-19. Mereka merasakan gejala sampai berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan.
Mereka yang masuk kategori ini disebut sebagai long hauler. Pada dasarnya mereka telah pulih dari Covid-19 dan juga dinyatakan negatif, namun masih bergejala.
Rangkuman Cleveland Clinic terhadap sebuah riset menunjukkan mayoritas pasien Covid-19 dikategorikan dalam dua kelompok. Sekitar 80 persen masuk ke kategori pertama, yaitu mereka dengan gejala ringan dan mayoritas tuntas dalam dua minggu. Sementara untuk kategori sisanya, dengan gejalan yang lebih berat, akan butuh waktu tiga sampai enam pekan untuk pasien sehat kembali.
Namun, dalam studi terbaru ditemukan kategori baru di luar dua kelompok tersebut. Sekitar 10 persen dari penderita Covid-19 akan merasakan gejala berkepanjangan sekitar satu sampai tiga bulan semenjak mereka terinfeksi. Mereka inilah yang masuk kategori long hauler.
Sayangnya, belum ditemukan sebab khusus long hauler Covid-19 ini bisa terjadi. Dokter Christopher Babiuch menjelaskan kelompok ini bercampur dengan mereka yang bergejalan ringan dan berat, serta bisa menyerang siapa saja; tidak mengenal usia maupun kondisi.
"Kami belum bisa menentukan rata-rata usia atau memprediksi siapa yang mungkin memiliki gejala jangka panjang. Kondisi ini ditemukan pada mereka yang relatif muda dan sehat, juga pada mereka yang berusia lebih tua," ujarnya kepada Cleveland Clinic. Dia menambahkan kebutuhan dari tiap pasiennya untuk sembuh pun cenderung berbeda-beda dan analisis data masih perlu dilakukan lebih jauh.
Lebih lanjut Christopher menjelaskan gejala long hauler Covid-19 mencakup; batuk, sesak di dada, napas pendek, sakit kepala, nyeri otot, dan diare. Namun, gejala yang paling signifikan ditemukan pada penderita gejala berkepanjangan ini adalah kelelahan. Pada banyak kasus mereka terlihat sangat letih dan lesu.
“Mereka tidak dapat memaksakan diri atau melakukan aktivitas fisik dan aktivitas sederhana, seperti berjalan mengambil surat saja kadang membuat mereka sengat lelah,” kata Christopher. Kondisi ini cenderung membuat penderita kehilangan semangat dan frustasi. Christopher menjelaskan, para penderita long hauler juga melaporkan terjadinya brain fog, kesulitan berkonsentrasi atau merasa mereka tidak produktif dibanding kondisi normal.
Meski membuat kondisi penderitanya menderita untuk periode yang lama, setidaknya long hauler Covid-19 kemungkinan tidak menular. Umumnya mereka yang terinfeksi Covid-19, tingkat penularannya akan menghilang setelah sekitar satu minggu dan perlahan pulih.
“Kami juga tidak menemukan demam berkepanjangan (pada pasien long hauler). Ini menjadi petunjuk kalau kemungkinan mereka tidak bisa menular beberapa bulan setelahnya, meski hal ini bervariasi,” tutur Christopher lagi.
Meski begitu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui mengapa infeksi virus Corona bisa memberi dampak berkepanjangan. Dia menyarankan penderita Covid-19 yang masih merasakan gejala 28 hari atau lebih –meski sudah dinyatakan negatif, untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai kemungkinan gejala berkepanjangan ini.
Mereka yang merasakan dampak berkepanjangan Covid-19 ini disarankan melakukan pemeriksaan menyeluruh; mulai dari kondisi paru-paru, pernapasan, sistem kardiovaskular, dan neurologi. Dari situ tenaga kesehatan bisa menentukan tindakan apa yang perlu diberlakukan untuk merawat pasien.
“Yang tidak kalah penting adalah untuk minum secara teratur untuk menjaga kadar cairan dalam tubuh, beristirahat, tidur yang cukup dan efektif, mengelola stress, dan makan yang bergizi,”ucap Christopher.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan