Bayang-bayang Transaksi Politik di Balik Penjabat Kepala Daerah

Aryo Widhy Wicaksono
10 Mei 2022, 19:35
Warga menonton pelantikan sejumlah kepala daerah di Sulawesi Selatan melalui siaran langsung (live streaming) di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (26/2/2021).
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/rwa.
Warga menonton pelantikan sejumlah kepala daerah di Sulawesi Selatan melalui siaran langsung (live streaming) di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (26/2/2021).

Sepekan menjelang gelombang pertama berakhirnya masa jabatan kepala daerah pada 2022 ini, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih menyeleksi nama-nama calon Penjabat.

Proses ini berjalan secara internal dan tertutup. Kemendagri tak mengungkap siapa saja pimpinan tinggi madya yang menjadi calon penjabat gubernur, atau pimpinan tinggi pratama calon penjabat bupati dan wali kota. Padahal, Mei ini setidaknya terdapat 5 gubernur serta 44 bupati dan wali kota yang akan berakhir masa jabatannya.  

Advertisement

Menjelang proses pemilihan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan potensi korupsi yang rentan terjadi pada masa transisi dan proses pengisian penjabat kepala daerah.

"Proses ini sering menjadi ajang transaksi yang rentan terjadinya praktik korupsi. Mirip halnya praktik jual beli jabatan dalam beberapa perkara yang tidanganti KPK," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (10/5) seperti dikutip dari Antara.

Berdasarkan catatan KPK, pelaku korupsi umumnya berasal dari proses politik. Sejak 2004 hingga 2001, terdapat 310 anggota legislatif baik di DPR maupun DPRD, 22 gubernur, serta 148 wali kota dan bupati yang terjaring lembaga ini.

Menurutnya salah satu pemicu seseorang terdorong melakukan korupsi adalah untuk mencari penghasilan tambahan sebagai upaya menutup besarnya biaya dalam mengikuti proses politik demokrasi.

Untuk mencegah korupsi di sektor politik ini, KPK menjalankan program Politik Cerdas Berintegritas. Harapannya, penjabat maupun kepala daerah terpilih nanti dapat memiliki integritas dan amanah saat menduduki jabatan.

"Tentu keberhasilan program ini sebagai upaya identifikasi dan mitigasi agar pencegahan korupsi dapat berjalan secara efektif, sangat bergantung pada komitmen seluruh jajaran partai politik, dan seluruh masyarakat," jelasnya.

Untuk menjaga integritas penjabat kepala daerah, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) juga memerintahkan agar pemerintah membuat peraturan teknis terkait pemilihan penjabat kepala daerah.

Akan tetapi, Kemendagri tak kunjung menjalankan amanat MK. Menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, sikap Kemendagri berpotensi melemahkan legitimasi penjabat kepala daerah. Sebab, mereka tidak dipilih langsung oleh rakyat, dan prosedur penunjukannya pun tidak sesuai amanat MK.

"Putusan MK sesuatu yang positif karena meminta pemerintah mengisi pejabat secara demokratis," jelas Titi kepada Katadata.co.id, Selasa (10/5).

Padahal Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar Kemendagri dapat menyaring calon dengan kriteria memiliki kapabilitas dan kepemimpinan yang kuat, serta mampu menjalankan tugas berat di tengah tantangan situasi ekonomi.

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement