Membaca Arah Kebijakan Rizal Ramli di Sektor Migas

Yura Syahrul
13 Agustus 2015, 15:58
Katadata
KATADATA
Menko Kemaritiman Rizal Ramli

KATADATA ? Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli berjanji akan mengutamakan kepentingan masyarakat Indonesia dalam mengelola sektor minyak dan gas bumi (migas). Kepentingan untuk kesejahteraan masyarakat tersebut bakal dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Migas, yang draf rancangannya saat ini masih digodok oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Rizal mencontohkan masalah yang saat ini terjadi di bisnis gas. Berdasarkan aturan, pihak lokal hanya boleh menyerap 20 persen dari produksi gas nasional. Jadi, sebagian besar boleh diekspor ke luar negeri. Padahal, negara kita adalah salah satu produsen gas terbesar di dunia. ?Saya pikir, utamanya digunakan untuk kita sendiri, baru diekspor. Bukan sebaliknya,? katanya seusai acara serah terima jabatan Menko Maritim dengan menteri sebelumnya, Indroyono Soesilo, di Jakarta, Kamis (13/8).

Namun, Rizal belum mau menjelaskan lebih detail mengenai arah kebijakan dan regulasi pemerintah di sektor migas. ?Pada waktunya akan saya jelaskan.?

Sikap dan kebijakan Rizal Ramli sebagai Menko Maritim yang baru menarik ditunggu karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di bawah koordinasinya. Apalagi, dia selama ini cenderung menentang liberalisasi sektor migas.

Rizal berkisah, dia pernah mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak revisi  UU Migas Nomor 8 Tahun 1971 yang diajukan oleh Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto pada masa pemerintahan BJ Habibie. Kala itu, Rizal masih menjadi penasihat ekonomi Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). ?Draf revisi itu ditolak DPR karena terlalu liberal dan sangat menguntungkan kepentingan asing,? katanya.

Penolakan Rizal terhadap liberalisasi sektor migas kembali ditunjukkannya ketika organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mengajukan tinjauan hukum atau judicial review UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 ke Mahkamah Konstitusi (MK). ?MK membatalkan beberapa pasal dalam UU tersebut,? katanya.

Kala itu, Rizal menjadi salah satu saksi ahli dari pihak penggugat. Setidaknya ada empat poin utama yang disampaikannya dalam sidang MK tersebut. Pertama,  mempersoalkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri yang selalu mengacu kepada harga minyak dunia. Padahal, kondisi dan tingkat ekonomi di masing-masing negara berbeda-beda. Artinya, secara tidak langsung dia mendukung subsidi harga BBM.

Kedua, mempersoalkan kerjasama migas yang berlaku selama ini yaitu sistem production sharing arrangement (PSA) karena biayanya sulit dikontrol oleh negara. Cost recovery selalu naik padahal produksi terus menurun. Rizal mengusulkan, adanya skema lain yaitu skema kepemilikan (ownership) seperti di negara-negara Arab dan Amerika Latin. ?Jangan sampai mendewa-dewakan production sharing seolah ini paling hebat, kata Rizal, seperti dimuat dalam salinan putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012.

Ketiga, peran dan fungsi regulasi BP Migas (yang sekarang berubah menjadi SKK Migas) dapat diambil alih oleh Dirjen Migas atau Kementerian ESDM karena memakan biaya yang sangat besar. Keempat, mengusulkan adanya badan khusus atau suatu perusahaan negara selain PT Pertamina untuk menjalankan bisnis migas. Dengan begitu, kedua badan atau perusahaan negara tersebut bisa saling berkompetisi untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada rakyat.

Reporter: Arnold Sirait, Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...