Pemerintah Bangun Pusat Industri Petrokimia di Bintuni dan Masela
Pemerintah berencana membangun dua pusat industri petrokimia di wilayah timur Indonesia, yakni di Teluk Bintuni, Papua Barat dan Masela, Maluku. Langkah strategis ini untuk mendukung upaya pendalaman struktur industri nasional dan melaksanakan instruksi Presiden Joko Widodo mengenai pemerataan pembangunan di Indonesia.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan akan terus mendorong percepatan pembangunan industri petrokimia. Dia pun mengapresiasi PT Pupuk Indonesia dan Ferrostaal, akan bekerjasama melakukan penelitian pengembangan pabrik petrokimia senilai US$ 1,5 miliar di Teluk Bintuni.
Pupuk Indonesia dan perusahaan asal Jerman akan membentuk usaha patungan. Rencanya kedua perusahaan ini akan membangun industri petrokimia dari hulu hingga hilir, yakni mengolah gas bumi menjadi metanol, etilena, polipropilena, dan polietilena. (Baca: Empat Kawasan Industri Ditawarkan ke Investor Jepang)
Kementerian Perindustrian mencatat ada beberapa alasan industri petrokimia perlu dibangun di Teluk Bintuni, salah satunya potensi gas bumi sebagai bahan baku yang cukup besar. Cadangan gas yang sudah diidentifikasi di wilayah tersebut mencapai 23,8 triliun kaki kubik TSCF. Sebanyak 12,9 TSCF sudah dialokasikan untuk dua train kilang gas alam cair (LNG), dan sisanya sebesar 10,9 TSCF untuk satu train LNG.
“Terdapat dua sumber gas potensial, yaitu di proyek Tangguh dan di blok eksplorasi Kasuri yang berada di selatan Tangguh sampai Kabupaten Fakfak,” kata Airlangga dalam keterangannya, Minggu (22/1). Selain itu, ditemukan cadangan baru sebesar 6-8 TSCF.
Potensi gas yang tersedia dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri amonia untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri metanol untuk mendukung industri pusat olefin. Hilirisasi sektor petrokimia akan berdampak luas pada peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain di Teluk Bintuni, kata Airlangga, lokasi yang bakal dijadikan pusat industri petrokimia lainnya adalah kawasan Blok Masela, Maluku. Di lokasi tersebut, akan dibangun industri petrokimia berbasis gas dengan total nilai investasi sebesar US$ 3,9 miliar atau sekitar Rp 52 triliun. (Baca: Bappenas Siapkan Dua Skenario Pengembangan Wilayah Masela)
Investasi ini juga akan mendukung berdirinya pabrik metanol dan turunannya. Proyek ini diharapkan mampu menyerap sekitar 39 ribu tenaga kerja langsung dan sebanyak 370 ribu tenaga kerja tidak langsung.
“Industri petrokimia di Blok Masela akan memberi nilai tambah sebesar US$ 2 miliar dan mampu mengurangi impor hingga US$ 1,4 miliar dari substitusi komoditas turunan gas alam dan metanol,” ujarnya. Angka ini belum termasuk pendapatan perpajakan yang dapat mencapai sekitar US$ 250 juta.
Menurut Airlangga, pemanfaatan ladang gas Masela untuk industri petrokimia, akan dapat menumbuhkan perekonomian di wilayah tersebut hingga 10 kali lipat. Adapun pendapatan asli daerah (PAD) diperkirakan bertambah sebesar US$ 31 juta.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan selama 15 tahun terakhir ini hampir tidak ada investasi di sektor hulu petrokimia. Makanya pemerintah merasa perlu untuk memacu pembangunan kembali sektor strategis ini.
Dia juga penurunan harga gas yang dilakukan pemerintah bisa kembali menggairahkan industri petrokimia. “Harga gas yang bersaing nantinya dapat mendorong perusahaan yang saat ini berhenti produksi untuk beraktivitas lagi, serta mengembalikan kapasitas industri yang produksinya turun saat ini,” ujar Sigit. (Baca: Inpex Diminta Ikut Garap Industri Hilir Proyek Masela)
Harga gas yang kompetitif akan mendorong pengembangan wilayah dan menjadi instrumen pemerataan ekonomi. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo Indonesia harus bisa meningkatkan peringkat kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EODB) dari 109 ke posisi 40 dari peringkat 109. Untuk mencapai target tersebut, salah satu yang harus dilakukan adalah menjamin ketersediaan pasokan listrik dan gas.
“Kami akan mendukung alokasi gas dengan harga terjangkau yang akan ditentukan,” kata Airlangga. Terlebih lagi, industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang akan mendapatkan penurunan harga gas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. (Baca: Pemerintah Upayakan Harga Gas Blok Masela di Bawah US$ 6)