Polemik Semen Rembang, Badan Geologi Ungkap Kajian Awal Watuputih
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap temuan awal dari hasil kajian di Cadangan Air Tanah (CAT) Watuputih, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Hasil kajian tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah pusat dalam pemanfaatan sumber daya alam di Watuputih, Pegunungan Kendeng, serta secara tak langsung menentukan nasib pembangunan pabrik semen di Rembang milik PT Semen Indonesia Tbk.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Ego Syahrial mengaku, pihaknya telah melakukan tinjauan langsung ke lokasi Watuputih. Tinjauan itu membuahkan sejumlah indikasi awal bahwa beberapa gua sumber air di CAT Watuputih yang dimaksud warga ternyata tidak seperti yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Bentang Alam Karst.
(Baca: Diterpa Polemik Pabrik, Semen Indonesia Gaet Sutiyoso Jadi Komisaris)
Dia menjelaskan dari 53 titik yang dimaksud warga sebagai sumber air, ternyata 17 titik merupakan galian sumur biasa oleh manusia dan bukan bagian dari jaringan air di dalam gua. Namun, Ego belum bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak ada sumber air bawah tanah di kawasan tersebut lantaran kajiannya belum rampung.
"Tapi ini bukan hasil (permanen) karena mungkin kami baru mengumpulkan 25 persen data," katanya dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/6).
Berdasarkan jadwal Kementerian ESDM akan melanjutkan survei lapangan serta analisis data pada Juli hingga Agustus mendatang. Pertimbangannya, pada bulan-bulan tersebut adalah musim kemarau sehingga waktu terbaik untuk mengetahui apakah mata air di CAT Watuputih merupakan sumber air permanen.
(Baca: Tak Dilarang Istana, Semen Indonesia Operasikan Pabrik Rembang)
Selanjutnya, Badan Geologi akan menyusun laporan kajiannya pada September mendatang. Menurut Ego, beberapa kajian lapangan yang dilakukan antara lain penelitian geofosika, geologi, hidroisotop, hidrokimia, hingga susur gua.
Di sisi lain, Ego mengungkapkan, Kementerian ESDM sepanjang Jumat siang hingga sore hari telah menggelar rapat dengan banyak pihak terkait kajian CAT Watuputih. Rapat yang dipimpin Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar tersebut pada intinya meminta masukan kepada seluruh pihak, termasuk kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengenai kajian CAT Watuputih. "Terutama masukan mengenai data dan metode penelitian."
Ego menyambut baik partisipasi seluruh pihak untuk mendukung kajian lapangan yang akan dilakukan Kementerian ESDM. Ia pun mencatat sejumlah masukan yang bermanfaat mendukung kajian, seperti jaringan batu gamping serta pengeboran tanah untuk mengetahui jaringan air bawah tanah.
"Itu masukan dari universitas hingga LSM," katanya. Namun, dia mengklaim 95 persen pihak yang berpartisipasi puas dengan penjelasan mengenai metodologi kajian yang dilakukan Badan Geologi.
Sedangkan Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Gun Retno berharap penelitian tersebut seharusnya dapat dilakukan Kementerian ESDM sebelum konflik di kawasan Kendeng terjadi. Ia juga meminta Kementerian ESDM melakukan pengeboran untuk mengetahui aliran air bawah tanah di CAT Watuputih.
"Bukan kami curiga, tapi pemerintah yang harus melakukan (pengeboran) ini," kata Gun. Permintaan tersebut merujuk pada pengeboran yang pernah dilakukan Semen Indonesia. (Baca: Pemerintah: Tunda Penambangan di Rembang, Proyek Semen Menggantung)
Seperti diketahui, pembangunan pabrik semen di Rembang dan rencana penambangan di wilayah itu menghadapi aksi penolakan dari petani Pegunungan Kendeng. Sebab, pabrik dan aktivitas penambangan tersebut berada di kawasan karst Pegunungan Kendeng yang seharusnya dilindungi.
Namun, menurut Direktur Utama Semen Indonesia Rizkan Chandra, pembangunan pabrik dan pertambangannya berada di wilayah zona Rembang, bukan di zona Kendeng. Alhasil, dia mengklaim, wilayah pembangunan pabrik serta tambang Semen Indonesia ini bukan termasuk daerah yang harus dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2641K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo. "Terlebih pabrik semen kami tidak berada di sungai bawah tanah maupun mata air."
Rizkan mengaku, seluruh izin juga sudah dikantongi Semen Indonesia, termasuk izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Bahkan, proses pembangunan pabrik semen di Rembang saat ini sudah mencapai 99 persen.