OJK Proyeksikan Rasio Kredit Macet Perbankan di Bawah 2% pada 2018
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso optimistis rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan akan semakin membaik di tahun depan. Wimboh memprediksi, rasio kredit bermasalah perbankan dapat berada di bawah 2% pada 2018.
Wimboh menjelaskan, saat ini rasio kredit bermasalah perbankan berada di kisaran 3,25%. Rasio kredit bermasalah ini naik pada kuartal I-2017 dan stagnan pada kuartal II-2017.
"Bisa dibawah 2%, sekarang masih 3,25% sekian," kata Wimboh di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat (18/8).
(Baca: OJK Akan Beri Kemudahan Restrukturisasi Kredit untuk Bank Tertentu)
Wimboh mengatakan, rasio kredit bermasalah dapat berkurang seiring penghapusan buku (write off) kredit bermasalah yang dilakukan sejumlah bank.
"Bank-bank yang memang kalau karena penurunan komoditi tahun lalu nasabahnya ada beberapa yang tahun ini menghapus buku. NPL kan dibentuknya bisa tahun lalu ada yang dihapus tahun lalu, tahun depan," kata Wimboh.
Berdasarkan data OJK, rasio kredit bermasalah industri perbankan di Mei 2017 sebesar 3,07%. Kredit bermasalah perbankan didominasi oleh sektor tambang, transportasi dan perdagangan.
"(Sektor pertambangan) kreditnya bagus tentunya sudah turun dan berjalan cukup lama. Jadi perusahaan-perusahaan sudah mulai stable karena kemarin sudah restrukturisasi segala macam," kata dia.
(Baca: Perbanyak Produk Investasi, OJK Ingin Saingi Pasar Modal Thailand)
Selain itu, Wimboh juga optimistis kredit perbankan dapat mencapai angka dua digit. Wimboh memprediksi, kredit perbankan dapat mencapai angka 11%-12%.
Wimboh optimistis pertumbuhan kredit dapat mencapai target tersebut dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi saat ini. Wimboh menuturkan, pertumbuhan ekonomi saat ini sebesar 5,01% dan di akhir tahun dapat mencapai 5,1%-5,2%.
"Pertumbuhan kan di atas 5%, bisa tiap tahun sesuai target," kata Wimboh.
Pertumbuhan kredit perbankan, kata Wimboh, masih akan didominasi oleh sektor-sektor korporasi. Adapun terkait masalah konsolidasi perbankan yang kerap menjadi isu lemahnya pertumbuhan kredit, Wimboh menyerahkan masalah tersebut kepada pasar.
"Biarkan market saja secara umum," kata Wimboh.
(Baca juga: Defisit Anggaran 2,19%, Inilah Postur RAPBN 2018)