Kegiatan Pengeboran Sumur Eksplorasi Mulai Meningkat
Kegiatan eksplorasi khususnya pengeboran sumur mulai meningkat sejak dua tahun terakhir. Padahal kegiatan ini sempat mengalami titik terendah pada 2015 hanya 33 sumur. Kemudian meningkat pada 2016 menjadi 34 sumur.
Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, tahun ini jumlah sumur yang dibor mengalami peningkatan dibanding tahun lalu. Per 22 September 2017, dari rencana 138 sumur, yang sudah dibor ada 40. "Dibandingkan tahun lalu, kita tahun ini lebih baik," kata dia di Jakarta, Jumat (29/9).
Namun, di sisi lain ada beberapa kegiatan yang mengalami penurunan, seperti survei. Per 22 September 2017, dari rencana 45 kegiatan survei seismik dalam revisi program kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) telah terealisasi sebanyak 10 kegiatan. Untuk survei nonseismik dari rencana 16 kegiatan, telah terealisasi 11 kegiatan.
Adapun mengacu data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) pada 2014, survei seismik 2D mencapai 5.822 kilometer (km), setahun berikutnya turun 3.726 km. Namun pada 2016 naik lagi jadi 5.421 km.
Sementara survei seismik 3 D pada 2014 mencapai 8.617 km, di 2015 turun 2.864 km dan naik setahun berikutnya jadi 7.386 km. Kegiatan pengeboran sumur pun mengalami pola yang sama. Di 2014 ada 64 sumur, kemudian turun jadi 33 di 2015 dan naik 34 pada 2016.
Di sisi lain, investasi eksplorasi di blok minyak dan gas bumi (migas) turun dalam periode dua tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah harga minyak dunia yang masih rendah.
Pada tahun 2014, investasi kegiatan eksplorasi mencapai Rp 31,01 triliun. Jika dirinci angka tersebut terdiri dari investasi eksplorasi di blok eksplorasi sebesar Rp 12,9 triliun dan Rp 18,11 triliun di blok eksploitasi.
Namun, pada tahun 2016, investasi kegiatan eksplorasi hanya Rp 13 triliun. Ini terdiri dari Rp 4,2 triliun di blok eksplorasi dan Rp 8,8 triliun di blok eksploitasi.
Untuk menggenjot eksplorasi, pemerintah juga melakukan beberapa upaya. Pertama, Kementerian ESDM akan terus mendorong aturan perpajakan terkait dengan sistem bagi hasil gross split untuk segera diterbitkan.
Arcandra berharap, aturan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan ini dapat diterbitkan sebelum 20 November 2017, di mana di tanggal tersebut merupakan perpanjangan penutupan penyerahan formulir ikut serta dalam lelang 10 WK konvensional dan 5 non konvensional yang ditawarkan tahun ini.
Kedua, kemudahan dalam penggunaan barang untuk kegiatan eksplorasi hulu migas, seperti pembebasan bea masuk. "Kami mencari apakah kami akan menerbitkan aturan baru untuk mempermudah penggunaan barang ini," ujarnya.
Deputi Perencanaan SKK Migas, Jaffee Arizon Suardin mengatakan, guna mendukung aktifitas KKKS tersebut, pemerintah juga telah melakukan beberapa perbaikan. Beberapa diantaranya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Migas.
Pemerintah juga telah memberi delapan tambahan insentif pada kontrak bagi hasil gross split yang termaktub dalam Permen ESDM Nomor 52/2017. Bagian kontraktor dapat meningkat antara lain dilihat dari kumulatif Eksploitasi, harga minyak dan gas, kandungan hidrogen sulfida (H2S) tinggi, dan ketersediaan infrastruktur.