ESDM: Kompensasi 7 Tahun Kontrak Blok Masela Tak Perlu Aturan Baru
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan membuat aturan baru sebagai payung hukum pemberian kompensasi waktu tujuh tahun kontrak Blok Masela kepada Inpex Corporation. Alasannya aturan yang ada saat ini sudah cukup sebagai dasar kebijakan itu.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Susyanto mengatakan pemberian kompensasi selama tujuh tahun itu sudah diatur dalam Undang-undang Migas, khususnya pasal 39 ayat 1 huruf b. “Tidak perlu aturan baru. Itu diskresi Menteri,” kata dia di Jakarta, Senin (23/10).
Pasal 39 ayat 1 huruf b memang tidak menyebutkan secara spesifik mengenai kompensasi waktu untuk kontraktor minyak dan gas bumi (migas). Bunyi pasal itu adalah penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional, dan kebijakan pembangunan.
Selain itu, menurut Susyanto, Blok Masela juga tidak akan ditawarkan dulu kepada PT Pertamina (Persero) untuk saat. Ini karena blok tersebut belum produksi. “Plan of Development saja belum kan,” kata dia.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Tunggal juga mengatakan hal yang sama. “Yang dimaksud ditawarkan ke Pertamina itu wilayah kerja produksi dan sudah terminasi,” ujar dia.
Namun, jika perusahaan pelat merah itu tertarik memiliki hak kelola di Blok Masela, Tunggal juga tidak mempermasalahkan. Itu karena harus melalui proses bisnis yang wajar (business to business/b to b).
Seperti diketahui,tambahan tujuh tahun itu karena pemerintah memutuskan pengembangan Blok Masela menggunakan skema pembangunan kilang di darat (onshore). Padahal awalnya proposal yang diajukan Inpex Corporation selaku operator Blok Masela adalah membangun kilang terapung (offshore).
Selain kompensasi waktu itu, pemerintah juga akan memperpanjang kontrak Blok Masela. Keputusan itu disampaikan saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan berkunjung ke Jepang, Senin (16/10) sampai Rabu (18/10).
(Baca: Pemerintah Akan Perpanjang Kontrak Blok Masela Selama 27 Tahun)
Di sisi lain, Penasihat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan kompensasi tujuh tahun itu adalah hal yang wajar. Ini karena skema pengembangan Blok Masela berubah dari pembangunan kilang di laut (offshore) jadi ke darat (onshore).
Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah dasar hukum pemberian kompensasi itu juga harus jelas. “Kalau tidak megacu pada aturan, yang saya khawatirkan bukannya itu nanti jadi preseden atau yurisprudensi, tetapi malah jadi menimbulkan ketidakpastian baru,” ujar dia kepada Katadata, Senin (24/10).
Selain itu, Pri Agung juga menyoroti pemberian perpanjangan 20 tahun Blok Masela kepada Inpex. Alasannya kontrak tersebut baru berakhir 2028 dan sesuai aturan pengajuan secara formal paling cepat 10 tahun sebelum kontrak berakhir.
Meskipun di pasal 28 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 ada pengecualian pengajuan perpanjang lebih cepat. Namun, itu baru bisa diberikan kalau sudah ada perjanjian jual beli gas. Sedangkan sampai saat ini Inpex belum memiliki perjanjian itu. “Mestinya aturan yang ada tetap harus dipatuhi,” ujar Pri.