Rupiah Melemah Tembus 13.600 per US$, BI Sudah Intervensi Pasar
Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari ini telah menyebabkan nilai tukar mata uang dunia terpukul. Rupiah bahkan sempat menembus Rp 13.651 per dolar AS pada perdagangan Jumat (27/10) ini. Sedangkan Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas rupiah dengan melakukan intervensi pasar.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, ada beberapa hal yang menyokong penguatan dolar AS. Pertama, karena fundamental ekonomi AS yang membaik. Salah satu indikatornya, indeks manufaktur yang menguat. Alhasil, membesar potensi bank sentral AS, The Federal Reserve/The Fed menaikkan bunga dananya pada Desember nanti.
"Ada tendensi The Fed akan menaikkan suku bunga di Desember ini, disamping yang sudah dilakukan sekarang yaitu mengurangi neraca bank sentral mereka," kata Perry di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (27/10). (Baca juga: BI Anggap Normal Arus Keluar Dana Asing dari Pasar Modal)
Kedua, adanya proses pemilihan Gubernur The Fed. Pasar menduga, posisi Janet Yellen bakal digeser oleh John Brian Taylor atau Jerome Hayden Powell. "Pasar memandang kedua kandidat ini lebih hawkish atau lebih berani mengambil kebijakan-kebijakan moneter," ucapnya.
Ketiga, kabar teranyar bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) soal pengurangan pajak usulan Presiden AS Donald Trump sudah disetujui oleh parlemennya. Dengan adanya stimulus fiskal berupa pengurangan pajak, ditambah peningkatan belanja pemerintah maka pemulihan ekonomi AS bisa semakin cepat.
"Berbagai faktor ini yang menyebabkan kenapa dolar AS menguat dan adanya kenaikan suku bunga (surat berharga pemerintah AS/US Treasury Bill). Itu sebab kenapa pelemahan terjadi tidak hanya di Indonesia tapi juga yang lain," ujar Perry.
Merespons kondisi saat ini, ia pun memastikan BI akan terus mengambil langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar tidak menyimpang dari nilai fundamentalnya. Tak hanya di pasar valuta asing (valas), BI juga membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder karena melihat adanya kecenderungan kenaikan imbal hasil (yield) dari obligasi yang diterbitkan pemerintah.
Kenaikan imbal hasil terjadi seiring meningkatnya aksi jual di pasar obligasi. Mengacu pada data RTI, aksi jual juga terjadi di pasar saham. Investor asing tercatat membukukan penjualan bersih (net foreign sell) saham sebesar Rp 203,45 miliar pada Jumat (27/10).
Sementara itu, dalam sebulan ini net foreign sell di pasar saham telah mencapai Rp 7,64 triliun. Meski begitu laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat masih kuat di level 5.900-an disokong oleh investor domestik.
"Sejauh ini supply demand di pasar valas berkembang cukup baik. Kemarin supply di pasar valas US$ 470 juta. Ini cukup untuk memenuhi demand tapi tentu saja permintaan harga kan belum tentu sesuai. Inilah stabilisasi kami lakukan tambah supply di pasar agar pergerakan (nilai tukar) tidak terlalu bergejolak," kata dia.
Adapun kemampuan BI mengintervensi nilai tukar membesar seiring dengan cadangan devisa yang berada di level tertinggi sepanjang masa. (Baca juga: Cadangan Devisa Cetak Rekor Tertinggi Nyaris US$ 130 Miliar)