Tandingi Investasi dari Tiongkok, Pemerintah Lirik Timur Tengah
Pemerintah tengah berupaya untuk menggaet investasi dari negara Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Upaya ini dilakukan pemerintah untuk menyeimbangkan investasi dari Tiongkok yang dipacu selama masa tiga tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyatakan diferensiasi dari Timur Tengah dilakukan dengan mengedepankan sejarah dan budaya Islam. “Sekarang kami harus lebih menyeimbangkan investasi dari negara nontradisional seperti Timur Tengah dan Rusia,” kata Thomas kepada delegasi Timur Tengah di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (30/10).
Thomas mengatakan, pemerintah tidak lagi mengejar investasi hanya dari kuantitas, tetapi juga kualitas. “Jika investasi di bidang otomatisasi teknologi dampaknya tidak akan terasa pada lapangan pekerjaan untuk anak muda,” jelasnya.
(Baca: Emir Qatar Tawarkan Kerja Sama Infrastruktur kepada Jokowi)
Thomas mengatakan pemerintah memprioritaskan investasi di sektor industri untuk menyerap lapangan pekerjaan. Namun, Thomas menyatakan tak akan menolak bila investor menyasar investasi energi terbarukan dan ekonomi digital.
Sementara, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional juga mencoba untuk menjadikan Timur Tengah dan OKI tujuan nontradisional di sektor perdagangan. “Pangsa pasar Indonesia dalam OKI masih sebesar 12%, target kami pada 2025 adalah 25%,” ujar Iman.
Salah satu hambatan dalam mengejar target perdagangan adalah tarif. Tercatat, masih banyak negara Timur Tengah yang memberikan tarif di atas 10%. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan mencoba menyelesaikan tantangan dengan perundingan internasional.
(Baca: Daya Saing Indonesia Posisi 36 Dunia, Realisasi Investasi Masih Seret)
Selain itu, Iman juga menyebut belum ada badan sertifikasi halal di OKI. “Butuh payung hukum dan badan resmi untuk menyeragamkan sertifikat halal,” tuturnya.
Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan OKI Alwi Shihab juga mengatakan kerja sama diminta oleh kepala negara. “Supaya tidak terlihat kami hanya bekerja sama dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan,” jelas Alwi.