Setnov Mangkir dari Pemeriksaan, DPR Minta KPK Izin Jokowi
Ketua DPR RI Setya Novanto kembali mangkir dari pemeriksaan yang dijadwalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (6/11). Pemberitahuan ketidakhadiran Setnov lewat surat yang dikirimkan Sekretaris Jenderal DPR RI, yang di antaranya meminta KPK memperoleh izin dari Presiden Joko Widodo.
"Karena menurut surat tersebut panggilan terhadap Setya Novanto harus dengan izin tertulis dari Presiden RI," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Senin (6/11).
Febri mengatakan, surat yang diterima KPK pukul 08.00 WIB pagi ini terdapat lima poin yang intinya Novanto tak dapat memenuhi panggilan KPK. (Baca: Berulangkali Jawab Tidak Tahu, Setnov Ditegur Hakim di Sidang e-KTP)
Rencananya Setya Novanto dipanggil sebagai saksi bagi Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo. Anang merupakan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Ketua DPR RI Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ASS," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Setya Novanto telah mangkir dua kali untuk pemeriksaan sebagai saksi Anang. Pada panggilan pertama pekan lalu, Setnov mangkir dengan alasan sedang mengunjungi konstituen di masa reses DPR.
(Baca: KPK Tanggapi Serius Foto Viral Novanto dengan Monitor EKG Tak Bergerak)
Novanto sebelumnya pernah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus e-KTP. Namun statusnya dicabut setelah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun Anang sudah diperiksa dua kali oleh KPK sebagai tersangka, yakni pada 6 dan 20 oktober 2017. Anang dalam perkara ini merupakan tersangka keempat setelah Irman, Sugiharto, Andi Narogong, dan Markus Nari.
Anang diduga melakukan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP bersama Novanto, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto. Anang diduga berperan dalam penyerahan uang kepada Novanto dan sejumlah anggota DPR lainnya melalui Andi Narogong.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut, Sugiharto pernah menyatakan bahwa Anang untuk menyiapkan uang sejumlah US$ 500 ribu dan Rp 1 miliar. Uang itu diduga untuk diserahkan kepada Miryam S Haryani.
"Diduga ASS (Anang Sugiana Sudihardjo) juga membantu penyediaan uang tambahan untuk bantuan hukum Ditjen Dukcapil sebesar Rp 2 miliar dan kebutuhan lainnya terkait proses proyek e-KTP," kata Laode.