Tiap Tahun, BEI Laporkan Belasan 'Permainan' Saham ke OJK
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakui adanya indikasi 'permainan' saham di pasar modal. Hampir setiap tahun, terdapat belasan laporan yang diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk ditindaklanjuti. BEI ingin agar ada sanksi tegas atas aksi-aksi curang tersebut.
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini mengatakan indikasi adanya 'permainan' saham di BEI memang kerap terjadi setiap tahunnya, terutama adanya insider trading. Untuk tahun ini saja, sudah ada belasan yang dilaporkan ke OJK tetapi memang belum ada yang tertangkap.
Insider trading adalah perdagangan saham perusahaan publik oleh investor yang memiliki akses ke informasi non-publik tentang perusahaan. Investor ini mendapatkan informasi yang pasti mengenai peluang kesuksesan dalam pembelian atau penjualan suatu saham dari ‘orang dalam’ perusahaan terkait.
"Tahun ini bursa sudah melakukan pemeriksaan itu (kecurangan) berapa kali, belasan, tapi kasusnya beda-beda," ujar Hamdi, saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (7/11). (Baca: Pengusaha Minta Pemerintah Bentuk Kementerian Pembina Emiten Bursa)
Sayangnya, Hamdi tidak menjelaskan secara pasti berapa jumlah indikasi kecurangan yang telah dilaporkan tersebut. Yang pasti belasan praktik curang ini terjadi setiap tahun, khususnya pada tahun lalu. Transaksi kecurangan itu bukan hanya insider trading, tetapi bisa juga marking the closed (cara ilegal pembentukan harga semu yang dilakukan oleh investor menjelang penutupan perdagangan) dan transaksi semu.
Dia juga enggan merinci siapa saja yang telah dilaporkan ke OJK. Hamdi hanya memastikan kasus saham PT Minna Padi Investama Tbk. (PADI) yang ramai dibicarakan saat ini belum masuk ke tahap pelaporan. Karena BEI masih mencari bukti, agar betul-betul yakin apa ada pelanggaran yang dilakukan.
Menurut Hamdi, membuktikan kecurangan dalam pardagangan di pasar modal ini tidak mudah. Apalagi OJK tidak memiliki wewenang melakukan penyadapan telepon jika salah satu orang membocorkan informasi terkait aksi korporasi yang akan dilakukan. Tidak seperti otoritas di Amerika Serikat (AS) yang memiliki kewenangan tersebut.
"Sekarang orang kasih informasi di kafe, bagaimana membuktikannya. Tidak ada yang foto atau rekaman," ujarnya.
Namun, indikasi ini bisa saja terlihat, dan menjadi dasar BEI melaporkan ke OJK. Hamdi mencontohkan, apabila ada satu pihak yang lakukan aksi beli besar-besaran. Kemudian pada pekan berikutnya, perusahaan yang dibeli tersebut mendapatkan kontrak besar yang menyebabkan sahamnya naik. Fenomena seperti ini bisa saja diproses oleh BEI.
Jika OJK berhasil membuktikan ada praktik curang, maka pelakunya baik investor, perusahaan, atau pihak terkait lainnya, bisa diberikan sanksi administratif. Sanksi ini tidak harus menjurus ke sanksi pidana. Hamdi menilai sanksi administratif berupa denda dan administrasi lainnya di Indonesia masih belum seketat yang dilakukan otoritas bursa di AS.
"Di AS itu, kalau investor melakukan itu semua, maka keuntungan akan diambil balik. Bisa sampai investornya bankrut. Bukan hanya keuntungan tetapi ditambah denda," ujarnya.
Hamdi mengaku pihaknya sudah menyampaikan usulan sanksi ini kepada OJK. Saat ini OJK menindaklanjuti usulan tersebut, tetapi sanksi yang diberikan ditengarai tidak akan sebesar di AS.