KPK Resmi Umumkan Setnov Kembali Jadi Tersangka Korupsi e-KTP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis Elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penetapan tersangka Novanto telah didasari bukti permulaan yang cukup. Setelah proses penyelidikan dan dilakukan gelar perkara, KPK pun menerbitkan Surat Perintah Penyidikan terhadap Setya Novanto.
"KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan pada tanggal 31 oktober 2017 atas nama SN, anggota DPR RI," kata Saut di kantornya, Jakarta, Jumat (10/11).
(Baca: Beredar Surat KPK Berisi Pemberitahuan Penyidikan untuk Setnov)
Sebelumnya Setya Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus e-KTP pada 17 Juli 2017. Namun, status tersebut gugur pascamenangnya gugatan Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketika itu, sidang praperadilan Novanto dipimpin oleh Hakim Tunggal Praperadilan Cepi Iskandar.
Saut menuturkan, Setnov diduga bersama-sama dengan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, eks Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, dan eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Setya Novanto pun diduga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya. "Sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri," kata Saut.
(Baca: Setnov Mangkir dari Pemeriksaan, DPR Minta KPK Izin Jokowi)
Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saut menuturkan, KPK telah mempelajari secara seksama putusan praperadilan serta aturan hukum terkait lainnya sebelum menetapkan Novanto sebagai tersangka. Pada 5 Oktober 2017, KPK pun melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP.
"Dalam proses penyelidikan ini KPK telah meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti relevan," kata Saut.
(Baca: Pimpinan Disidik Polisi, KPK: Surat Pencegahan Setnov Sah Secara Hukum)
KPK pun telah memanggil Novanto dalam proses penyelidikan sebanyak dua kali, yakni pada 13 dan 18 Oktober 2017. Namun, Novanto berhalangan hadir untuk dimintai keterangan dengan alasan ada pelaksanaan tugas kedinasan.
Setelah proses penyelidikan dan bukti permulaan yang cukup, pimpinan KPK bersama tim penyelidik, penyidik, dan penuntut umum melakukan gelar perkara pada tanggal akhir Oktober 2017. Lantas, KPK menerbitkan Sprindik terhadap Novanto sebagai tersangka. Dalam proses penyidikan, KPK telah memeriksa saksi dari unsur anggota DPR, swasta, dan pejabat kementerian.
"Sebagai pemenuhan hak tersangka, KPK telah mengantarkan surat tertanggal 3 November 2017 perihal: Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan pada SN ke rumah di Jalan Wijaya XIII, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada sore hari, Jumat 3 November 2017," kata Saut.