Biaya Proyek LRT Jabodebek Membengkak Jadi Rp 31 Triliun
Biaya pembangunan proyek kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek) membengkak hampir Rp 5 triliun. Kenaikan ini dikarenakan adanya penambahan stasiun dan perubahan sistem persinyalan proyek tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memastikan biaya yang dibutuhkan untuk membangun proyek LRT Jabodebek naik dari Rp 26,7 triliun, menjadi Rp 31 triliun. Peningkatan biaya ini telah dibahas dalam rapat koordinasi di kantornya.
Luhut mengatakan tambahan biaya ini terjadi lantaran kontraktor proyek yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk. harus membangun beberapa stasiun tambahan. Sayangnya dia tidak menjelaskan berapa banyak tambahan stasiun yang akan dibangun.
Selain itu, sistem teknologi persinyalan kereta tersebut juga berubah, dari fix block menjadi moving block yang membuat ongkos pembangunan bertambah. Dengan sistem persinyalan moving block, jarak operasi antarkereta bisa dipangkas secara signifikan. Perbandingannya, jika menggunakan fix block waktunya bisa sampai 5 menit, penggunaan moving block hanya memakan 1 menit.
(Baca: Pakai Sistem Sinyal “Moving Block”, LRT Butuh Tambah Dana Rp 300 M
Luhut mengaku tidak ada masalah dengan perubahan biaya yang dibutuhkan. Peningkatan biaya dinilai bisa mebih menguntungkan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai operator. "Berubah (nilainya) karena itu, tapi dengan begitu akan ada penambahan penumpang dari 260 ribu ke 430 ribu (per hari)," kata Luhut rapat LRT di kantornya, Jakarta, Senin (20/11).
Dirinya juga menjelaskan saat ini Pemerintah bersama perbankan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang mematangkan finalisasi skema pembiayaan proyek LRT. Namun dia belum dapat memastikan berapa struktur pembiayaan proyek ini secara menyeluruh dari utang dan ekuitas BUMN.
(Baca: Belanja Modal Proyek LRT Ditambah Rp 1 Triliun)
Luhut hanya memastikan salah satu perbankan swasta yakni CIMB Niaga sudah mau memberi pinjaman sebesar Rp 4 triliun untuk menjalankan proyek ini. Selain itu dia juga menyebut ada pula Bank Mandiri, BRI, BNI, hingga BCA yang berminat masuk. Targetnya, kepastian final pembiayaan (financial closing) proyek ini akan dilakukan pada pertengahan bulan depan.
Sementara Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo meminta perhitungan pendapatan dari pengembangan kawasan atau Transit Oriented Development (TOD) di sekitar LRT, dimasukkan dalam financial close. Ini penting agar nilai Public Service Obligation (PSO) atau subsidi yang diberikan pemerintah bisa ditekan. "Karena pada praktik di banyak negara seperti itu," katanya.